Menguak Sejarah Gereja Blenduk, Ikon Baru Sekaligus Magnet Wisata Kota Semarang

Gereja Blenduk yang sampai saat ini digunakan sebagai tempat ibadah jemaat GPIB (Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat) Imanuel Semarang.

Ronald Seger Prabowo
Minggu, 21 Januari 2024 | 14:10 WIB
Menguak Sejarah Gereja Blenduk, Ikon Baru Sekaligus Magnet Wisata Kota Semarang
GPIB Immanuel atau yang dikenal dengan sebutan Gereja Blenduk, ikon wisata Kota Lama Semarang. [Suarabaru.id/Anggry Pello]

SuaraJawaTengah.id - Kota Semarang memiliki sederet lokasi maupun bangunan bersejarah yang menjadi daya tarik wisatawan dan masyarakat.

Salah satunya Gereja Blenduk yang berada di kawasan Kota Lama Semarang.

Nama Gereja Blenduk sudah sangat dikenal, maka hal ini menjadi daya tarik besar dan merupakan magnet yang menarik wisatawan untuk datang ke Semarang.

Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang bermakna kubah. Sebenarnya kata blendhuk sendiri dalam Bahasa Jawa untuk menggambarkan perut yang membuncit, seperti halnya orang hamil.

Baca Juga:Kembali Disebut dalam Bursa Pilwalkot Semarang, Ini Tanggapan Yoyok Sukawi

Meski demikian, Gereja Blenduk yang sampai saat ini digunakan sebagai tempat ibadah jemaat GPIB (Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat) Imanuel Semarang.

Melansir Suarabaru.id--jaringan Suara.com, arsiteknya yakni mantan Rektor Undip Prof Ir Eko Budihardjo menyebut kata 'blendhuk' sebagai paraban atau nama panggilan.

Bahkan Prof Eko Budihardjo Ketika bertemu orang asing, memperkenalkan Gereja Blenduk sebagai The Pregnance Church (gereja hamil) yang makna sebenarnya gereja dengan bentuk bangunan kubah, yang bentuknya mirip perut perempuan hamil, di bagian atasnya.

Gereja Blenduk merupakan salah satu Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, Pada awalnya berbentuk rumah panggung Jawa, yaitu atap tajuk.

Pada Tahun 1787 rumah panggung tersebut mengalami perombakan total kemudian pada Tahun 1794 diadakan perubahan kembali bentuk dan ukurannya. Gereja ini selanjutnya direnovasi pada 1894 oleh W.Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja.

Baca Juga:Bermain di Tepi Sungai, Anak Berusia 11 Tahun di Kota Semarang Tenggelam

Gereja ini masih aktif digunakan untuk ibadah hari Minggu dengan jadwal ibadah pukul 09.00 dan 17.00 WIB

Sebagai pusat ibadah Kristen yang kuno, Gereja Blenduk memiliki daya tarik spiritual bagi para pengunjung dari berbagai latar belakang agama. Jemaat dan wisatawan datang bersama untuk merasakan ketenangan dan keagungan yang terpancar dari dinding-dinding sejarah gereja ini.

Wisatawan dosmetik maupun manca negara dapat mengunjungi dan memasuki area dalam gereja pada hari Selasa-Jumat jam 09.00 – 15.00 WIB dengan biaya 10 ribu per orang untuk biaya pemeliharaan gereja.

"Gereja Blenduk memancarkan keanggunan arsitektur kolonial Belanda baik di dalam gedung maupun diluar yang unik gereja ini mempertahankan keindahan dan keutuhan strukturalnya seiring berjalannya waktu, menjadi magnet bagi wisatawan yang mengagumi pesona masa lalu," ujar Sri seorang wisatawan yang berkunjung ke Gereja Blenduk.

Gereja Blenduk mampu menangkap hati semua kalangan generasi dari anak-anak yang terpesona oleh keajaiban arsitektur hingga para lansia yang kembali merenungkan kenangan masa lalu, gereja ini menawarkan pengalaman yang dapat dinikmati oleh seluruh keluarga.

Fasilitas ramah anak dan program edukasi untuk pelajar menjadikan kunjungan ke Gereja Blenduk sebagai momen berharga bagi setiap keluarga.

Gereja Blenduk bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai wakil sejarah hidup.

"Dalam setiap langkah, kami berusaha memelihara harmoni antara kekayaan rohaniah dan warisan sejarah, menciptakan ruang yang menginspirasi bagi semua yang datang," ujar Sutiyo Koster Gereja Blenduk.

Gereja Blenduk terus menjelma sebagai saksi bisu perjalanan kota, menyatukan generasi yang berbeda melalui pesona dan kearifan sejarahnya. Sebagai daya tarik wisata religi dan sejarah yang menyebar ke segala usia, Gereja Blenduk memberikan warna tersendiri pada panorama budaya Kota Lama Semarang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak