- 7 Tahun Buron: Elisabeth Riski, terpidana penggelapan Rp292 juta, ditangkap setelah 7 tahun DPO.
- Ditangkap di Banyumanik: Tim Kejaksaan mengamankan Elisabeth di sebuah rumah di Semarang tanpa perlawanan.
- Vonis 8 Bulan Penjara: Elisabeth terbukti menggelapkan uang PT Eka Prima Graha dan divonis sejak 2018.
SuaraJawaTengah.id - Tujuh tahun sudah Elisabeth Riski Dwi Pantiani menghirup udara bebas sebagai buronan. Setelah berhasil mengelabui aparat sejak 2018, pelarian terpidana kasus penggelapan uang perusahaan senilai Rp292 juta ini akhirnya tamat di sebuah rumah di kawasan Banyumanik, Kota Semarang.
Malam itu, Jumat (19/9/2025), suasana di Jalan Rasamala Utara, Banyumanik, yang tenang mendadak tegang. Tim gabungan intelijen Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang bergerak senyap menuju sebuah rumah yang telah lama diintai.
Di sanalah persembunyian Elisabeth, wanita yang namanya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) selama tujuh tahun terakhir, berhasil diendus.
Tanpa perlawanan berarti, drama pelarian panjang itu pun berakhir. Elisabeth, yang divonis bersalah menggelapkan uang PT Eka Prima Graha, tak bisa lagi mengelak.
Baca Juga:Tragedi Hajatan Tahlil di Semarang: Niat Berdoa Berujung Derita, Keluarga Ikut Jadi Korban
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Semarang, Cakra Nur Budi Hartanto, mengonfirmasi penangkapan buronan ini.
"Diamankan di sebuah rumah di Jalan Rasamala Utara, Banyumanik, Kota Semarang, pada Jumat (19/9) malam," ujar Cakra dikutip dari ANTARA di Semarang, Sabtu (20/9/2025).
Menurutnya, saat tim gabungan menggerebek lokasi, Elisabeth menunjukkan sikap kooperatif. Ia pasrah ketika diserahkan kepada tim jaksa eksekutor untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di masa lalu.
Jejak Kejahatan dan Vonis yang Diabaikan
Kisah kejahatan Elisabeth bermula jauh sebelum pelariannya. Ia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelapan uang di PT Eka Prima Graha, tempatnya bekerja.
Baca Juga:BRI Dukung UMKM Lokal: Kisah Sukses Burjo Ngegas Pleburan Jadi Mitra BRILian
Tak tanggung-tanggung, dana perusahaan sebesar Rp292 juta berhasil ia kantongi untuk kepentingan pribadi.
Kasusnya bergulir ke Pengadilan Negeri Semarang. Ironisnya, selama proses persidangan, Elisabeth hanya dikenai status tahanan kota, sebuah kebijakan yang memberinya keleluasaan lebih dan mungkin menjadi celah baginya untuk merencanakan pelarian.
Majelis hakim PN Semarang akhirnya menjatuhkan vonis 8 bulan penjara.
Merasa tak terima, Elisabeth mencoba peruntungan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, namun usahanya sia-sia. Putusan pengadilan tingkat kedua justru menguatkan vonis sebelumnya.
Tak menyerah, ia menempuh upaya hukum terakhir dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Lagi-lagi, dewi fortuna tak berpihak padanya.
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasinya, yang berarti putusan 8 bulan penjara telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah sejak 2018.