Budi Arista Romadhoni
Selasa, 08 September 2020 | 18:10 WIB
Ilustrasi Pilkada 2020

SuaraJawaTengah.id - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 menjadi momentum yang berbeda dari pemilu sebelumnya. Pesta demokrasi menjadi tidak terlihat menarik saat ini. Tidak ada keramaian, dan tidak ada kampanye tatap muka.  

Saat ini proses Pilkada di 270 kabupaten, kota, dan provinsi di Indonesia telah melintasi tahapan baru, yakni pendaftaran pasangan bakal calon perseorangan dan dari partai politik.

Namun, hiruk-pikuk dinamika politik di daerah yang menyelenggarakan pilkada terpantau dengan jelas dari beragam platform media.

Pawai, arak-arakan, dan rombongan yang berbondong-bondong ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi ciri yang selalu mewarnai pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah.

Gambar-gambar yang tersebar tampak lebih dari cukup untuk menilai bahwa suasana dan hiruk-pikuk itu sama dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Kemeriahan rombongan dan kerumunan orang menggambarkan betapa tidak ada bedanya dengan suasana normal.

Imbauan pemerintah dan penyelenggara pemilu agar pasangan bakal calon dan tim suksesnya mengenyahkan kerumunan dan pengerahan massa seolah angin lalu. Kenyataan itu menunjukkan bahwa suksesi kepala daerah masih identik dengan massa yang kasat mata.

Jumlah massa masih dianggap sebagai tolok ukur menunjukkan kekuatan politik (show of force). Massa yang banyak juga diklaim sebagai "personal branding" untuk mendongkrak elektabilitas.

Peneguhan implementasi protokol kesehatan yang selalu didengungkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 tampaknya belum sepenuhnya dipatuhi di arena pilkada.

Kekhawatiran penyebaran virus corona dari massa yang terkonsentrasi di sekitar pasangan calon tertutup hiruk-pikuk Pilkada 9 Desember 2020.

Baca Juga: PKL Malioboro Meninggal Positif Covid-19 dan 4 Berita Top SuaraJogja

Karena itu, ada kekhawatiran dari berbagai pihak mengenai potensi munculnya klaster baru penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Kekhawatiran klaster pilkada sedang dirasakan banyak pihak.

Kerja Keras

Sebelum klaster pilkada, telah muncul klaster di kalangan keluarga dan masyarakat, klaster pasar tradisional dan klaster perkantoran. Pergerakan atau mobilitas orang juga disebut memicu peningkatan jumlah kasus positif.

Begitu juga klaster rumah sakit telah banyak diulas tentang lebih 100 dokter meninggal dunia. Itu belum jumlah paramedis dan tenaga kesehatan lainnya yang meninggal akibat terpapar virus corona.

Di semua klaster-klaster itu harus diakui masih membutuhkan kerja keras untuk mengatasi virus yang bermula dari Wuhan (China) ini. Dalam enam bulan terakhir, pergulatan telah berlangsung di tengah kasus terus bertambah setiap hari.

Kini proses politik sedang bercampur-baur dengan penyebaran wabah global ini. Jumlah orang yang terinfeksi pun terus meningkat di saat di tengah pergerakan orang di area pilkada naik.

Load More