Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Jum'at, 18 Oktober 2019 | 15:50 WIB
Warga menunjukkan kabar viral di media sosial soal hajatan di Sragen. [Solopos/Tri Rahayu]

Mendekati hari H, desas-desus rencana boikot warga santer terdengar di telinga Suhartini dan keluarga besarnya.

Desas-desus itu semakin menguat tatkala Suhartini mendatangi ketua RT setempat, untuk minta tolong supaya warga sekitar mau menjadi rewang demi lancarnya pesta pernikahan sang putri.

Pada saat itu, Suhartini merasa dipingpong. “Kata Pak RT, dia sudah tidak mengurusi itu. Lalu saya diminta datang ke pengurus karangtaruna. Saya kemudian datang ke pengurus karangtaruna, dia malah kaget karena merasa tidak diberi wewenang untuk mengurusi warga yang diminta jadi rewang,” kenang Suhartini.

Demi mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, kegiatan kumbokarnan atau rapat panitia hajatan akhirnya digelar pada H-7. Biasanya, kegiatan kumbokarnan digelar pada H-2.

Baca Juga: Hajatan Mantu di Sragen Diboikot Warga karena Pilkades, Ini Faktanya

Dihalang-halangi

Ironis, dari ratusan warga di RT 013 yang diundang mengikuti kumbokarnan, sebagian besar tidak datang.

Bahkan, saat keluarga mengedarkan punjungan yang berisi aneka makanan kepada warga, sebagian besar dikembalikan.

Bingkisan teh dan gula yang sebelumnya diserahkan kepada ketua RT setempat juga ikut dikembalikan.

“Hati saya rasanya tidak keruan. Niat baik saya memberi punjungan kok malah dikembalikan. Sejumlah punjungan yang dikembalikan itu bahkan tertera nama-nama yang menolak punjungan itu,” beber Suhartini.

Baca Juga: Pilkades jadi Ajang Judi, Lelaki Paruh Baya dan Pemuda Dicokok Polisi

Lantaran mendapat respons kurang baik dari warga sekitar, mau tidak mau Suhartini mengandalkan tenaga dari luar. Umumnya, mereka didatangkan saudara-saudara Suhartini dari luar desa, bahkan luar kecamatan.

Load More