SuaraJawaTengah.id - Inggris mencatat prevalensi tertinggi penularan COVID-19 pada Maret dan jumlah kasus pada kelompok usia 55 tahun ke atas terus meningkat pada akhir bulan itu, menurut sebuah studi, yang dikutip pada Rabu (6/4/2022).
Penelitian yang dilakukan Imperial College London itu juga mengungkapkan bahwa subvarian BA.2 Omicron kini mendominasi.
Perdana Menteri Boris Johnson telah mencabut semua pembatasan COVID-19 di Inggris.
Pencabutan itu didasarkan pada pengalaman selama gelombang Omicron saat pergantian tahun, ketika kasus mencapai rekor tetapi tidak diikuti dengan peningkatan angka kematian pada populasi dengan tingkat vaksinasi yang tinggi.
Baca Juga:Thailand Temukan Varian Omicron XE, Satgas COVID-19 Sikapi dengan Prinsip Kehati-hatian
Penelitian bernama REACT-1 itu menunjukkan bahwa puncak infeksi pada Maret melewati angka-angka tertinggi yang tercatat selama gelombang BA.1 Omicron pada Januari.
Perkembangan itu menegaskan temuan oleh Kantor Statistik Nasional (ONS) bahwa jumlah kasus telah mencapai angka tertinggi selama pandemi.
REACT-1 juga menemukan bahwa pada akhir Maret, meskipun kasus pada kelompok usia di bawah 55 tahun telah mendatar, angkanya terus meningkat pada kelompok usia 55 tahun ke atas.
"Kita belum tahu apakah kita akan mengalami puncak kasus di kelompok usia tertua, 55 tahun ke atas, dan karena mereka memiliki risiko keparahan lebih tinggi, hal itu jadi kekhawatiran tersendiri," kata epidemiolog Imperial Christl Donnelly kepada awak media.
Imperial mencatat prevalensi total 6,37 persen pada 8-31 Maret, atau 1 dari 15 orang terinfeksi. Rekor sebelumnya adalah 4,41 persen pada Januari.
Baca Juga:Kepala BPOM Tidak Setuju Vaksin Covid-19 Kedaluwarsa Dibuang, Apa Alasannya?
Prevalensi di kelompok usia 55 ke atas mencapai rekor 8,3 persen pada 31 Maret.
Para peneliti menduga tingkat infeksi yang tinggi itu salah satunya disebabkan oleh efek perlindungan suntikan booster vaksin COVID-19 yang semakin menurun.
Puncak gelombang dipicu oleh subvarian BA.2 Omicron, yang menyumbang hampir 95 persen sampel yang diurutkan dalam penelitian.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris telah menemukan bahwa BA.2 lebih cepat menyebar ketimbang BA.1, tapi tidak dikaitkan dengan risiko rawat inap yang lebih tinggi.
Laporan REACT-1 itu menjadi laporan terakhir karena pemerintah Inggris telah memangkas anggaran surveinya. Namun, Survei Infeksi ONS akan tetap berjalan.