SuaraJawaTengah.id - Diskusi panas Kuasa Hukum Terdakwa penembak Laskar, Henry Yosodiningrat dengan mantan tokoh Front Pembela Islam (FPI) Novel Bamukmin mendebatkan tragedi tewasnya pengawal Habib Rizieq Shihab di KM 50.
Diskusi yang sempat ricuh ini diunggah dalam tayangan YouTube Karni Ilyas Club pada Rabu (30/3/2022). Untungnya Karni Ilyas yang saat itu menjadi pembawa acara, dapat menengahi perdebatan itu, sehingga pembahasan bisa berlanjut kembali.
Setahun tragedi penembakan yang terjadi di KM 50 tol Jakarta Cikampek, oleh unlawful killing Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, menembakkan anggota laskar FPI masih menjadi suatu polemik.
Hasil dari persidangan majelis hakim secara virtual menyatakan kebebasan terdakwa. Meskipun sempat dinyatakan melakukan tindak pidana.
Kasus yang masih menuai pro kontra, Karni Ilyas hadirkan dua kubu berbeda antara Novel Bamukmin dan Henry Yosodiningrat mengulik masalah tersebut. Hingga pada suatu statement membuat Henry keberatan dengan pernyataan Novel Bamukmin.
Novel yang mengatakan bahwa fakta laskar FPI tidak membawa senjata dibantah keras oleh Henry.
"Kebenaran ini mutlak lebih tahu lebih paham berdasar apa yang ada sesuai dengan aturan yang ada kami taat dengan konstitusi. Dalam KTA FPI dan saya pernah menjadi laskar. Fakta tidak ada senjata," kata Novel.
Selain itu, Novel juga menyebutkan nama Fadli Zon yang turut menyaksikan dan memandikan jenazah, serta memiliki pemeriksaan dokter yang ahli.
"Saya saat bersama Fadli Zon dan itu menyaksikan memandikan maka kondisi situasi jenazah itu kita tahu, kami juga punya keterangan dokter yang ahli," terangnya.
Baca Juga:PA 212 Ancam Demo Berjilid Jika Menag Yaqut Tak Dipecat dan Dipidanakan
Persidangan yang dianggap rekayasa, membuat Novel Bamukmin turut membela kubunya. Ia mengatakan adanya keterbatasan izin mengikuti persidangan.
"Bagaimana kita mau hadir sidang, kalau saksi yang betul kompeten dan tahu fakta di lapangan tidak pernah hadir atau bahkan tidak diterima. Tidak ada komunikasi bahkan tidak ada koordinasi kami. Namanya warga negara berhak menyampaikan pendapat bahwa kita melihat. sidang ini diduga kuat adalah rekayasa," imbuhya.
Berbeda dengan penjelasan Novel Bamukmin, Henry Yosodiningrat yang awalnya dipersilakan menyampaikan pendapatnya, membuktikan fakta dengan melampirkan data yang ada di persidangan. Menurutnya orang yang tidak pernah membaca persidangan hingga pokok-pokok keterangan saksi dan ahli, hanya sebatas ngawur.
"Jadi tidak pernah baca surat dakwah tidak pernah datang persidangan, tidak pernah membaca berita persidangan yang merupakan pokok-pokok keterangan saksi pokok-pokok ahli tidak membaca pembelaan saya. Berarti kalian nanti ngomongnya akan ngawur, akan menyebarkan kebohongan," jelas Henry.
Henry bahkan sempat menirukan reka adegan ulang KM50, menceritakan kronologi dari peristiwa tersebut. Mulai dari perampasan senjata dan pemukulan.
"Berdasarkan hukum pembelaan jika tidak dipertahankan, kalau tidak ditembak orang ini akan mati," ujarnya.
Lihat videonya klik di SINI
Kontributor: Sekar Wati