
Rumah Terancam Dijual
Keluarga Sandiman tinggal di rumah sederhana yang berukuran 7x12 meter. Di rumah itu, terdapat satu kamar di ruang depan yang jadi tempat Sandiman memijat pelanggannya.
Sandiman merupakan perantaun asal Wonogiri yang tinggal di Semarang sejak 1985. Usia yang makin menua dengan kehidupan yang makin sulit, terbesit di pikirannya untuk kembali ke kampung halaman.
"Kalau di kampung kan banyak saudara, mungkin lebih banyak yang membantu merawat," ucapnya.
Baca Juga:Dari Hobi Jadi Juara: Kisah SDN Klepu 03 Ungaran Taklukkan MilkLife Soccer Challenge
Namun, Sandiman masih penuh keraguan. Meski memiliki saudara di kampung, tetapi di sana dia tidak memiliki tanah maupun rumah.
Sempat terpikir di benaknya menjual rumah di Semarang untuk membangun rumah di kampung. Namun, dia masih dipenuhi keraguan.
"Kalau jual rumah ini, hanya cukup buat bangun rumah di kampung, pekerjaan saya bagaimana? Kalau ada modal juga buat usaha, mungkin bisa," ujarnya.
Tak Pernah Mendapat Bantuan
Sandiman mengaku telah menjadi warga Kota Semarang sejak tahun 1997. Namun, hingga kini tak sepeser pun bantuan dari pemerintah yang ia terima.
Dia bercerita, saat bertemu dengan temannya di Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITM) Kota Semarang, banyak temannya yang sudah mendapatkan bantuan.
"Saya juga bingung, kok saya sendiri yang tidak pernah mendapatkan bantuan," katanya.
Sandiman berharap pemerintah mau turun membantu nasib keluarganya yang tidak beruntung itu. "Harapannya, ini bisa bikin rumah di desa karena di sana banyak saudara biar ada yang bantu," ucapnya.
Sementara itu, istri Sandiman, Kholifah, 50, juga mengharapkan hal yang sama. Meski mengaku sabar dalam menghadapi ujianya hidupnya, tubuh tuannya tidak bisa berbohong.
"Sudah ujian saya, ya tak terima saja. Ayahnya sabar, tapi kadang saya tidak sabar," katanya.
Dia pun kerap tertekan dengan perkataan tetangga maupun saudara yang membandingkan anak-anaknya yang terlahir berbeda.