Fakta Brutal hingga Sisa Kejanggalan Kasus Penembakan Siswa Semarang, 2 Pihak Belum Puas

Rekonstruksi kasus penembakan siswa SMK di Semarang digelar. Terungkap fakta bahwa Aipda R menembak dari jarak dekat karena mengira begal

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 02 Januari 2025 | 17:48 WIB
Fakta Brutal hingga Sisa Kejanggalan Kasus Penembakan Siswa Semarang, 2 Pihak Belum Puas
Tersangka Aipda Robig Zaenudin memperagakan penembakannya terhadap siswa SMK Negeri 04 Semarang Gamma Rizkynata Oktafandi (17) dalam rekonstruksi yang digelar Polda Jateng, Senin (29/12/2024). [suara.com/Sigit AF]

SuaraJawaTengah.id - Ditreskrimum Polda Jawa Tengah telah menggelar rekonstruksi kasus penembakan terhadap siswa SMK Negeri 04 Semarang, Senin 29 Desember lalu. Tiga siswa menjadi  korban dalam kasus tersebut yang membuat satu di antaranya atas nama Gamma Rizkynata Oktafandi (17) meregang nyawa.

Rekonstruksi ini tidak hanya menjawab banyak isu ambigu, tetapi juga 44 adegan yang diperagakan mengungkap kronologi dari awal sebelum penembakan dan peran masing-masing saksi, korban, dan tersangka.

"Rekonstruksi ini sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP)," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Artanto kepada awak media seusia kegiatan.

Gelar rekonstruksi dimulai sekira pukul 13.00 WIB, di Kelurahan Jerakah, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Lalu berpindah ke lima titik lainnya hingga sampai di lokasi penembakan di Jalan Penataran Candi, Kecamatan Ngaliyan, tepatnya di depan Alfamart.

Baca Juga:Semarang Diprakirakan Hujan Ringan, Warga Diminta Waspada Kondisi Cuaca

Dalam rekonstruksi tersebut, memang tidak  terlihat adanya tawuran. Yang ada hanya rencana perkelahian antar-dua kelompok yang urung terlaksana lantaran satu pihak membawa senjata tajam atau celurit.

Bukannya membubarkan diri, kelompok almarhum Gamma, lalu menaiki sepeda motor untuk mengambil celurit dan melakukan pengejaran terhadap lawannya. Baik kelompok yang mengejar maupun yang dikejar sama-sama membawa sajam.

Alasan Sebenarnya Aipda Robig Menembak Terungkap

Kombes Artanto mengungkapkan bahwa Aipda Robig Zaenudin yang melihat peristiwa kajar-kejaran tersebut, mengira ada aksi begal sehingga mengeluarkan tembakan beberapa kali. Satu tembakan peringatan ke arah pukul 11, dan tiga tembakan ke arah pengendara sepeda motor yang dikira begal.

"Jadi Aipda R terbukti melakukan perbuatan yang tidak perlu dilakukan dan dianggap berlebihan, ini koreksi untuk yang bersangkutan," katanya.

Baca Juga:Liburan Akhir Tahun Minim Sampah: Pemkot Semarang Terbitkan Edaran Pengendalian Sampah Nataru

Terpisah, Kuasa Hukum Aipda Robig, Herry Darman mengatakan bahwa kliennya memang mengira bahwa peristiwa pengejaran satu kendaraan oleh tiga kendaraan di belakangannya merupakan aksi begal. Menurutnya, sebelum melakukan tembakan, Aipda Robig melakukan peringatan dua kali.

"Satu peringatan dengan lisan, satu dengan tembakan ke arah jam 11," katanya.

Herry menjelaskan bahwa polisi sesuai aturan bisa menembak dengan standar operasional prosedur (SOP). "Jika ada aksi kejar-kejaran dengan menggunakan senjata tajam yang membahayakan nyawa, dan Aipda Robig melihat peristiwa itu, apakah tidak boleh menambak?" katanya.

Andy Prabowo, ayah almarhum Gamma Rizkynata Oktafandi, memberikan keterangan kepada wartawan seusai rekonstruksi kasus penembakan siswa SMK Negeri 4 Semarang, Senin (29/12/2024). [suara.com/Sigit AF]
Andy Prabowo, ayah almarhum Gamma Rizkynata Oktafandi, saat datang ke rekonstruksi kasus penembakan siswa SMK Negeri 4 Semarang, Senin (29/12/2024). [suara.com/Sigit AF]

2 Adegan Rekonstruksi Jadi Perdebatan, Satu Adegan Hilang

Selama rekonstruksi berlangsung, ada sejumlah reka adegan yang menjadi perbedaan dari sisi tersangka dan korban. Adegan pertama adalah mengenai jarak antara tersangka dan korban saat Aipda Robig mengeluarkan tembakan pertama.

Robig berdalih bahwa jaraknya sekitar 10 meter sesuai BAP, tetapi saksi bersikukuh bahwa jaraknya 8 meter. Perbedaan jarak setelah diukur dengan meteran oleh tim penyidik ini, sempat menimbulkan ketegangan antara kuasa hukum korban dan tersangka.

Adegan selanjutnya adalah keadaan Gamma dan dua teman yang mengapitnya saat Aipda Robig melepaskan tembakan ke arah tubuh bagian bawah korban meninggal.

Robig berdalih bahwa teman yang mengapit Gamma di belakang mengayunkan celurit ke arah dirinya, sementara saksi bersikukuh bahwa celurit tidak diacungkan ke arah Robig, tetapi hanya diletakkan di body motor bagian samping.

Henry menyebut bahwa selain dua adegan tersebut, terdapat satu adegan yang tidak diperlihatkan dalam rekonstruksi.

Menurutnya, tidak ada penjelasan mengenai terlukanya saksi berinisial V di bagian lengannya. Saksi V sendiri merupakan salah satu anggota kelompok yang dikejar oleh kawan-kawan almarhum Gamma.

"Ada apa ini, kok tidak diperlihatkan oleh peyidik Polda? Kenapa V bisa luka," tanyanya.

Dengan sejumlah perbedaan tersebut, pihaknya akan melawan ke pengadilan. Dia menegaskan bahwa kliennya tidak serta merta melakukan tembakan tanpa ada peristiwa mendesak yang mendahului.

"Masyarakat harus tahu, peristiwa ini tidak serta merta terjadi begitu saja," ungkapnya.

Gamma Ditembak dari Jarak 1,4 Meter

Kuasa Hukum Keluarga Gamma, Zainal Abidin Petir mengatakan dalam rekonstruksi terungkap fakta brutal bahwa Almarhum Gamma ditembak dari jarak yang sangat dekat, yakni kurang dari 2 meter.

"Tadi saya lihat jarak penembakan sekitar 1,4 meter. Tembakan ini sangat mematikan dan brutal," katanya.

Dia menjelaskan, dalam rekonstruksi ini terlihat bahwa Aipda Robig menembak tidak dalam kondisi terancam nyawannya, bahkan tidak juga ada penyerangan.

Kendati secara keseluruhan, petir menerima gambaran  rekonstuksi yang digelar Polda Jateng, pihaknya masih belum puas.

Menurutnya, rekonstruksi ini terlalu menyudutkan saksi dan korban. Misalnya, saksi dan korban sangat detail dimintai keterangan, sementara dari sisi tersangka tidak demikian.

"Saksi-korban disuruh cerita dari awal mulai ketemu di mana, perpindahan dari tempat satu ke tempat lain. Namun, Aipda Robig tidak juga dimintai cerita yang sama. Mestinya kan harus sama, biar kita dapat gambaran. Ini tidak proporsional," katanya.

Sementara itu, ayah almarhum Gamma, Andy Prabowo mengatakan sedikit kecewa dengan jalannya rekonstruksi. Menurutnya, saksi korban terlalu banyak diatur oleh tersangka maupun kuasa hukumnya.

"Saksi diatur-atur, harusnya kan biarkan saksi menunjukkan sendiri kajadian yang sebenarnya karena dia yang tahu," katanya.

Alat Bukti Jadi Kunci

Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio mengatakan sejumlah perbedaan antara saksi korban dan tersangka dalam rekonstruksi ini akan disandingkan dengan alat bukti digital forensik yang telah diamankan pihaknya.

"Perbedaan keterangan tersangka dan saksi tidak masalah, nanti kami akan sandingan dengan alat bukti digital forensik," ujarnya.

Dinyatakannya, peristiwa perkelahian atau tawuran antar-kelompok memang tidak  terjadi. Namun, aksi kejar-kejaran dengan menggunakan celurit adalah fakta.

Ditanya mengenai insiden senggolan antara korban dan tersangka, Kombes Dwi menegaskan  bahwa hal tersebut  tidak terjadi.  

"Tidak terjadi senggolan, hanya kepepet saja. Setelah menembak , Aipda R mencari keberadaan mereka, termasuk juga ke rumah sakit," katanya.

Kontributor : Sigit Aulia Firdaus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini