Minyak Goreng Mahal, Warga di Magelang Kembali Buat Minyak Kelapa

Hanya beberapa saja perusahaan berskala kecil dan menengah yang memproduksi minyak kelapa di Kabupaten Purworejo.

Ronald Seger Prabowo
Selasa, 15 Februari 2022 | 20:04 WIB
Minyak Goreng Mahal, Warga di Magelang Kembali Buat Minyak Kelapa
Murtofiah memisahkan minyak kelapa dari ampas (blendo). Dia membuat minyak kelapa sendiri di Dusun Tegalombo 2, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Minyak goreng langka di pasaran pasca pemerintah menetapkan kebijakan satu harga. Warga mencari alternatif minyak goreng berbahan kelapa.

Kegiatan membuat minyak kelapa mulai ditinggalkan kebanyakan warga. Padahal sebelum pasar dikuasi oleh minyak berbahan sawit, minyak kelapa menjadi andalan warga.

SuaraJawaTengah.id sempat menelusuri informasi adanya perajin minyak kelapa di Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang. Katanya masih ada warga membuat minyak kelapa di Desa Pakunden dan Bligo.

Namun upaya pencarian di kedua desa tersebut tidak membuahkan hasil. Kami seolah hanya menekuri jalan di desa yang berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta itu.

Baca Juga:Bentuk Tim Pengawas, Polres Pringsewu Bakal Tindak Tegas Penimbun Minyak Goreng

Menurut informasi dari pemerintah Desa Bligo, sudah sejak lama warga berhenti membuat minyak kelapa. Jikalau masih ada warga yang membuatnya, hanya untuk konsumsi sendiri.

Salah satu alasan minyak kelapa ditinggalkan konsumen karena hargaya lebih mahal dibanding minyak sawit. Minyak kelapa ukuran 900 mililiter yang dijual melalui online ditawarkan Rp59.600.

Harga itu jauh lebih mahal dari minyak goreng berbahan kelapa sawit yang rata-rata dijual seharga Rp34.000 per 2 liter.  

Berbeda dengan minyak sawit, minyak kelapa jarang diproduksi massal. Tercatat saat ini hanya beberapa saja perusahaan berskala kecil dan menengah yang memproduksi minyak kelapa di Kabupaten Purworejo.

Ekspansi Minyak Sawit

Baca Juga:Alamakjang! Minyak Goreng di Pasar Sibuhuan Sumut Langka

Padahal dulu minyak kopra atau kelapa adalah pelopor penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia. Sekitar tahun 1950-an sudah dikenal minyak kelapa merk Ikan Dorang dan Barco yang memiliki basis penjualan di Surabaya dan Jakarta.

Pada periode ini sebenarnya mulai masuk produk minyak goreng berbahan sawit sebagai pesaing. Namun jumlahnya belum besar dan kalah dominan dari minyak kelapa.

Peluang pasar minyak kelapa kemudian dilirik pengusaha Eka Tjipta Wijaya. Tahun 1968, Eka Tjipta mendirikan pabrik minyak kelapa Bitung Manado Oil Limited.

Melalui produk Bimoli, Bitung Manada Oil Limited menguasai 60 persen pasaran minyak goreng di Indonesia. Eka Tjipta Wijaya kemudian dinobatkan sebagai Raja Minyak Goreng Indonesia.  

Dominasi Bimoli semakin kuat setelah Eka Tjipta menjalin kongsi dengan pengusaha Liem Sioe Liong. Tahun 1983 mereka mendirikan perusahaan patungan, PT Sinar Mas Inti Perkasa.

Kerjasama Eka Tjipta Wijaya dan Liem Sioe Liong hanya bertahan 7 tahu. Saat meninggalkan PT Sinar Mas Inti Perkasa tahun 1990, Eka Tjipta terpaksa melepas merk minyak Bimoli yang telah dirintisnya.

Eka Tjipta Wijaya kemudian mendirikan PT Sinar Mas Agro yang juga bergerak di bidang minyak goreng kemasan. PT Sinar Mas Agro memproduksi minyak goreng merk Filma untuk menyaingi Bimoli.      

PT Sinar Mas Agro saat ini menguasai 138 ribu hektare kebun sawit. Perusahaan ini mengoperasikan 16 pabrik kelapa sawit, 4 pabrik pengolahan inti sawit, 4 pabrik rafinasi.

Praktis, PT Sinar Mas Agro sekarang tidak lagi fokus pada produksi minyak kelapa. Begitu juga dengan pesaingnya PT Sinar Mas Inti Perkasa yang sejak tahun 2003 memangkas 50 persen pembelian kopra dari Sulawesi Utara.

Membuat Minyak Kelapa Sendiri

Murtofiah sedang memarut kelapa di depan tungku kayu di rumahnya di Dusun Tegalombo 2, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Magelang.

Perempuan berusia 45 tahun itu sedang menyiapkan bahan membuat minyak kelapa. “Mau beli minyak itu agak mahal. Kalau pas ada kelapa ya saya bikin minyak sendiri. Kalau sempat waktunya,” kata Murtofiah kepada SuaraJawaTengah.id.

Cara membuat minyak kelapa secara tradisional dipelajari Murtofiah dari ibu dan simbah. Dulu hampir semua perempuan di desanya bisa membuat minyak kelapa.

Ketrampilan membuat minyak kelapa adalah pengetahuan dasar yang wajib dimiliki keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.  

“Dulu hampir semua perempuan bisa membuat minyak kelapa. Kan nggak ada yang jual. Jadi ya harus bisa bikin sendiri," ujar dia.

Proses membuat minyak kelapa dimulai dari mengupas dan mencukil daging kelapa dari batoknya. Kelapa yang baik digunakan untuk membuat minyak adalah kelapa tua, sudah kering betul, dan berdaging tebal.

Ciri-ciri kelapa yang akan menghasilkan minyak dalam jumlah banyak biasanya sulit dicukil. Kelapa yang kurang tua atau masih basah akan menghasilkan sedikit minyak.

Hari itu Murtofiah menyiapkan 9 butir kelapa yang akan diolah menjadi minyak.

Selesai diparut, kelapa diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan kental kemudian dimasak di atas tungku kayu hingga mendidih.

Sambil terus diaduk, sekitar 1 jam setelah santan dimasak mulai terlihat cairan minyak muncul di permukaan. Cairan minyak terpisah dengan apas yang disebut blendo.

“Dari jaman simbah saya mengajari cara membuat minyak kelapa. Daripada kelapanya dijual, mending untuk membuat minyak,” paparnya.

Proses membuat minyak kelapa secara tradisional sebenarnya tidak sulit. Tapi karena membutuhkan waktu lama, tidak banyak orang yang telaten dan sempat membuatnya.

Dari santan 9 butir kelapa, Murtofiah mendapat kurang dari 1 liter minyak. Selain tenaga, dia tidak mengeluarkan uang untuk membuat minyak kelapa.

Menurut Murtofiah, pohon kelapa banyak tumbuh di sekitar rumahnya. Kelapa dan tanaman produktif lainya diwariskan oleh orang tua kepada anak-anak.

Kayu untuk memasak dikumpulkan dari ranting kayu di sekitar rumah. Didekat tungku tampak tumpukan bonggol jagung dan daun kering kelapa yang bisa dijadikan bahan bakar.

“Kelapa di sekitar sini banyak. Alhamdulillah simbah-simbah dulu menanam pohon kelapa jadi dapat dimanfaatkan," tegasnya.

Jika penggunaannya cukup hemat, minyak kelapa sebanyak kurang dari 1 liter itu kata Murtofiah cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 1 minggu. Tapi jika kebutuhan menggoreng sedang banyak, 3 hari minyak sudah habis.

Membuat minyak goreng dari kelapa memang tidak praktis. Murtofiah sendiri mengaku lebih memilih membeli minyak goreng kemasan di warung jika sedang memiliki uang.

“Uang kan kadang ada, kadang nggak. Kalau kebetulan ada yang membeli kelapa, ya saya jual. Nanti uangnya dibelikan minyak goreng dari warung. Lebih cepat,” katanya.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak