Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan atas penerapan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menurut mereka belum sepenuhnya adaptif terhadap realitas di lapangan.
Tuntutan utama yang digaungkan adalah perlunya ruang dialog antara pemerintah, sopir truk, pemilik armada, dan pelaku industri logistik.
Para sopir menyoroti bahwa desakan pasar dan industri kerap kali memaksa mereka membawa muatan berlebih agar bisa bersaing secara harga dan memenuhi kebutuhan produksi.
Mereka juga mendesak agar pemerintah ikut mengkaji ulang sistem logistik nasional, termasuk perlunya regulasi tarif angkutan yang adil, peningkatan kesejahteraan sopir, dan jaminan perlindungan hukum agar mereka tidak menjadi korban kebijakan sepihak.
Baca Juga:Dukungan Ekonomi Pekerja Industri Tembakau: DBHCHT Cair Jelang Lebaran dan Tahun Ajaran Baru
Melalui sikap terbuka Ahmad Luthfi, muncul harapan bahwa Jawa Tengah akan menjadi percontohan dalam penerapan kebijakan ODOL secara bertahap, partisipatif, dan lebih manusiawi.
Gubernur juga diyakini mampu menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah pusat dan masyarakat bawah yang terdampak langsung oleh kebijakan ini.
Dengan demikian, langkah koordinasi dan komunikasi intensif yang diusulkan Luthfi diharapkan dapat meredam gejolak dan menghadirkan solusi jangka panjang yang adil bagi semua pihak, tanpa mengorbankan keselamatan jalan dan keberlangsungan ekonomi masyarakat.