Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Kamis, 23 Mei 2019 | 17:58 WIB
Kuasa Hukum Brigadir TT Maruf Bajammal. [Suara.com/Adam Iyasa]

SuaraJawaTengah.id - Majelis hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang menolak gugatan Brigadir TT atas sengketa surat keputusan Kapolda Jateng Kep/2032/XII/2018, tertanggal 27 Desember 2018 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat dari dinas Polri atas nama penggugat. Gugatan ditolak lantaran masih prematur.

Majelis hakim menilai penggugat tidak mendalilkan telah melakukan upaya banding administrarif setelah atau pasca adanya keputusan yang ditetapkan tergugat sebagai obyek sengketa.

Upaya banding administratif dimaksud yakni, menempuh prosedur keberatan administrasi yang ditujukan kepada Kapolda Jateng atau Kapolri sebagaimana dimaksud pasal 76 ayat 1 dan 2, pasal 77 ayat 2 dan pasal 78 ayat 2 UU No 36 tahun 2015, tentang administrasi kepemerintahan.

"Sehingga dalil tergugat mengenai esensi gugatan penggugat prematur atau belum waktunya cukup beralasan hukum, menimbang karena esensi gugatan prematur, maka gugatan tidak dipertimbangkan lagi," kata Hakim Ketua Panca Yunior Utomo, dalam bacaan amar putusannya, Kamis (23/5/2019).

Baca Juga: Dipecat Polri karena Homoseksual, Gugatan Brigadir TT Ditolak PTUN

Karenanya, Majelis hakim berpendapat jika PTUN Semarang secara absolut belum berwenang menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tersebut.

"Pertama karena gugatan prematur diterima, maka dinyatakan gugatan penggugat tidak diterima, kedua menghukum penggugat membayar biaya timbul dalam perkara sebesar Rp 348.000," putusannya.

Mendengar keputusan majelis hakim, Kuasa Hukum Brigadir TT, Maruf Bajammal menilai majelis hakim telah melakukan kekeliruan dengan mengatakan gugatan kliennya prematur.

"Banding administrasi sudah dilakukan. Pada saat diputus di sidang KEPP, terus keberatan menolak dan mengajukan banding. Dan banding itu ditolak, ada putusannya," kata Ma'ruf Bajammal.

Maruf juga melihat keanehan pada internal Polri yang tidak mengatur secara terbuka terkait prosedur banding administrasi pada obyek sengketa.

Baca Juga: Dipecat karena Gay, Brigadir TT Mengadu ke Komnas HAM

"Di internal Polri sendiri tidak ada ketentuannya, problemnya ketika itu tidak ada dan kita tidak boleh mengajukan gugatan, ini menjadikan tidak ada kepastian hukum bagi klien kami," bebernya.

Karenanya, Kapolda Jateng saat itu mengeluarkan SK obyek sengketa tersebut terbit atas dasar putusan sidang KEPP dan putusan sidang komisi banding.

"Ketika sudah dikeluarkan obyek sengketa dan kemudian udah final, dia tetap disuruh dipaksa untuk mengajukan banding administratif, ini menurut kami hakim keliru. Ini tidak ada kepastian hukum disini," jelasnya.

Pihaknya juga menilai hakim salah memahami UU nomor 30 tahun 2004 yang mengatakan bahwa warga masyarakat yang merasa dirugikan dapat melakukan banding administratif

"Dari frasanya aja ada kata dapat, yang artinya bisa dilakukan bisa tidak, hakim salah memahaminya. Namun begitu kami akan mengajukan banding putusan sela hakim diwaktu 14 hari kedepan ini," tukasnya.

Kontributor : Adam Iyasa

Load More