Kepolisian, sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum dan penjaga ketertiban masyarakat, dituntut untuk mampu membersihkan tubuhnya dari oknum-oknum yang tidak lagi layak mengenakan seragam.
“Pemberhentian tidak dengan hormat ini merupakan bentuk ketegasan institusi dalam menjaga marwah dan integritas Polri,” ujar seorang sumber internal kepolisian yang enggan disebutkan namanya.
Dukungan terhadap keputusan KEPP pun mengemuka dari sejumlah pemerhati kepolisian dan perlindungan anak. Menurut mereka, langkah tegas ini patut diapresiasi sebagai upaya memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi yang selama ini dibebani tugas berat dalam menjaga keamanan dan keadilan sosial.
Suara dari Pihak Korban
Baca Juga:Skandal Bertubi-tubi Polda Jateng: Dari Penembakan Gamma hingga Intimidasi Band Sukatani
Sementara itu, DJ, ibu dari bayi NA yang menjadi korban, berharap agar proses hukum terhadap Brigadir AK berjalan secara adil dan transparan. Ia masih terpukul dan enggan memberikan banyak komentar kepada media, namun melalui kuasa hukumnya menyampaikan harapan agar pelaku dihukum seberat-beratnya.
“Kami berharap aparat tidak hanya menghukum secara etik, tetapi juga menjatuhkan hukuman pidana maksimal sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar kuasa hukum DJ.
Peristiwa ini menjadi alarm keras bagi Polri untuk terus memperkuat sistem pengawasan dan evaluasi perilaku anggotanya, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Publik menuntut agar kasus-kasus seperti ini tidak lagi terjadi di masa depan.
Dengan sorotan tajam dari masyarakat, institusi Polri dihadapkan pada tantangan besar: tidak hanya menuntaskan kasus ini secara tuntas dan terbuka, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata dalam membangun kembali kepercayaan publik yang selama ini mudah luntur karena ulah segelintir oknum.
Baca Juga:Aksi Memalukan! Oknum Polisi Semarang Peras Sejoli di Pantai Marina