Dosen UGM: Konflik di Wadas Bukan Sekedar Kepemilikan Tanah yang Bisa Diselesaikan Melalui Ganti Untung

Konflik pengukuran lahan di Desa Wadas Kabupaten Purworejo berbuntut panjang. Gesekan antara masyarakat dan aparat pun terjadi, hingga puluhan orang diamankan pihak kepolisian

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 09 Februari 2022 | 14:40 WIB
Dosen UGM: Konflik di Wadas Bukan Sekedar Kepemilikan Tanah yang Bisa Diselesaikan Melalui Ganti Untung
Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo mengadu diintimidasi. Terkait rencana penambangan batu andesit untuk material Bendungan Bener. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Konflik pengukuran lahan di Desa Wadas Kabupaten Purworejo berbuntut panjang. Gesekan antara masyarakat dan aparat pun terjadi, hingga puluhan orang diamankan pihak kepolisian.

Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi di Desa Wadas?

Akademisi Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Agung Wardana ikut memberikan komentar soal polemik desa Wadas melalui akun Twitter-nya

"Pengukuran yang konon hanya untuk bidang tanah warga yang setuju. Namun tindakan ini tidak bisa dilepaskan dari proses pengkondisian iklim represi oleh aparat yang beberapa bulan belakangan terus menurus memprovokasi warga," ujarnya melalui akun @agungwarancak yang dikutip Rabu (9/2/2022).

Baca Juga:Ganjar Pranowo Minta Maaf soal Konflik Desa Wadas, Janji Lepaskan Warga yang Ditangkap

Menurutnya, pengkondisian iklim represi ini sudah umum digunakan. Tujuannya agar ada warga yang terprovokasi sehingga bisa melakukan sebuah tindakan pidana.

"Di sinilah SLAPP (strategic litigation against public participation) akan digunakan utk membungkam perlawanan. Bukti bahwa ada warga yang membawa senjata tajam dibesar-besarkan sehingga menjadi saj aparat mengambil tindakan represif. Jika penolakan warga mah kuat maka kasus sajam ini akan berubah menjadi proses pidana UU Darurat, lihat kasus Budhi Tikam di Bangka-Belitung," tulis dosen UGM tersebut.

Selain itu ia juga mengkritisi unggahan @DiniHrdianti atau dengan nama lengkap Dini Poedji Hardianti yang memberikan narasi-narasi pro dengan proyek strategis nasional tersebut.

"Ibu Dini membangun narasi mayoritas-minoritas penolakan Warga Wadas dengan mengklaim bahwa mayoritas setuju. Namun sayangnya yang digunakan adalah luasan bidang tanah. Masak sih ada bidang tanah setuju dan menolak proyek? Cobalah liat berdasarkan jumlah orangnya," tulisnya.

Cuitan Dini Poedji Hardianti soal desa wadas. [Twitter]
Cuitan Dini Poedji Hardianti soal desa wadas. [Twitter]

Menrutnya, narasi yang diunggah Dini tersebut bertujuan untuk mengaburkan fakta bahwa lebih dari 300 KK dari 450 KK Warga Wadas melakukan penolakan atas tambang. Selain itu, narasi tersebut bertujuan utk mereduksi permasalahan menjadi sekedar kepemilikan tanah.

Baca Juga:Sosok Aktivis Senior Yayak Yatmaka, Seniman Nyentrik yang Ditangkap Saat Bela Warga Wadas

"Salah besar. Konflik di Wadas bukan sekedar kepemilikan tanah yang bisa diselesaikan melalui “ganti untung”. Ini adalah urusan penghidupan bagi warga, baik pemilik tanah maupun bukan pemilik tanah, yg bersandar pada unit ruang tsb," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini