Awas Kencing Tikus! Leptospirosis Intai Warga Jateng di Musim Hujan

Waspadai leptospirosis! Awal 2025, Jateng catat 61 kasus akibat bakteri leptospira dari urin tikus

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 14 Februari 2025 | 09:24 WIB
Awas Kencing Tikus! Leptospirosis Intai Warga Jateng di Musim Hujan
Ilustrasi tikus sewaktu bencana banjir (unsplash/matt seymour)

SuaraJawaTengah.id - Musim hujan dengan banyaknya genangan di mana-mana, membuat masyarakat mesti.lwbih mewaspadai penyakit leptospirosis. Terlebih, awal 2025 ini, tercatat 61 kasus yang disebabkan bakteri leptospira, dengan penyebaran salah satunya melalui kencing tikus.

Hal itu dijelaskan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng Irma Makiah, saat ditemui di kantornya, Kamis (13/2/2025).

Menurutnya, ada beberapa cara penularan leptospirosis pertama melalui kontak langsung kulit terluka dengan urin hewan pembawa bakteri leptospira.

Kedua kontak antara kulit dengan air (genangan) dan tanah yang terkontaminasi urin hewan pembawa bakteri. Selanjutnya, mengonsumsi makanan yang terkontaminasi urin tikus yang membawa bakteri leptospira.

Baca Juga:Komjak: Revisi UU Kejaksaan Perkuat Koordinasi, Bukan Ambil Alih Peran Penyidik

"Bilamana tikus kencing di air, atau makanan, lalu air tersebut terkena luka atau mata. Bisa juga lewat mengonsumsi makanan yang terkena urin tikus, orang tersebut bisa terinfeksi leptospirosis," ujarnya.

Jika terinfeksi, orang yang tertular menunjukan beberapa gejala. Seperti demam, nyeri di badan, nyeri di betis, mata merah, gejala kekuningan pada badan, hingga gagal ginjal yang bisa berdampak pada kematian.

Oleh karenanya, jika seseorang berada di wilayah dengan koloni tikus, mengalami gejala, segera datangi fasillitas kesehatan. Karena, pada tahap awal leptospirosis sangat mudah dideteksi dan bisa diobati, dengan berobat di Puskesmas, klinik ataupun rumah sakit.

Ia menyebutkan, penularan leptospirosis rentan terjadi pada lingkungan padat penduduk, persawahan, perkampungan nelayan, atau lingkungan kumuh yang menarik bersarangnya tikus. Selain itu, potensi penularan juga terjadi di daerah yang rawan banjir, rob, sungai, dan pada lokasi dengan penanganan sampah yang buruk.

"Jadi, bagi bapak dan ibu yang pekerjaannya memang berisiko seperti ke sawah, lingkungannya atau pekerja yang diharuskan turun ke daerah banjir, mohon gunakan alat pelindung diri, seperti sepatu boot. Sebab, jika ada luka sedikit saja, termasuk telapak kaki pecah-pecah, itu bisa berisiko terkena leptospirosis," ungkapnya.

Baca Juga:Inpres Efisiensi Anggaran 2025: Jateng Kaji Ulang Pos Belanja, WFA Belum Jadi Pilihan

Selain itu, Irma menyarankan untuk mengeliminasi tikus secara benar. Ia mengimbau agar tikus tidak dijerat, yang berpotensi menyebarkan cairan atau darah, yang diduga terinfeksi bakteri. Karena, selain leptospira, tikus dapat membawa 48 bibit penyakit.

Ia juga mengimbau agar tidak membuang bangkai tikus yang tertangkap di jalanan. Hal itu ditakutkan dapat menyebarkan penyakit dan mengotori lingkungan.

"Tangkap dengan kandang jebak, kemudian jemur tikus pada panas matahari hingga mati, siram dengan air panas mendidih atau tenggelamkan dalam wadah sampai mati dan airnya diberi disinfektan," paparnya.

Menurut data Dinkes Jateng, pada awal 2025 telah terjadi 61 kasus leptospirosis. Sebaran kasus terjadi di Banyumas, Magelang, Purworejo, Cilacap, Karanganyar, Demak, Klaten, Kebumen, Wonosobo, Sukoharjo dan beberapa wilayah lain, seperti di Pantai Utara

Sementara itu, pada 2024 tercatat ada 545 kasus dengan kasus meninggal dunia mencapai 66 orang.

"Ketika ada gejala segera ke fasilitas kesehatan, puskesmas atau klinik. Bisa juga menghubungi kader kesehatan dari puskesmas yang ada di desa-desa. Penyakit ini bisa sembuh dengan pemberian antibiotik. Kasus kematian disebabkan adanya komorbid, atau terlambat dibawa ke rumah sakit," pungkas Irma.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini