Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 04 Februari 2021 | 12:59 WIB
Penjual cabai di Pasar Peterongan ketika melayani pembeli [Suara.com/DafiYusuf]

SuaraJawaTengah.id - Jelang Tahun Baru Imlek 2021, harga cabai meroket di sejumlah pasar tradisional di Kota Semarang. Kenaikan harga cabai hingga Rp80 ribu per kilogram untuk komoditas cabai rawit merah.

Di Pasar Gayamsari, harga cabai rawit merah mencapai Rp80 ribu per kilogram dari sebelumnya Rp70 ribu per kilogram. Harga cabai besar Rp50 ribu per kilogram dari Rp45 ribu per kilogram.

Pedagang Pasar Gayamsari, Siti Rodiyah mengatakan, harga lombok memang sering naik sejak awal pandemi Covid-19. Bahkan, belakangan hargai cabai pernah sentuh angka Rp90 ribu per kilogramnya.

"Cabai rawit merah memang  mahal, sejak pandemi. Dari petaninya memang sudah mahal," jelasnya kepada suara.com, Kamis (4/2/2020).

Baca Juga: RS Telogorejo Semarang Diduga Lakukan Malapraktik, Ini Penjelasan Polisi

Sedangkan di Pasar Peterongan, harga cabai rawit merah dari harga sebelumnya Rp50 ribu per kilogram naik menjadi Rp55ribu per kilogram.

"Sedangkan harga cabai besar saat ini menjadi Rp75 ribu per kilogram dari Rp60 ribu per kilogram," jelas Pedagang Pasar Peterongan Maimunah.

Menanggapi hal itu, Kabid Pengembangan Perdagangan dan Stabilitas Harga Dinas Perdagangan Kota Semarang, Sugeng Dilianto menjelaskan, bahwa banyak petani yang merugi sejak awal pandemi.

Hal itu disebabkan pasokan cabai dari petani berkurang. Hal itu seiring dengan kebijakan penutupan hotel, rumah makan, resto dan kafe saat pandemi.

"Banyak tempat-tempat yang dulunya menjadi langganan para petani tutup," ucapnya.

Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Warga Semarang Budayakan 'Tingwe'

Pada awal pandemi harga cabai sempat rendah, hal itulah yang membuat petani cabai kehabisan modal untuk mulai menanam cabai. Ditambah, cuaca ekstrem yang membuat  petani kesulitan menanam cabai.

"Jadi, pasokan cabai di petani terbatas atau bisa dibilang menipis yang mengakibatkan harganya meroket selama pandemi," ujarnya.

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More