SuaraJawaTengah.id - Rimbun, sejuk, dan asri, begitulah suasana di Mata Air Senjoyo yang terletak di Desa Cebongan, Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.
Mata Air Senjoyo juga menjadi destinasi wisata di Kabupaten Semarang dan wilayah sekitarnya. Jernihnya mata air, serta keindahan alamnya acapkali membius wisatawan yang datang di tempat tersebut.
Meski demikian, Air Mata Senjoyo menyimpan cerita tersendiri bagi warga sekitar. Mata air tersebut bahkan dikeramatkan oleh masyarakat di Desa Tegalwaton Kabupaten Semarang.
Pasalnya, mata air itu dipercaya sebagai petilasan Joko Tingkir atau dalam tradisi Jawa sering disebut Mas Karebet, atau Sultan Hadiwijaya.
Baca Juga:Hasil Liga 1: PSIS Semarang Pecundangi Persela Lamongan 2-1 di Laga Pamungkas Musim Ini
Ia adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Pajang yang memerintah pada periode 1549-1582.
Sejumlah literasi terkait sejarah juga menyebutkan Joko Tingkir merupakan pemimpin Kerajaan Pajang yang mendapatkan legitimasi langsung dari Sunan Giri, salah satu anggota senior
Wali Songo.
Hal itu juga dituliskan dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara karya Mlamet Muljana.
Serta dalam buku Karya G Moedjanto, berjudul Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram.
Mata Air Senjoyo sendiri menjadi petilasan dari raja pertama Kerajaan Pajang tersebut.
Petilasan yang terletak tepat di sebelah mata air itu hingga kini masih terjaga, bahkan masih banyak peziarah yang datang ke petilasan itu.
Bahkan di sekitar Mata Air Senjoyo terdapat papan bertuliskan petilasan Kasultanan Kraton Pajang, dengan emblem Kerajaan Pajang.
Mata Air Senjoyo juga dipercaya oleh masyarakat untuk ritual ngalap berkah, bahkan saat Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon banyak warga yang menggelar ritual di mata air itu.
Hal itu juga dituturkan oleh Asih (56) warga Desa Tegalwaton, ia mengatakan masih banyak yang menggelar ritual di petilasan Joko Tingkir tersebut.
"Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon selalu ramai, banyak yang melakukan tirakat dengan berendam. Ada yang minta momongan, jodoh sampai kesejahteraan dan keselamatan," kata wanita yang membuka warung tepat di depan Mata Air Senjoyo itu, Selasa (29/03/22).
Asih mengetahui banyaknya orang yang menggelar ritual di Mata Air Senjoyo, lantaran ia sering mengikuti kegiatan juru kunci petilasan Joko Tingkir tersebut.
"Juru kunci di sini kan mertua saya, namanya Mbah Jasmin yang sudah meninggal beberapa tahun silam. Sekarang belum ada juru kunci penggantinya," ucapnya.
Dikatakannya, tak hanya digunakan untuk ritual, Mata Air Senjoyo juga digunakan untuk tradisi padusan jelang ramadan.
"Beberapa hari lagi juga akan digunakan untuk padusan warga desa. Dan tradisi itu sudah menjadi kegiatan tahunan," jelasnya.
Ia menuturkan, sampai sekarang Mata Air Senjoyo masih dijaga oleh warga setempat, karena dianggap sebagai tempat keramat.
"Bisa dilihat sekarang bersih sekali, kalau dulu masih banyak rumput tinggi-tinggi. Karena warga benar-benar manjaga tempat ini," paparnya.
Terpisah beberapa orang yang datang ke mata air tersebut menerangkan, tempat dengan beberapa sendang itu memang asri dan sejuk.
"Kalau kisahnya saya tidak begitu paham, tapi di ujung mata air ada papan bertuliskan petilasan, dan tepat di sampingnya ada sebuah gubuk kecil dengan bau bunga dan kemenyan," tutur Santoso pengunjung asal Kota Semarang.
Ia juga menyebutkan, di papan informasi juga tertulis larangan juga hendak berendam atau saat melakukan tirakat.
"Tadi ada tulisan harus bersikap sopan, tidak berbicara kotor, sampai dilarang membawa minuman keras. Menurut saya selain indah, tempat ini pastinya mengandung cerita sejarah masa lalu," tambahnya.
Kontributor : Aninda Putri Kartika