SuaraJawaTengah.id - Mungkin warga Kota Semarang tidak terlalu mengenal nama Ahmad Roemani. Mereka pasti lebih tau nama Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah.
Perlu kalian ketahui Ahmad Roemani adalah pendiri rumah sakit yang terletak di daerah Wonodri tersebut. Namanya memang nggak sepopuler rumah sakit yang dibangun menggunakan dana wakaf.
Mungkin tak banyak orang yang tau kalau Ahmad Roemani sebenarnya dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Namun dia justru membangun sebuah rumah sakit untuk Muhammadiyah.
Lalu bagaimana kisah Ahmad Roemani berhasil membangun rumah sakit. Apakah dia berasal dari kalangan darah biru sehingga mudah membangun pusat kesehatan di Kota Semarang.
Baca Juga:Kampung Bustaman Series 1, Bertahun-tahun Tinggal di Gang Sempit hingga Rela Berbagi WC
Berdasarkan sumber dari kanl Facebook Johanes Cristiono dan website lazismupekalongan. Ahmad Roemani lahir pada tahun 1927 di Desa Ngelowetan, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak. Keluarganya hidup serba pas-pasan. Pekerjaan ayahnya hanya buruh tani. Bahkan Roemani tak dapat melanjutkan sekolahnya.
Untuk meringankan beban orang tua, Roemani kecil sudah bekerja dengan menjadi pengembala kerbau dan usaha kecil-kecilan. Beranjak remaja, Roemani mencoba peruntungan dengan menjadi buruh di Grobogan.
Namun tetap saja hidup Roemani tak kunjung membaik. Ditengah rasa putus asa, di sebuah serambi masjid, Roemani mengucapkan nazar kalau kelak dia sukses, dia tidak akan lupa dengan orang-orang senasibnya.
Ketika punya sedikit modal, tahun 1944 Roemani merantau ke Kota Semarang menjadi pengepul besi-besi bekas. Saat Jepang berhasil menduduki Kota Semarang, Roemani sempat kembali ke kampung halamannya.
Setelah Indonesia merdeka, rupanya Roemani ikut bergabung dengan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) untuk mengusir tentara Jepang sebagai upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kemudian Roemani sempat jadi polisi dan bertugas di wilayah Gajah serta Morodemak. Namun hal itu nggak bertahan lama, tepat tahun 1950 Roemani memilih mengundurkan diri untuk menekuni bisnis levelansir seperti menyediakan bahan bangunan, pemborong proyek-proyek DPU, penyalur pupuk, jual beli kayu jati, berdagang beras, hasil bumi, serta usaha angkutan.
Usaha yang dijalankan Roemani berkembang pesat. Setelah pulang tanah suci, dia memindahkan kegiatan bisnisnya di Jalan Singosari. Konon, saat Roemani terbaring sakit, dia bermimpi dan diminta untuk memberi makanan kepada anak yatim.
Lalu dia berdiskusi dengan seorang teman. Semula Roemani mengusulkan ide ingin menyumbangkan empat mobil bak terbuka untuk membantu pendanaan Panti Asuham Yatim (PAY). Tapi temannya mengusulkan ide membangun rumah sakit, nantinya keuntungan dari rumah sakit itu digunakan untuk pembiayaan PAY.
Singkat cerita, Roemani berhasil membangun rumah sakit lalu diresmikan pada tanggal 27 Agustus 1975. Lima bulan setelah itu Roemani meninggal dunia akibat sakit lever di RS Kariadi pada 21 Desember 1975. Jenazahnya kemudian dikebumikan di pemakaman Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang.
Seorang buruh, pejuang dan pengusaha itu juga sudah memenuhi nazarnya. Setiap Jumat banyak orang-orang yang meminta bantuan untuk kebutuhan pembangunan sekolah, pesantren, masjid dan lain-lainnya. Roemani pun nggak pernah menolak, dengan ringan tangan akan membantu siapa pun yang datang.
Kontributor : Ikhsan