SuaraJawaTengah.id - Gereja Santo Yusup atau lebih dikenal dengan sebutan Gereja Gedangan memiliki sejarah panjang sebagai tempat peribadatan umat Katolik di Kota Semarang.
Terletak di Jalan Ranggowarsito Nomor 11 Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur. Usia Gereja Gendangan ini bahkan telah mencapai satu abad lebih.
Kisah berdirinya Gereja Gedangan tak terlepas dari kedatanga Pastor Lambertus Prisen pada tanggal 28 Desember 1808 di Kota Semarang. Waktu itu Pastor Prinsen mendapat mandat dari Gubernur Jenderal Daendels untuk melayani umat Katolik di "stasi" Semarang.
"Sebelum umat Katolik memiliki gereja sendiri. Waktu umat itu umat Katolik diperbolehkan menggunakan Gereja Immanuel atau Gereja Blenduk," kata Wakil Dewan Pastoral Paroki, Zeno Gebyar Kristianto saat ditemui Suara.com, Sabtu (23/12/23).
Baca Juga:Sejarah Gereja Santo Antonius Purbayan, Gereja Katolik Pertama di Solo
Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 1815. Peribadatan umat Katolik di Kota Semarang berpindah-pindah. Bahkan sempat menggunakan rumah warga hingga rumah pastor.
Pada akhirnya mampu membeli tanah lalu membangun Gereja Gendangan. Diketahui peletakkan batu pertama pada tanggal 1 Oktober 1870. Lima tahun berikutnya Gereja Gendangan berdiri serta diresmikan oleh Mrg. J. Lijnen pada tanggal 12 Desember 1875.
"Nama resmi gerejanya memang Santo Yusuf. Tapi orang-orang banyak nyebut gedangan. Ya mungkin karena gereja ini berada di daerah gedangan," imbuh lelaki yang akrab Zeno tersebut.
Sedangkan pemberian nama Santo Yusuf juga bukan tanpa sebab. Sosok Santo Yusuf terkenal memiliki sikap kerendahan hati yang tidak pernah menonjolkan diri, bertanggungjawab dan pekerja keras dalam menjaga keluarga Kudus.
Pada perkembangannya banyak tokoh besar agama Katolik dan tokoh nasionalis pernah tinggal di Gereja Gendangan. Salah satunya adalah Romo Franciscus G.J.M van Lith, S.J Romo Van Lith dan Mgr. Albertus Soegijaprata.
"Soegijaprata semua tau beliau Pahlawan Nasional dan punya semboyan terkenal 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia," jelas Zeno.
Dijelaskan Zeno, Soegijaprata juga pernah membantu pemuda pribumi dalam memerangi Jepang dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang. Kala itu, Soegijaprata mempersilahkan para pemuda bersembunyi di Gereja Gedangan agar terhindar dari kejaran tentara Jepang.
Bahkan Soegijaprata juga berperan aktif membantu negara Indonesia untuk mendapat pengakuan kemerdekaan dari Negara Eropa. Pertama, Seogijaprata mengirim surat diplomasi ke Vantikan untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Setelah Vantikan jadi Negara Eropa yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Kemudian negara-negara Eropa lainnnya menyusul mengikuti langkah Vantikan.
Sejauh ini bangun Gereja Gendangan sudah mengalami tiga kali pemugaran. Meski begitu, tidak mengubah bangunan asli dan masih mempertahankan desain ala kolonial.
"Yang sering mengalami perubahan itu gedung layanan pastural. Jadi di tempat itu digunakan untuk pelayanan imam dan persekutuan doa," bebernya.
Sementara di dalam bangun Gereja Gendangan sendiri terdapat beberapa interorior seperti Patung Hati Kudus Yesus, Lukisan 14 Jalan Salib Tuhan, Lonceng, 12 Lukisan yang menceritakan Doa Bapak Kami dan masih banyak yang lainnya.
"Kemarin itu kan ada film tentang Soegijaprata lokasi syuntingnya kan disini (Gereja Gendangan)," pungkas Zeno.
Kontributor : Ikhsan