SuaraJawaTengah.id - Memanfaatkan sisa potongan bambu, Jalil (65 tahun) warga Desa Wadas, Purworejo membuat beki untuk wadah bibit tanaman. Beki dijual hingga Magelang dan Wonosobo.
Warga Wadas rata-rata memiliki pekerjaan sampingan selain mata pencaharian utama dari bertani. Penghasilan dari kerja sampingan terbilang lumayan untuk hidup di desa.
Siang itu SuaraJawaTengah.id menemui Jalil di pekarangan rumahnya di Dusun Krajan, Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo. Menenteng arit, Jalil sedang mencari pakan untuk beberapa kambing peliharannya.
Membuat beki biasanya dikerjakan siang hari, setelah pekerjaan mengurus sawah sudah selesai. Di sela membuat beki, Jalil juga menyadap nira aren untuk bahan membuat gula aren.
Jalil biasa membeli bambu di hutan sekitar Desa Wadas seharga Rp4 ribu per batang. Bagian bambu yang diambil hanya batang tengah yang ukurannya relatif seragam.
Bambu itu kemudian dijual kembali ke seorang pelanggan dari Yogyakarta seharga Rp6 ribu per batang. “Bambu aku beli. Batang yang bawah dijual lagi. Itu ujungnya yang aku bikin beki,” kata Jalil.
Bermodal paku ukuran 2 centimeter dan kayu reng, Jalil merakit bilah-bilah bambu menjadi beki. Satu beki dijual seharga Rp3.500.
“Hasilnya lumayan lah. Itu kan buat tambah-tambah (penghasilan) jadi tidak mengandalkan dari membuat beki saja,” kata Jalil.
Jalil biasanya mampu membuat 50 beki selama 1 bulan. Rata-rata penghasilan yang dia terima dari membuat beki Rp175 ribu per bulan.
Baca Juga:Demo Mahasiswa Malang Desak Polisi Angkat Kaki dari Desa Wadas, Terindikasi Pelanggaran HAM
Jika digabung dengan keuntungannya dari menjual bambu, Jalil mampu mengantongi uang sebesar Rp375 ribu dari pekerjaan tambahan itu. Penghasilan utama tetap diperolehnya dari hasil bertani.
Jalil mengaku hidup cukup dari penghasilan bertani, menjual gula aren dan bambu, serta membuat beki. Menurut dia selama hutan di sekitar Wadas masih ada, warga dapat memanfaatkannya secara turun temurun.
“Kalau hutan sudah nggak ada, apalagi yang mau diandalkan untuk kerja sehari-hari. Misal hutan dijual, mungkin jumlahnya uangnya lumayan. Tapi sebentar saja uang habis. Setelah itu bagaimana kelanjutannya. Itu baru sampai saya, belum nanti ke anak cucu. Apalagi yang mau diandalkan," ujar dia.
Saat berkunjung ke Desa Wadas, Minggu (13/2/2022), Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menerima banyak buah tangan berupa hasil bumi dari warga.
Tanah Wadas memiliki beraneka hasil perkebunan yang memiliki nilai ekonomi. Gubernur Ganjar menerima pemberian itu dengan suka cita dan dimasukkan semua ke dalam mobil pribadinya.
Warga mengatakan, semua hasil bumi itu merupakan hasil panen sendiri. “Ini kenang-kenangan dari warga Wadas untuk Pak Ganjar. Ini hasil bumi yang kami panen harian Pak," kata salah satu warga Wadas.
Ganjar dengan senang hati menerima pemberian itu. “Warga sambutannya bagus ya. Mereka menerima dengan baik. Saya senang karena tadi saya tanya, saya boleh nginep di sini tidak? Mereka kompak jawab ‘boleh pak’. Jadi saya senang, komunikasinya berjalan baik,” ujarnya.
Salah satu warga Desa Wadas, Mukti mengatakan, hasil bumi yang diberikan ke Ganjar merupakan hasil andalan Desa Wadas. Selama ini, masyarakat hidup dengan mengandalkan komoditas tersebut.
“Itu murni hasil dari Desa Wadas. Itu yang menjadi andalan kami. Selama ini warga mengandalkan hasil bumi itu untuk hidup ayem, tentrem, gemah ripah loh jinawi," paparnya.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kembali datang ke Desa Wadas, Minggu (13/2/2022). Ganjar yang datang tanpa didampingi aparat keamanan disambut hangat warga Wadas.
Ganjar datang untuk meminta maaf secara langsung pada warga Wadas terkait konflik yang terjadi saat pengukuran lahan pada 8 Februari 2022.
Gubernur datang untuk mendengarkan langsung keluhan dan masukan dari warga yang menolak penambangan batu andesit di Desa Wadas.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi