Teka-teki Korupsi di Pemkot Semarang, Mudah Membaca Siapa Tersangkanya

Hampir 10 jam, petugas KPK menggeledah Balai Kota Semarang hingga rumah pribadi Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 18 Juli 2024 | 08:54 WIB
Teka-teki Korupsi di Pemkot Semarang, Mudah Membaca Siapa Tersangkanya
Petugas KPK menuju ruang Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPJB) Kompleks Balai Kota Semarang Lantai 6, Rabu (17/7/2024).(Suara.com/Sigit AF)

SuaraJawaTengah.id - Belasan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keluar tergesah-gesah dari Kompleks Balai Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu petang (17/7/2024), sekira pukul 18.15 WIB. Terlihat tiga petugas mengangkut dua koper berwarna merah dan hitam, serta satu buah kardus.

Tak satu pun petugas KPK menjawab pertanyaan para wartawan yang menunggu sedari pagi. Setelah barang bukti dimasukkan ke dalam mobil, rombangan pergi begitu saja dari balai kota.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengonfirmasi bahwa penggeledahan tersebut merupakan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemkot Semarang.

"Betul bahwa sedang ada kegiatan penyidikan di daerah Semarang," katanya di Gedung KPK, Jakarta.

Baca Juga:Breaking News: KPK Geledah Balai Kota Semarang, Ada Apa?

Hampir 10 jam, petugas KPK menggeledah Balai Kota Semarang. Mereka mendatangi ruang-ruang penting, di antaranya Kantor Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, ruang sekretaris daerah (Sekda), dan ruang Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPJB). Rumah pribadi Mbak Ita di Kompleks Bukit Sari Semarang juga tak luput dari penggeledahan.

KPK menjelaskan kasus penyidikan yang dimaksud adalah kasus dugaan korupsi atas pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemkot Semarang pada 2023-2024.

Lalu kasus dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah Kota Semarang, serta dugaan penerimaan gratifikasi pada 2023-2024.

Dalam kasus-kasus tersebut, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 888 pada 12 Juli 2024. Surat tersebut berisi tentang larangan bepergian keluar negeri untuk dan atas nama empat orang, dua dari penyelenggara negara dan dua lainnya dari swasta.

"Larangan ini berlaku untuk enam bulan ke depan. Untuk nama dan inisial tersangka belum bisa disampaikan saat ini," kata Tessa.

Baca Juga:Ronaldia, Robot Pintar Siap Jawab Semua Pertanyaan Kesehatan di Kota Semarang

Teka-Teki Korupsi yang Makin Terang

Menurut Pengajar Kebijakan Anti-Korupsi Universitas Diponegoro Prof Budi Setiyono, tindakan penggeledahan yang dilakukan KPK mengafirmasi dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. Dia pun mendukung KPK untuk menjalankan tugasnya membersihkan pemerintahan dari praktik korupsi.

"Tindakan KPK akhirnya mengafirmasi teka-teki yang selama ini berkembang di tengah masyarakat Semarang," katanya saat dikonfirmasi Suara Jawa Tengah.

Prof Budi memandang tindakan penggeledahan ini murni penegakan hukum dan tidak terkontaminasi dengan permainan politik menjelang kontestasi Pilkada 2024.

"Penyelidikan sudah lama dilakukan KPK terhadap kasus ini," ujarnya.

Dia berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi para wali kota Semarang berikutnya agar lebih hati-hati, bersih dan arif dalam menyelenggarakan pemerintahan.

"Barangkali ini juga karena desakan masyarakat beberapa waktu lalu yang membombardir KPK berkait dengan kasus yang sudah lama dirumorkan," tutur dia.

Petugas KPK membawa barang bukti seusai menggeledah Kantor Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Rabu (17/7/2024).(Suara.com/Sigit AF)
Petugas KPK membawa barang bukti seusai menggeledah Kantor Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Rabu (17/7/2024).(Suara.com/Sigit AF)

Siapa Tersangkanya?

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan penyelidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang sudah lama dilakukan oleh KPK. Saat barang bukti sudah mencukupi, kasus akan dinaikkan ke penyidikan dan penetapan tersangka.

"Perkara ini sudah agak lama penyelidikannya oleh KPK, bahkan satu tahun yang lalu, atau awal tahun ini paling tidak," katanya saat dikonfirmasi.

Meski KPK belum mengumumkan siapa tersangkanya dalam kasus tersebut, Boyamin mengatakan publik bisa membacanya dengan mudah lewat penggeledahan yang dilakukan KPK.

"Siapa tersangkanya? ya, siapa yang digeledah? Kalau kantor hingga rumah wali kota yang digeledah ya berarti wali kota salah satu tersangkanya," ungkap dia.

Menurutnya, posisi Mbak Ita yang sebelumnya wakil wali kota, lalu naik menjadi wali kota Semarang sangat memungkinkan tersandung kasus korupsi.

Apalagi, kata dia, Mbak Ita berangkat keluarga pemborong sehingga pemahamannya tentang menjadi wali kota diragukan.

"Mbak Ita berangkat dari keluarga pemborong, atau supplier tenaga outsourcing. Apakah dia tidak bisa membedakan posisi dulu dengan yang sekarang saat jadi penguasa," katanya.

Boyamin menyayangkan munculnya kasus dugaan gratifikasi, korupsi pengadaan barang atau jasa, tender diatur, dan pemerasan terhadap pegawai di Pemkot Semarang.

Menurutnya, wali kota Semarang tidak cermat dan hati-hati dalam memimpin daerah.

"Mungkin pada posisi ini yang istilahnya bisa diduga aji mumpung. Jadi kalau diproses hukum, ya wajar karena ada dugaan korupsi," jelas dia.

Dia mendukung proses hukum yang dijalankan oleh KPK. Menurutnya, lembaga antirasuah ini telah berbenah setelah dikritik habis oleh banyak pihak sehingga KPK sudah berusaha menangani kasus korupsi dengan alat bukti yang cukup dan tidak akan memaksakan kasus.

"Saya kira dalam proses ini KPK sudah menjalankan tugasnya. Dan kalau sudah ada yang dicekal keluar negeri, itu berarti sudah serius karena sudah ada alat bukti yang cukup. Kalau tidak cukup, tetapi sudah mencekal itu, kan, ada bantahan dari yang bersangkutan," paparnya.

Boyamin tidak memiliki dugaan jika kasus ini terkait dengan kontestasi Pilkada 2024. Menurutnya, tindakan KPK ini bukan kali pertama dilakukan. KPK kerap memproses pejabat jelang kontestasi jika alat buktinya cukup.

"Justru kalau mau mencalonkan diri (calon wali kota, red) lagi, jangan bikin lubang, jangan karupsi sehingga gampang ditembak. Jadi dalam jabatan politik itu begitu, akan diincar oleh lawan-lawan politiknya baik saat menjabat atau saat menuju jabatan itu," tuturnya.

"Sangat zalim jika ada orang korupsi, tetapi tidak diproses karena menjelang Pilkada," tambah Boyamin.

Kontributor : Sigit Aulia Firdaus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak