Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 28 Oktober 2020 | 11:35 WIB
Adin Hysteria (tengah) [Foto istimewa] 

SuaraJawaTengah.id - Akhmad Khoirudin atau yang akrab dipanggil Adin Hysteria merupakan pemuda yang bergerak di bidang seni di Kota Semarang. Perjuangannya dengan tiga sahabatnya sejak tahun 2005 kini membuahkan hasil. 

Ketika pandemi Covid-19 sedang ganas-ganasnya, pada Febuari 2020 lalu ia memenangkan kompetisi global Grannd Prize Youfab Award di Shibuya, Tokyo, Jepang.  Kompetisi tersebut merupakan penghargaan tertinggi dalam event tahunan yang dihelat di beberapa daerah. 

"Youfab Award merupakan penghargaan tertinggi dari Fabcafe di Hong Kong, Hindia, Tokyo, Kyoto, Bangkok, Taipe, Barcelona, Toulouse, Strasbourg dan Monsteeey," jelas pemuda kelahiran Rambang itu kepada Suara.com, Rabu (28/10/2020). 

Ia berhasil memenangkan kompetisi Youfab Award karena berhasil memadukan antara teknologi dan masyarakat. Adin berhasil mengalahkan peserta-peserta lain yang sejatinya lebih modern karena banyak yang menciptakan start up, big data dan teknologi lain. 

Baca Juga: Gereja Ditolak, Kemenag Sukoharjo akan Temukan Pihak Gereja dengan PKUB

"Kelebihan saya adalah kita sudah melakukan hubungan antara teknologi dan masyarakat. Kalau peserta lain lebih banyak berfokus pada teknologi saja," katanya. 

Menurutnya, alasan utama yang membuatnya dapat memenangkan kompetisi tersebut karena saat itu Youfab sedang mencari terobosan alternatif selain capaian-capaian teknologi. 

"Saat itu Youfab sedang mencari terobosan-terobosan baru. Kebetulan juri suka dengan karya kita," imbuhnya. 

Sejak kecil, ia memang menyukai dunia seni. Kerapkali Adin belajar seni-seni tradisional seperti wayangan, ketoprak, tarian tradisional yang setiap tahun ada di kampungnya. Saat itulah, ia mulai tertarik pada dunia seni. 

"Dari kecil sudah tertarik. Selain melihat secara langsung, dulu sejak Sabtu dan Minggu di televisi seringnya ada wayangan. Jadi saya sering nonton," ujarnya. 

Baca Juga: Gereja Ditolak, Kemanag Sukoharjo: Pendirian Harus Melalui Beberapa Syarat

Hal itu juga didukung dengan adanya kelompok ketoprak di kampungnya yang membuatnya semakin dekat dengan dunia seni. Sejak itu, selain melihat secara langsung ia juga mempelajari seni melalui buku-buku dan novel. 

"Saat itu saya bisa akses buku dan novel di perpustakaan. Itu juga sangat berpengaruh," katanya. 

Menurutnya, apa yang ia dapatkan saat ini melalui proses yang panjang. Sejak tahun 2007 kelompoknya (Hysteria) memulai dengan juaalan nasi kucing. Tempat tersebut sekaligus menjadi bascamp komunitasnya. 

"Sejak tahun 2008 hingga akhirnya kita bisa sewa tempat untuk membuat basecamp," paparnya. 

Sebagian besar, basecamp Hystoria dibuat untuk laboratorium seni. Di tempat tersebut sering dilakukan untuk diskusi sastra, pameran, workshop, pemutaran film dan juga festival. 

Meski pandemi Covid-19 sempat menjadi ancaman yang menakutkan, secara perlahan komunitasnya itu mulai tumbuh lagi. Adin, sudah menghabiskan sebagian besar tabungannya untuk menghidupi komunitas tersebut agar tetap berguna untuk publik. 

"Sangat berpengaruh ya Covid-19 untuk kami. Lima kontrak kegiatan yang cukup besar terpaksa batal karena pandemi," keluhnya. 

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More