Sumber ini kemudian menyodorkan rencana modal awal yang dibutuhkan utuk set up dapur dan membeli perlengkapan masak baru. “Tadinya saya hitung Rp1,5 miliar sudah cukup. Tapi setelah dihitung lagi, pegang Rp2 miliar baru aman.”
Uang lebih dari Rp1,1 miliar dialokasikan untuk membeli peralatan dapur yang seluruhnya berbahan stainless steel. Peralatan dapur hanya bisa dipesan melalui perusahaan rekanan yang ditunjuk Badan Gizi Nasional.
Modal besar lainnya dipakai untuk membangun dapur dengan spesikasi lantai keramik dan tembok yang harus serba putih. Baru sekitar Rp300-an juta sisanya digunakan untuk belanja bahan baku dan gaji karyawan selama satu bulan.
Sumber kami menyebut program makan bergizi gratis menjanjikan untung besar. “Jangan dilihat dari nilai per pax yang hanya Rp10 ribu. Lihat perkaliannya. Ini kan jualan makanan yang sudah pasti pembelinya.”
Baca Juga:Pemprov Jateng Alokasikan Rp67,13 Miliar untuk Program Makan Bergizi Gratis
Dia menyorongkan telepon genggam. Pada layar tertera rincian modal yang harus dikeluarkan untuk belanja menu isian per 1 kotak makan. Dari beli bumbu, gas, lauk, hingga upah tukang masak, akhirnya ketemu angka Rp8.350.
Berarti dari setiap porsi makan, pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mengantongi untung bersih Rp1.650. Jika dikalikan dengan kuota 3.000 porsi per hari untuk 22 hari kerja, total keuntungan yang diraup mencapai Rp108.900.000 sebulan. “Dalam 20 bulan sudah kembali modal.”
Perhitungan ini tentu saja perkiraan di atas kertas. Menghitung pendapatan usaha tidak sama dengan cara kerja kalkulator yang serba pasti.
Tapi paling tidak, perhitungan itu cukup menggambarkan mengapa proyek basah bersakala nasional ini diincar banyak pihak.
Mengais Remah-remah
Baca Juga:Bukan Cuma Indonesia, Ini 5 Negara yang Terapkan Makan Bergizi Gratis untuk Siswa
Dari hitung-hitungan yang melibatkan nominal 10 digit itu, bukan berarti pelaku usaha kecil dan menengah hanya dibiarkan melongo menonton. Badan Gizi Nasional tentu menyisihkan sedikit irisan kue keuntungan yang boleh jadi rebutan.
Menurut petunjuk teknis program makan bergizi gratis, Badan Gizi Nasional akan menggandengan koperasi, BUMDes, dan pengusaha kecil sebagai mitra penyedia bahan baku dan barang.
Tentu dengan mekanisme pembayaran tagihan lewat pintu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi sebagai pemegang tender. Padahal sudah jadi hukum umum di dunia katering, pemenuhan hak vendor oleh perusahaan operator sering tidak adil.
Mulai masalah tagihan molor, hingga harga beli yang ditekan serendah mungkin karena margin laba yang tipis, menjadi sederet masalah yang mengancam para vendor.
Melati mengusulkan, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap usaha kecil dan menengah, mereka mendapat kesempatan untuk ikut ambil bagian menjadi pengelolaan satuan pelayanan program makan bergizi gratis.
Mengembalikan skema awal program saat namannya masih “sarapan gratis” yang mengalokasikan sebagian jatah mengolah makanan untuk siswa kepada UMKM di sekitar sekolah.