“Dengan syarat-syarat yang diberikan, saya rasa UMKM nggak akan mampu. Walaupun sudah banyak penawaran-penawaran yang sifatnya halu (mengkhayal terlalu tinggi),” kata Melati.
Lewat pesan WhatsApp, Melati menyampaikan unek-unek. Identitasnya kami rahasiakan. Menurut dia, isu ini sensisitf karena berpotensi menyenggol pihak-pihak tertentu.
“Kami sudah sempat didata, (katanya) dapat porsi bagian. Tapi endingnya semua dikelola oleh ordal (orang dalam). Ya semata-mata tawaran tersebut biar UMKM adem ayem.”
Badan Gizi Nasional merancang 3 model pengelolaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG): Swakelola BGN, kerjasama lembaga negara atau pemerintah, dan kerjasama pihak ketiga (swasta).
Baca Juga:Pemprov Jateng Alokasikan Rp67,13 Miliar untuk Program Makan Bergizi Gratis
Tahun ini Badan Gizi menargetkan terbentuk 5 ribu SPPG di 38 provinsi. Sebanyak 1.542 unit berstatus swakelola, sedangkan 3.458 lainnya diserahkan kepada instansi negara atau pengusaha.
Yang membuat ciut nyali usaha kecil saat mengajukan tender menjadi pengelola makan bergizi gratis, karena syarat pendirian satuan pelayanan yang mereka nilai tidak masuk akal.
Pihak ketiga boleh mengajukan kerjasama mengelola satuan pelayanan jika mampu menyediakan kantor dan dapur sesuai spesifikasi bangunan yang ditetapkan oeh Badan Gizi Nasional.
Ukuran luas bangunan kantor sekaligus dapur, minimum 300 meter yang berdiri di atas lahan seluas 600 meter persegi. Badan Gizi akan melakukan verifikasi jika luas bangunan lebih sempit dari ukuran minimum.
Bangunan dapur satuan pelayanan harus dilengkapi area loading dan unloading, distribution center, ruang food inspection, serta ruang cuci bahan makanan dan ruang penyimpanan produksi dingin (cooler).
Baca Juga:Bukan Cuma Indonesia, Ini 5 Negara yang Terapkan Makan Bergizi Gratis untuk Siswa
“Kami diberi syarat yang tidak masuk akal. Waktu terima syarat ini saya cuma ketawa. Padahal awal (katanya) syaratnya yang penting punya NIB (nomer induk berusaha). Pembagian jatah masak dibagi untuk UMKM sekitar sekolah.”