Insiden Kekerasan Terhadap Jurnalis di Semarang: Oknum Polisi Minta Maaf

Oknum polisi minta maaf atas kekerasan pada fotografer Antara saat kunjungan Kapolri. Korban menerima maaf, namun menekankan evaluasi agar insiden tak terulang

Budi Arista Romadhoni
Senin, 07 April 2025 | 08:59 WIB
Insiden Kekerasan Terhadap Jurnalis di Semarang: Oknum Polisi Minta Maaf
Oknum Polisi Ipda E (dua dari kanan) saat meminta maaf ke Kantor LKBN ANTARA pada Minggu (6/4/2025). [Istimewa]

SuaraJawaTengah.id - Insiden dugaan kekerasan terhadap pewarta foto Perum LKBN ANTARA, Makna Zaesar, yang terjadi saat kunjungan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Semarang Tawang pada Sabtu (5/4/2025), akhirnya mendapat titik terang.

Ipda E, oknum anggota tim pengamanan protokoler Kapolri yang terlibat dalam peristiwa tersebut, secara terbuka menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan komunitas pers.

Permintaan maaf itu disampaikan dalam sebuah pertemuan resmi yang digelar Minggu (6/4/2025) malam di kantor Perum LKBN ANTARA Biro Jawa Tengah, Semarang.

Pertemuan ini menjadi ruang mediasi penting, dihadiri oleh Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto yang mewakili institusi Polri, Direktur Pemberitaan ANTARA Irfan Junaidi, Makna Zaesar sebagai korban, serta Ipda E sendiri.

Baca Juga:Daftar Harga Mobil Bekas di Semarang yang Cocok untuk Mudik Lebaran 2025

"Saya menyesal dan menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media atas kejadian di Stasiun Tawang. Ke depan saya berharap bisa menjadi lebih humanis, profesional, dan lebih dewasa dalam bertugas," ujar Ipda E dengan nada penuh penyesalan.

Makna Zaesar menerima permintaan maaf tersebut secara pribadi. Namun, ia tetap menekankan pentingnya tindak lanjut secara institusional dari kepolisian agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi terhadap jurnalis lain.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto menggarisbawahi bahwa Polri menyesalkan insiden ini. Ia menjelaskan bahwa saat kejadian, kondisi di lokasi sangat ramai dan padat, namun hal tersebut tidak bisa dijadikan pembenaran atas tindakan kekerasan.

"Prosedur pengamanan tidak boleh dilakukan secara emosional. Jika ditemukan pelanggaran dalam penyelidikan, maka sanksi akan diberikan sesuai aturan yang berlaku," tegas Artanto.

Ia juga menambahkan bahwa pers adalah mitra strategis Polri dalam menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat.

Baca Juga:Tragedi di Tanah Suci: Satu Keluarga Jamaah Umrah Asal Semarang Meninggal dalam Kecelakaan

Sementara itu, Direktur Pemberitaan ANTARA, Irfan Junaidi, juga menyesalkan kejadian yang tidak seharusnya terjadi tersebut.

Menurutnya, insiden ini menjadi momentum evaluasi bersama demi terciptanya profesionalisme yang lebih baik, baik dari pihak media maupun aparat keamanan.

"Kami menghargai keberanian Ipda E yang secara ksatria meminta maaf. ANTARA akan terus menjalankan tugas jurnalistik secara profesional dan bermitra dengan Polri demi menciptakan ruang kerja yang aman dan produktif," ujarnya.

Dukungan dan pengawalan terhadap kasus ini juga datang dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang.

Dalam pernyataan sikap resminya, PFI Semarang menyatakan bahwa permintaan maaf bukanlah akhir dari proses advokasi, melainkan bagian dari rangkaian upaya untuk memastikan hak-hak korban tetap dihormati.

Sebagai organisasi profesi, PFI Semarang menjalankan peran advokatif untuk mendampingi korban, termasuk menyediakan bantuan hukum jika korban memilih menempuh jalur hukum.

Mereka juga mengonfirmasi bahwa Kapolri telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dari Jakarta, sembari menegaskan komitmen untuk mengusut tuntas kejadian ini.

Dokumentasi berupa foto dan video permintaan maaf juga diunggah sebagai bentuk transparansi publik. Hal ini menunjukkan bahwa proses penanganan insiden terus dikawal oleh komunitas jurnalis dan organisasi profesi secara terbuka.

PFI Semarang mengajak seluruh pihak untuk terus menjaga ruang kerja jurnalis yang aman, bebas dari kekerasan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan pers sebagai pilar demokrasi.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa dalam situasi apapun, penghormatan terhadap tugas jurnalistik harus dijaga. Jurnalis bukan pengganggu, melainkan perpanjangan tangan masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar dan akurat. Sinergi antara media dan aparat keamanan perlu dirawat dengan saling menghargai tugas dan tanggung jawab masing-masing.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini