SuaraJawaTengah.id - Kegiatan study tour tengah menjadi sorotan publik. Bahkan pro dan kontra pun terjadi soal kunjungan wisata untuk para pelajar di Jawa Tengah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah menyoroti perlunya regulasi yang mengatur kegiatan study tour siswa secara menyeluruh dari berbagai aspek, mulai keselamatan hingga pendanaan.
"Regulasinya, ya, hal-hal yang berhubungan dengan transportasi. Pastikan moda transportasi yang dipakai aman," kata anggota Komisi E DPRD Jateng Yudi Indras Wiendarto dikutip dari ANTARA di Semarang, Sabtu (1/6/2024).
Keamanan armada, salah satunya dipersyaratkan dengan uji kir, usia kendaraan tidak boleh lebih dari lima tahun, termasuk perlunya perusahaan angkutan menyertakan sopir cadangan saat kegiatan study tour.
Baca Juga:Kembalikan Formulir Pendaftaran Pilgub Jateng, Hendrar Prihadi: Saya Siap Bertarung!
"Yang lebih penting adalah koordinasi. Yang dikhawatirkan orang tua kan keselamatan di jalan, keselamatan di tempat akomodasi (tempat menginap), dan keselamatan di tempat tujuan outing class," katanya.
Ada pula, kata dia, masukan dari masyarakat bahwa penyelenggara perjalanan terpaksa melakukan pengiritan biaya, termasuk terkait keselamatan armada karena harus menanggung biaya guru atau pengawas.
"Kan ada mekanisme seorang ASN bertugas seperti apa? Perlu dikorelasikan karena kalau tiga hari berturut-turut absen (tidak masuk kerja) karena mendampingi outing class, kan menjadi bermasalah," katanya.
Menurut dia, para guru yang mendampingi study tour bisa saja diberikan surat tugas sehingga mereka akan mendapatkan biaya akomodasi dan transportasi secara harian sehingga tidak memberatkan siapa-siapa.
"Kalau soal outing class, ya, saya menyebutnya, kita ini kan menganut Kurikulum Merdeka Belajar. Outing class sangat penting. Tidak harus tempat wisata, tetapi bisa ke industri, misalnya," katanya.
Baca Juga:Ketua LKPP Akhirnya Daftar Bakal Calon Gubernur Jateng ke PDI Perjuangan
Jadi, kata dia, para siswa akan mendapatkan pengalaman dan pembelajaran baru di luar kelas sehingga bisa meningkatkan kreativitas, jaringan, kerja sama, dan kemandirian mereka.
"Bagaimana dengan anak enggak mampu? Ya tinggal dibikin mekanismenya, misalnya di komite (sekolah, red.) agar siswa-siswa tidak mampu itu didorong bisa ikut (outing class, red.)," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Sunarto mengakui bahwa kebijakan saat ini masih melarang study tour karena berbasis larangan pungutan.
Namun, kata dia, pihaknya saat ini sedang menggodok aturan untuk memberikan ruang bagi satuan pendidikan menggelar kegiatan di luar sekolah secara terencana dan tidak memberatkan orang tua siswa.
"Jadi, kami berupaya bagaimana mengatur agar outing class ini bisa diselenggarakan oleh sekolah tanpa memberatkan orang tua. Makanya, perlu perencanaan kegiatan dari awal," katanya.
Dengan perencanaan awal, kata dia, bisa diperkirakan anggaran yang dibutuhkan hingga bagaimana mencari sumber pendanaan, dengan mempertimbangkan banyak hal agar tidak memberatkan orang tua siswa.