Sakitnya Jadi Korban Pemerkosaan dan Kehamilan Tidak Direncanakan, Hingga Sulitnya Akses Aborsi Aman

Kehamilan tidak direncanakan menjadi situasi yang sulit bagi perempuan, apalagi korban kejahatan seperti pemerkosaan atau di luar pernikahan

Budi Arista Romadhoni
Senin, 14 November 2022 | 11:22 WIB
Sakitnya Jadi Korban Pemerkosaan dan Kehamilan Tidak Direncanakan, Hingga Sulitnya Akses Aborsi Aman
Rosalia tengah memberikan afirmasi positif terhadap anak asuhnya Griya Welas Asih, Semarang, Senin, (24/10/22). [Suara.com/Aninda Putri]

Menurut Mamah Rosa, perempuan tersebut terpaksa berhenti sekolah untuk sementara waktu dan disembunyikan keluarganya agar tak mendapatkan stigma dari lingkungan sekolah hingga tetangga.

Anak itu dari perbatasan Kota Semarang, orang tuanya bingung harus mengungsikan putrinya ke mana karena malu jika ketahuan hamil. Hal itu membuat Mamah Rosa tersentuh dan memutuskan untuk merawat perempuan itu hingga melahirkan.

Tak hanya itu, kisah pilu juga diceritakan Mamah Rosa saat membantu perempuan berusia 14 tahun yang menjadi korban kekerasan seksual seperti perkosaan hingga hamil.

"Melihat kondisi para perempuan yang mengalami kekerasan seksual dan KTD membuat saya sedih. Tak jarang mereka depresi berat karena menjadi korban ditambah stigma lingkungan dan orang tua yang tak mau menerima," ujar Mamah Rosa.

Baca Juga:Sidang Kasus Aborsi 7 Janin di Makassar, Saksi Ketakutan Lihat Terdakwa Pria

Mama Rosa menuturkan perempuan berusia 14 tahun tersebut diperkosa oleh orang terdekatnya dan keluarganya tidak mau menerima kondisi perempuan itu.

Korban perkosaan itu akhirnya dititipkan ke Griya Welas Asih oleh keluarga, melihat hal itu, Mamah Rosa mengaku terpukul.

"Dia dititipkan di sini dalam kondisi hamil besar dan mengalami trauma. Hati saya hancur melihatnya, saya cuma bisa berdoa agar anak tersebut kuat," terangnya.

Ia mengatakan, perempuan yang mengalami KTD tak seharusnya dikucilkan dan dijauhkan dari keluarga. Lantaran perempuan yang mengalami KTD rentan akan depresi hingga berujung bunuh diri.

Menurutnya hal yang seharusnya dilakukan oleh orang terdekat seperti keluarga dan teman yakni memberikan dukungan moril.

Baca Juga:Siskaeee Ungkap Alasan Pamer Alat Vital Vulgar: Balas Dendam Karena Alami Hal Pilu Ini

"Orang hamil itukan sensitif ya, seharusnya mereka berhak mendapatkan support system bukannya malah dibuat tambah setres. Apalagi ini usia dibawah umur," tuturnya.

Perjuangan Mama Rosa untuk merawat anak-anak asuhnya tidaklah mudah. Pengalaman pahit juga ia telan, seperti penolakan dari lingkungan ketika mencarikan rumah kontrakan untuk dijadikan rumah singgah pada 2018 lalu.

"Waktu awal cari rumah kontrakan sempat dapat penolakan dari RT, karena saya cerita rumah yang akan saya kontrak akan dijadikan rumah singgah untuk perempuan hamil korban pemerkosaan dan hamil tanpa pertanggungjawaban laki-laki. Tapi ditolak Ketua RT karena ditakutkan akan menjadi aib di lingkungan sekitar," tuturnya.

Meski mendapatkan penolakan, namun keyakinan dan tekad kuat Mama Rosa, mendorongnya untuk mendapatkan rumah kontrakan dengan lingkungan yang bisa menerima kondisi anak asuhnya.

Dari perjuangannya untuk membantu korban pemerkosaan dan KTD yang tidak diterima keluarga, ia pun mendapatkan tempat di daerah Tanjung Emas Semarang Utara.

Saat itu pada 2018 Griya Welas Asih mendampingi dua perempuan yang tengah hamil tua. Kegigihan Mamah Rosa memberikan ruang aman dan layak bagi anak-anak asuhnya pun tak berhenti sampai di situ.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini