SuaraJawaTengah.id - Pada momen mudik lebaran tahun 2024. Salah satu kudapan khas Kota Semarang yakni lumpia mulai diburu para pemudik ketika singgah di ibu kota Jawa Tengah.
Setiap momen mudik dan lebaran seperti membawa berkah bagi penjual lumpia. Pemilik toko Lumpia Gang Lombok Nomor 11, Vincen Setiawan Usodo mengakui penjualan lumpia di momen idulfitri laris manis.
Bahkan manisnya penjualan lumpia ketika lebaran tak tertandingi jika dibandingkan dengan perayaan hari besar lainnya seperti tahun baru dan imlek.
Untuk memenuhi permintaan konsumen, Lumpia Gang Lombok setiap harinya sampai menyediakan 1.000 biji lumpia.
Baca Juga:Demi Sang Buah Hati, Pemudik dari Tangerang Ajak Kucing Kesayangan Mudik ke Semarang
"Kami hanya menjual lumpia original basah dan goreng. Karena kami ingin menjaga warisan dari orang tua terdahulu," ucap Vincet pada Suara.com, Senin (8/4/24).
Karena telah jadi ikon kuliner Kota Semarang. Lumpia memang sangat cocok dijadikan oleh-oleh untuk sanak keluarga di kampung.
Jangan khawatir usia produk ini juga bisa tahan lama. Asalkan setelah tiba di rumah langsung dimasukkan ke lemari pendingin.
"Untuk perjalanan jauh direkomendasikan beli lumpia goreng bisa tahan 24 jam. Misal langsung dimasukkan ke kulkas bisa tahan seminggu," bebernya.
Sejauh ini penjualan Lumpia Gang Lombok nggak hanya mengandalkan pembeli offline. Mereka juga acap kali mengirim lumpia ke luar kota dengan memanfaatkan pasar online.
Baca Juga:Sambut Pemudik, Ini Cara Manfaatkan Pelayanan 24 Jam di Kota Semarang
Hebatnya lagi Lumpia Gang Lombok tembus ke gerai supermarket Grandlucky dan NiCo. Setidaknya dalam sebulan, Vincen bisa memasok kudapan tersebut sebanyak dua kali.
Kilas Balik Sejarah Lumpia
Vincen merupakan generasi kelima yang mengelola usaha Lumpia Gang Lombok. Lumpia sendiri berasal dari dua kata 'lum' yang berarti gulung dan 'pia' yang berarti roti.
Bisa dibilang Lumpia Gang Lombok ini merupakan pelopor menjamurnya penjual-penjual lumpia hingga jadi ikon kuliner di Kota Semarang.
Berdasarkan cerita dari turun-temurun, lumpia sudah ada sejak abad ke-19. Peraciknya adalah dua sejoli beda negara asal China dan Indonesia yakni Tjoa Thay Yoe dan Warsih.
Semula Tjoa Thay Yoe yang lahir di Fujian memilih peruntungan ke tanah air dengan jualan makanan khas Tionghoa berisi daging babi dan rebung.
Disisi lain Warsih seorang penduduk pribumi ternyata memiliki usaha jualan makanan yang hampir sama. Yang membedakan citra rasa buatan Warsis dominan manis dan berisikan kentang udang.
Lambat laun, bukannya bersaing atau musuhan. Kedua orang tersebut malah jatuh cinta lalu menikah. Setelah itu mereka berdua meracik makanan bersama dengan sentuhan budaya Tionghoa dan Jawa.
Sejak saat itu terciptalah sebuah kudapan bernama "Lumpia". Sebelum menetap di Jalan Terman (sekarang berganti jadi Gang Lombok) pasangan suami-istri tersebut menjajakan lumpia berkeliling dengan cara dipikul.
"Tapi dulu awal nama makanannya nggak langsung lumpia," tandas lelaki berusia 27 tahun tersebut.
Kontributor : Ikhsan