Layaknya Keluarga Besar, Suami-Istri di Magelang Ini Rawat 23 Monyet Telantar

Pasangan suami istri Pietra Harvanto-Yacoba Asri Dharmayanti di Magelang ini merawat 23 monyet ekor panjang di rumahnya. Kebanyakan monyet liar dan telantar

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 30 Maret 2022 | 12:29 WIB
Layaknya Keluarga Besar, Suami-Istri di Magelang Ini Rawat 23 Monyet Telantar
Yacoba Asri Dharmayanti bermain dengan Malicha, monyet ekor panjang yang diawat sejak kecil. [Suara.com/Angga Haksoro]

SuaraJawaTengah.id - Pasangan suami istri Pietra Harvanto-Yacoba Asri Dharmayanti merawat 23 monyet ekor panjang di rumahnya. Kebanyakan monyet liar dan telantar.

Tidak sulit menemukan Zona Satwa, shelter penampungan monyet yang dikelola Pieter dan Asri. Lukisan wajah monyet lucu pada rolling door menjadi penanda lokasi yang tegas.

“Nanti rumah saya yang ada gambar monyetnya,” kata Asri melalui pesan WhatsApp setelah menyanggupi permintaan wawancara SuaraJawaTengah.id.

Beroperasi sejak tahun 2018, Zona Satwa kerap menjadi jujugan orang-orang yang dimintai bantuan menangkap monyet liar atau lepasan. Termasuk Dinas Pemadam Kebakaran yang sekarang juga bertugas menangani gangguan satwa.   

Baca Juga:Shio Hari Ini, Sabtu 26 Maret 2022: Jangan Lupa Menepati Janji, Monyet!

“Kalau yang sudah tahu kami, terutama suamiku, mereka pasti kesini. Teman-teman (pecinta) reptil kan dari mana-mana. Tapi tahunya yang khusus monyet ya (cuma) di sini. Dari Klaten, Temanggung, Solo, itu biasanya kesini,” kata Asri.

Debut rescue Zona Satwa -secara tidak resmi- dimulai saat diminta pengelola Taman Wisata Candi Borobudur untuk menangkap monyet liar yang berkeliaran di sekitar Manohara Resto.

Seekor monyet jantan sering masuk restoran dan mencuri makanan dari meja pengunjung. Pietra mengenang operasi penangkapan ini sebagai rescue terlama dan paling dramatis.

Pada hari pertama penangkapan, monyet sebenarnya sudah sempat masuk jebakan. Tapi lepas karena orang yang diminta membantu penangkapan takut menghadapi monyet liar.

“Monyetnya itu binatang cerdas. Setiap lihat jebakan, penasaran didekati. Tapi sekalinya dia lolos dari jebakan itu, nggak bakalan balik lagi.”

Baca Juga:Awalnya Anak Angkat, Setelah Dewasa Perempuan Ini Malah Dijadikan Istri, Tuai Perdebatan Warganet

Setelah umpan makanan tak lagi menarik hati sang monyet, Pietra menggunakan monyet lain sebagai pancingan. Yuki dan Malicha yang pertama dijadikan umpan merayu sang jantan.

Tanpa diketahui Pietra dan Asri, pintu kandang Malicha dibuka Yuki. Monyet kesayangan Asri itu lari mencari tuannya. Terpancing sikap Malicha, si monyet liar mengejar dan sempat menggigitnya.

“Posisi dia lari dikejar monyet liar itu. Digigit. Dioperasi sampai 40 jahitan. Untungnya sekarang sudah normal, nggak ada cacat. Perasaan saya sudah nggak tahu waktu itu. Namanya sudah kayak anak sendiri,” ujar Asri.

Monyet liar baru masuk jebakan setelah sesama monyet jantan, Simon dipakai sebagai umpan. Dalam koloni monyet, biasanya para jantan mudah tersulut perkelahian. 

Pietra Hervanto berinteraksi dengan monyet ekor panjang penghuni shelter Zona Satwa. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]
Pietra Hervanto berinteraksi dengan monyet ekor panjang penghuni shelter Zona Satwa. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

Bermula dari Malicha

Asri menolak jika mereka disebut sebagai ahli menangani primata. Pietra memang sempat kuliah menjadi dokter hewan di Universitas Gajah Mada. Tapi pengetahuan menangani monyet justru banyak diperolehnya dari pengalaman langsung di lapangan.

Dari mengamati prilaku koloni monyet di kawasan wisata Kaliurang, Yogyakarta, Pietra belajar memahami prilaku mereka. Di rumah dia memelihara beberapa monyet sebagai teman main.

“Dulu waktu pacaran, waktu kuliah di Jogja suamiku punya monyet ada beberapa. Nggak ada satupun yang aku suka. Lebih ke cemburu sama monyet. Pokoknya nggak suka (monyet),” ujar Asri.

Cerita berubah saat pasangan ini menikah. Setelah dikarunian anak pertama laki-laki, Asri mendambakan anak keduanya perempuan.

Suatu hari Asri melihat postingan seorang kawan foto bersama bayi monyet yang lucu. Terbersit ikut memelihara bayi monyet agar keinginan untuk memiliki anak perempuan lesap dari hatinya.

“Anak kami kan baru satu. Terus aku mikirnya kok belum-belum hamil. Sudahlah beli monyet biar ada hiburan. Dalam hati juga pengen punya anak  (lagi).”

Malicha yang diadopsi saat baru berusia 2 minggu adalah monyet pertama yang dipelihara pasangan ini. Pietra dan Asri membawa Malicha kemanapun mereka pergi. “Nggak tahu tiba-tiba sudah kayak anak sendiri.”

Menurut Pietra, Malicha yang saat ini menginjak usia 4 tahun memiliki karakter unik. Meski sudah masuk usia dewasa, karakter Malicha tidak berubah mejadi agresif.

Malicha cederung jinak dan mudah dipegang siapa saja. Jika diletakkan di tengah antara manusia dan monyet, Malicha lebih memilih mendekati manusia.

“Malicha sama siapa aja mau. Apalagi kalau sama orang gendut. Dia suka om-om gendut,” kata Asri sambil tertawa.   

Sampai sekarang Malicha punya kebisaan menunggu reaksi Asri sebelum mencicipi makanan yang belum pernah dicobanya. Pietra menyimpulkan, Malicha memperlakukan Asri seperti induknya.

“Itu kebiasaan bayi-bayi monyet di alam. Melihat prilaku induknya. Malicha diambil dari hutan, bukan tangkaran. Jadi dia tahunya induknya itu ya istri saya ini,” kata Pietra.

Pietra mengingatkan, tidak semua monyet berkarakter manis seperti Malicha. Monyet biasanya berubah karakter agresif saat menginjak dewasa.

Ini berhubungan dengan sifat asli monyet di alam liar yang tinggal berkoloni sehingga harus bersaing mencari makanan. Masa birahi pada monyet jantan dewasa juga menyebabkan prilaku mereka agresif dan sering menyerang.

Perubahan prilaku saat monyet tumbuh dewasa ini yang jarang diketahui para pemilik bayi monyet. Mereka berpikir karakter monyet selamanya imut dan nyaman dipeluk.

“Mereka (kebayakan) pelihara monyet hanya buat seneng karena masih bayi. Kan lucu kalau masih bayi. Tapi mereka nggak memikirkan sampai dewasa.

Beranjak dewasa karakter monyet dominan posesif pada satu pemilik (one man). Monyet dewasa cenderung menyerang orang lain yang berada dekat dari tuannya.

Perubahan itu menyebabkan pemilik kewalahan sehingga memilih menjual atau menelantarkan monyet peliharaan. “Kalau memang pecinta binatang dan niat beli, ya dipelihara sampai mati.”

Dari 23 monyet ekor panjang penghuni penampungan Zona Satwa, 16 diantaranya berasal dari hibah dan rescue. Pemilik yang bosan atau kehabisan tempat pemeliharaan biasanya menyerahkannya ke penampugan.

Monyet hasil tangkapan juga banyak yang berasal dari lepasan para pemilik bermasalah. Tak jarang monyet masuk shelter dalam kondisi luka parah akibat dianiaya pemiliknya.    

Merawat Monyet Telantar

Salah satunya Giant. Monyet jantan ini diselamatkan dari daerah Blondo, Kecamamatan Mungkid, Magelang dalam keadaan mata lebam dan ekor patah.

Menurut para tetangga, Giant dihajar sang majikan hingga pingsan. Begitu siuman, terpincang-pincang Giant masuk ke kebun dan menangis.

Para tetangga yang iba melihat kondisi Giant, menghubungi Pietra untuk menolong.  

“Saya datang, lihat monyet itu. Posisi mata lebam, saya kira ketembak. Saya cari dia masuk ke semak-semak nggak ketemu.”

Beberapa hari kemudian, Pietra kembali mendapat panggilan dari lokasi yang sama. Kali ini pemilik Giant yang meminta pertolongan.

Rupanya setelah pulih Giant balik menyerang. Setiap malam dia menyelinap masuk rumah dan menyerang tuannya. Empat hari orang ini tidak bisa tidur. Diteror oleh monyet sendiri yang melancarkan balas dendam.

“Jadi tiap malam kalau yang punya itu tidur, dia masuk ke rumah. Gigit. Sampai orangnya itu 4 hari nggak tidur. Kaki itu penuh luka gigitan. Dia kena teror monyetnya sendiri. Karakter monyet bisa seperti itu. Bisa jadi pendendam,” kata Pietra.

Karakter monyet kata Pietra sangat tergantung pada cara pemeliharaan. Monyet yang kagol akibat dipukul atau dibiarkan kelaparan cenderung agresif dan menyerang.

Beberapa kali Pietra dan Asri terpaksa tergopoh-gopoh menyelamatkan monyet yang diancam akan ditembak mati oleh pemiliknya. Monyet terbuang itu kemudian ditampung dan dirawat di Zona Satwa.

“Saya ini bukan orang mampu. Hidup apa adanya kayak gini. Tapi kalau saya makan, hewan-hewan saya juga harus makan. Kalau uang mepet cuma cukup untuk hewan, ya kami utamakan hewan,” ujar Pietra.

Pietra mengutamakan memberi buah untuk makan para monyet. Tapi jika kondisi keungan sedang seret, dia menyiasati memberi asupan sayuran dan pucuk daun.

Di alam liar monyet ekor panjang banyak memakan daun, bunga dan tunas (33,7 persen). Selebihnya monyet mengonsumi buah (25,7 persen), rumput (9,2 persen), dan serangga (14,7 persen).

“Kalau pas ada uang kita belikan makanan semua. Tapi kalau pas nggak ada uang, kita lihat di hutan itu monyet makan pucuk daun dan biji-bijian. Saya pelajari, berarti mereka aman makan sayuran.”

Pietra dan Asri biasanya mencari rompesan sayuran yang masih layak makan di pasar. Pedagang sayuran yang sudah hafal kegiatan mereka biasanya memberi sayuran cuma-cuma.

“Sayur rompesan itu kita minta. Kalau minta dibayar ya kita beli. Tapi kalau dikasih ya kami terima. Kadang juga dapat buah afkir,” kata Asri.

Makanan untuk para monyet harus didahulukan karena mereka tidak bisa bebas mencari makan. Semua monyet di penampungan Zona Satwa ditempatkan dalam kandang atau dirantai.

“Buah pepaya itu paling cuma seberapa ya. Nanti saya potong sampai ukurannya sama semua. Nggak yang besar, nggak yang kecil. Manusia atau monyet, pokoknya semua harus kebagian makan,” ujar Asri tergelak.

Bertambahnya populasi monyet ekor panjang di shelter Zona Satwa membuat Pietra mulai berpikir untuk melepas mereka ke alam. Tapi melepas monyet ke alam tidak sesederhana melepas reptil misalnya.

Di alam bebas monyet ekor panjang hidup dalam koloni yang rata-rata berisi 2-4 ekor jantan dewasa dan 16 betina dewasa. Koloni besar monyet di kawasan Jurang Jero, wilayah Taman Nasional Gunung Merapi bahkan ada yang mencapai 200 ekor.

Monyet yang dilepas sendirian di wilayah koloni, kemungkinan besar akan mati dibunuh oleh kawanan. Di sekitar Magelang terdapat 2 koloni besar monyet ekor panjang di kawasan Gunung Merapi dan Gunung Tidar.

“Kita harus bikin koloni baru. Koloni monyet paling idak diatas 20 ekor. Setelah mendapat koloni yang tepat, kita bawa ke suatu tempat baru kita lepas.”

Pietra mengenali ada 4 ekor monyet jantan di shelter yang berpotesi dijadikan pemimpin koloni (alfa). Ciri monyet alfa biasanya dominan terhadap betina serta memiliki fisik kuat sehingga mampu melindungi kawanan.

Pietra berharap jika waktunya tiba nanti, para monyet alfa: Giant, Simon, Sape, dan Mocu mampu memimpin kawanan para mantan penghuni shelter memulai hidup baru di alam bebas.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini