Hanya saja perjuangan tak seberat kakak kelasnya. Rumahnya dengan sekolahan hanya berjarak sekitar 200 meter, tapi dengan kontur jalan yang menanjak.
"Saya betah sekolah di sini, karena gratis, terus tidak perlu pakai seragam. Daripada harus sekolah negeri jaraknya jauh, harus membawa uang saku, belum lagi harus ngojek," kata Reza yang menggunakan beras empat kilogram untuk mendaftar di sekolah ini.
Reza tak memiliki gawai sendiri. Namun saat proses pembelajaran di masa pandemi seperti saat ini, dia terpaksa harus meminjam gawai orangtuanya. Atau jika sedang dipakai, ia meminjam kepada relawan yang mengajar di MTS Pakis.
Persoalan gawai dan kuota pulsa tersebut, lazimnya menghantui kegiatan belajar mengajar di masa Pandemi Corona seperti saat ini. Beruntung, sekolah tempat mereka mendapat solusi yang mujarab untuk menyelesaikan masalah keterbatasan biaya dan bahkan koneksi jaringan internet.
Asa dan harapan itu muncul seminggu yang lalu. Kala itu, gabungan komunitas yang terdiri dari Organisasi Radio Amatir Indonesia (Orari) Kabupaten Banyumas, komunitas Pers dan Mitra Kerja serta jajaran pemerintahan tingkat kabupaten membuat metode yang menarik.
Mereka menerapkan terobosan metode pembelajaran jarak jauh menggunakan sinyal radio dengan bantuan alat Handy Talkie (HT) pun diujicobakan.
Namun, bukan tanpa halangan. Siswa tetap harus ke tepian Telaga Kumpe, tak jauh dari sekolah agar jaringan frekuensi lancar.
Memang, dari dalam ruang kelas bisa saja, tapi ketika jaraknya saling berdekatan suara yang ditimbulkan pun jadi putus nyambung.
"Jauh lebih lancar jika dibandingkan pakai gawai. Tapi memang harus diatur jaraknya. Jadi harus mencari tempat sendiri-sendiri per kelompok dibagi empat orang karena keterbatasan alat," jelasnya.
Baca Juga: Kompaknya Bikin Ngakak, Ibu Diam-Diam Bantu Anak Beri Jawaban Saat PJJ
Hari ini, ia bersama 10 temannya ditugaskan untuk membuat puisi tentang kemerdekaan oleh relawan yang menjadi guru dari Fakultas Ilmu Budaya Unsoed Purwokerto.
Mengingat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang tinggal dua hari lagi. Ia pun harus membacakan puisi dari tepian Telaga Kumpe.
"Susah bikin puisinya, ini saya buat lama juga. Karena baru pertama buat," katanya sembari dibimbing oleh relawan dari Purwokerto melalui HT.
Ia bersama teman satu sekolah mengaku sedikit kesulitan mengikuti pelajaran, terlebih jika mata pelajaran Bahasa Inggris.
Lantaran yang didengar, berbeda dengan caranya menulis. Perlu pemahaman lebih jauh.
"Susah kalau pelajaran Bahasa Inggris. Yang diucapkan guru berbeda dengan yang saya tulis. Saya dengarnya apa, tapi waktu saya tulis lain lagi," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Kinerja Berkelanjutan, BRI Kembali Salurkan Dividen Interim Kepada Pemegang Saham 2025
-
Ini Tanggal Resmi Penetapan UMP dan UMK Jawa Tengah 2026: Siap-siap Gajian Naik?
-
Melalui BRI Peduli, BRI Hadir Dukung Pemulihan Korban Bencana di Sumatra
-
Mitigasi Risiko Bencana di Kawasan Borobudur, BOB Larang Pengeboran Air Tanah dan Penebangan Masif
-
15 Wisata Banyumas Paling Hits untuk Libur Sekolah Akhir Tahun 2025