Bolehkah Tidak Baca Doa Qunut Saat Sholat Subuh? Bagaimana Hukumnya?

Para ulama berbeda pendapat soal ini. Mazhab Syafii dan Maliki berpandangan bahwa melaksanakan qunut pada shalat Subuh merupakan hal yang dianjurkan.

Pebriansyah Ariefana
Kamis, 11 Agustus 2022 | 15:08 WIB
Bolehkah Tidak Baca Doa Qunut Saat Sholat Subuh? Bagaimana Hukumnya?
Ilustrasi berdoa - doa qunut subuh pendek (pexels)

SuaraJawaTengah.id - Umumnya sholat subuh disertai membaca doa qunut di rakaat kedua. Namun apakah boleh tidak membaca doa qunut sholat subuh karena tidak hafal?

Berikut ini penjelasan dari Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Jember, dikutip dari NU Online.

Menurut dia, para ulama berbeda pendapat soal ini. Mazhab Syafi’i dan Maliki berpandangan bahwa melaksanakan qunut pada shalat Subuh merupakan hal yang dianjurkan.

Hal itu berdasarkan hadits riwayat Anas bin Malik berikut:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam senantiasa melakukan qunut pada shalat Subuh sampai beliau meninggalkan dunia” (HR. Ahmad).

Sementara itu mazhab Hanbali dan Hanafi, berpandangan bahwa melaksanakan qunut bukanlah hal yang dianjurkan.

Hal itu berdasarkan hadits berikut ini:

“Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak berqunut ketika shalat fajar (shalat Subuh), kecuali ketika mendoakan kebaikan atau keburukan untuk suatu kaum” (HR Muslim).

“Rasulullah melakukan qunut selama sebulan, mendoakan jelek kepada satu kelompok (salah satu kabilah dari Bani Sulaim) kemudian beliau tidak melakukan qunut lagi” (HR. Bukhari Muslim).

Hal lain dikatakan dalam mazhab Syafi’i, doa Qunut tergolong sebagai sunnah ab’ad.

Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah tatkala menjelaskan tentang sujud sahwi:

“Para ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa sebab-sebab sujud sahwi teringkas dalam enam perkara. Pertama, ketika imam atau orang yang shalat sendirian meninggalkan sunnah muakkad yang biasa diungkapkan dengan sunnah ab’ad. Sunnah-sunnah ini seperti halnya Tasyahud Awal dan Qunut” (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 704)

Demikian penjelasannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini