Kasus-kasus ini tidak hanya menggambarkan ketidaktaatan perusahaan terhadap kewajiban normatif, tetapi juga memperlihatkan kesenjangan dalam sistem perlindungan tenaga kerja di Indonesia.
Para pekerja yang terlibat dalam ekonomi digital, pekerja kontrak jangka pendek, hingga tenaga honorer, sering kali berada dalam posisi rentan dan kurang diperhatikan dalam kerangka hukum ketenagakerjaan.
Di sisi lain, keterbatasan jumlah pengawas ketenagakerjaan dan lemahnya sanksi terhadap perusahaan yang melanggar, menjadikan pengawasan terhadap kewajiban THR setiap tahun seperti ritual yang berulang. Sanksi administratif memang tercantum dalam regulasi, tetapi penerapannya di lapangan kerap tak tegas.
Momen pasca-lebaran semestinya menjadi refleksi bagi semua pihak—pemerintah, pengusaha, dan masyarakat luas—untuk memperbaiki tata kelola ketenagakerjaan. THR bukanlah bentuk kebaikan hati dari perusahaan, melainkan hak normatif yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Baca Juga:One Way Lokal di Tol Salatiga-Kalikangkung Dihentikan: Puncak Arus Balik Lebaran 2025 Terlewati