Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 21 November 2020 | 09:24 WIB
Gunung Merapi. (ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)

SuaraJawaTengah.id - Warga sekitar lereng Merapi memiliki kearifan lokal dalam memprediksi kondisi gunung api. Namun mereka tetap patuh pada instruksi dan informasi pemerintah.

Warga sekitar meyakini, sebelum Merapi erupsi pasti memberi peringatan pada warga agar menyingkir. Ikatan batin warga dengan Merapi ini sudah terjalin ratusan tahun dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.  

Peringatan itu biasanya disampaikan ke beberapa orang pilihan yang dikenal sebagai juru kunci Merapi. Mereka memiliki kepekaan untuk “berkomunikasi” batin dengan Merapi.  

Dua bersaudara Cipto (78 tahun) dan Sitras Anjilin (60 tahun) diantara orang-orang yang diberi kepekaan batin, sehingga mampu menerima pesan dari Merapi.

Baca Juga: Lihat Merapi Pakai Helikopter Pelajari Potensi Erupsi dan Dampaknya

Beberapa hari lalu, Cipto mengaku bermimpi bertemu Mbah Petruk, sosok yang diyakini warga merawat Merapi.

“Kakak saya ditemui Mbah Petruk lewat mimpi. Mbah Petruk mengatakan bahwa ‘ini dari Merapi itu arak-araknya akan agak besar’. Tapi nggak apa-apa,” kata Sitras saat ditemui di Padepokan Seni Tjipta Boedaja, Dusun Tutup Ngisor, Magelang Jumat (20/11/2020) malam.

Dalam mimpi itu Mbah Petruk juga memerintahkan Cipto mencari ayam tulak untuk dikurbankan sebagai syarat keselamatan kampung. Sebelum erupsi Merapi tahun 2010, Cipto dan Sitras juga mendapat pesan batin yang sama.

“Kemarin malam saya juga mimpi bertemu Mbah Petruk. Tapi mungkin saya kurang bersih, (tidak) seperti kakak saya, hanya ketemu di atas kampung ini. Dia hanya memperkenalkan ‘saya Mbah Petruk’, terus membicarakan apa itu kurang jelas,” ujar Sitras.

Menurut Sitras, ada 7 orang di sekitar Merapi yang memiliki kepekaan batin untuk menerima pesan atau membaca gejala alam terkait erupsi. Orang-orang ini yang sering menjadi tempat warga bertanya soal status Merapi.    

Baca Juga: Pos Pantau Gunung Merapi Balerante: Kemarin Pagi Terdengar Gemuruh

“Ada juga warga lain desa. Kebanyakan ke saya. Tapi, mungkin aktivitas saya beda, kurang peka gaibnya. Diantara 7 orang itu, yang hidupnya paling modern saya,” kata Sitras.

Sitras kemudian menyebut nama Mbah Gini, warga Dusun Ngentak, Desa Sumber, Dukun yang juga memiliki kepekaan dapat ‘berkomunikasi’ dengan Mbah Petruk.

“Ada yang tanya Mbah Petruk, Mbah Gini ngendiko (bilang) kalau ditunggu sampai tanggal 29. Kalau nggak apa-apa ya kita nggak apa. Tapi ditunggu sampai (tanggal) itu.”

Ditemui di rumahnya, Mbah Gini tidak banyak berbicara. Kami lebih banyak ngobrol dengan menantunya, Sarpono (56 tahun) yang sering dipercaya Mbah Gini untuk menerima para tamu.          

“Hanya yang dialami bapak itu jika Merapi akan ‘bekerja’ jika kira-kira berbahaya, kita disuruh menyingkir,” kata Sarpono.

Mbah Gini (104 tahun) salah seorang juru kunci Gunung Merapi, saat ditemui di rumahnya di Dusun Ngentak, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Magelang. (SuaraJawaTengah.id/ Angga Haksoro Ardhi).

“Pesannya Mbah Gini ‘nggak usah takut’, lha wong Merapi nggak akan geger. Bapak bilang, sekarang kan situasinya jelas.”

Mbah Gini memiliki nama lengkap Karyo Rejo. Nama Gini diambil dari nama putri pertamanya.

Menurut Sarpono, Mbah Gini lahir tahun 1916. Kakek berusia 104 tahun itu telah melalui banyak peristiwa letusan Gunung Merapi.

“Sekarang baru ngebul sedikit saja dibilang meletus. Jadi kalau seumpama (nanti) ngebul ya cuma kelihatan sedikit-sedikit. Bapak tidak bilang kalau akan geger. Merapi itu kalau mau mengeluarkan lahar, sedikit atau banyak pasti memberi tahu,” kata Sarpano.

Menurut Mbah Gini, warga baiknya menurut pada instruksi pemerintah untuk bersiaga, tapi tidak panik. Ilmu pengetahuan dan peralatan canggih yang dimiliki pemerintah untuk mengawasi kondisi Merapi sudah mumpuni.  

Pendapat ini diamini Sitras Anjilin yang meminta warga patuh pada instruksi pemerintah. Tugas warga hanya menyiapkan segala sesuatu jika mendapat perintah evakuasi.

“Kalau saya, ikuti aturan pemerintah seperti apa. Kalau diminta evakuasi ya kita evakuasi. Kalau tenang di rumah, ya di rumah saja. Tapi harus siap-siap terutama baterai di charge. Surat-surat dan pakaian sudah ditata, kalau mendadak harus evakuasi,” kata Sitras.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More