Nyadran di Dusun Krecek dan Gletuk digelar di jalan menuju makam dusun. Memikul tenong berisi aneka makanan, warga berjalan kaki sejauh 1 klometer menuju makam.
Di lokasi acara, tikarpun dihamparkan. Seluruh warga duduk sama rendah, berbaur tanpa membedakan derajat sosial dan perbedaan agama.
Tak lama berselang, tahlil yang dipimpim pemuka agama Islam mulai dibacakan. Setelah selesai giliran para biksu merapal doa, diikuti puji-pujian yang dibacakan tokoh Kristen.
“Yang Muslim nyadran, kita juga ada nyadran. Sama. Dengan demikian tidak ada pembeda, tidak ada penyekatnya. Kerukunan itu akan bisa terangkat. Mungkin bisa ditiru daerah-daerah lain yang belum bisa terangkat tradisinya atau merawat budaya,” kata Penyelenggara Buddha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Temanggung, Suwardi.
Baca Juga:Brak! Truk kontainer Tabrak Bangunan Termasuk Showroom di Temanggung, 12 Motor Tergilas
Menurut Suwardi, nyadran lintas agama bertujuan mengangkat kearifan lokal. Bahwa di Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Temanggung, masyarakat berbeda agama bisa membaur melaksanakan adat tradisi bersama-sama.
“Dalam kearifan lokal kita nggak ada pembeda dalam arti pembaurannya ke masayakarat keseluruhan. Baik Islam, Katolik, Hindu, Buddha, itu nggak ada pembeda. Toh leluhurnya sama.”
Kontributor : Angga Haksoro Ardi