SuaraJawaTengah.id - Keberadaan kampung China atau Pecinan hampir bisa ditemukan di setiap kota di Indonesia. Bahkan kota kecil seperti Kota Tegal, dulunya juga memiliki kampung Pecinan, sebagai wilayah yang mayoritas dihuni oleh warga etnis Tionghoa dan menjadi jejak peleburan tradisi China dan pribumi.
Sejarawan Pantura, Wijanarto mengatakan, kawasan Pecinan di Kota Tegal berada di wilayah yang sekarang bernama Kampung Paweden, Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur.
"Kampung Paweden itu dulu Kampung Pecinan. Itu di wilayah kelenteng sampai di bekas bioskop Riang," kata Wijanarto kepada Suara.com, Kamis (11/2/2021).
Menurut Wijanarto, sebagai Kampung Pecinan, Kampung Paweden tidak hanya sebatas menjadi kawasan tempat tinggal warga keturunan Tionghoa, tetapi juga menjadi tempat tumbuhnya sejumlah industri yang dikelola warga keturunan Tionghoa.
Baca Juga: Momen Penyelamatan Sultan Syarif Kasim II oleh Suku Tionghoa
"Di situ muncul industri pembuatan kue latopia, terasi, pabrik kerupuk, udang dan kecap yang didirikan oleh warga etnis Tionghoa," ujar Wijanarto.
Dari sejumlah industri tersebut, salah satu yang masih bertahan hingga kini adalah latopia. Di Kampung Paweden, terutama di Jalan Paweden 100, bisa dijumpai sejumlah rumah warga keturunan Tionghoa yang juga dijadikan tempat produksi dan toko latopia. Beberapa di antaranya sudah dijalankan dari generasi ke generasi.
Pembuatan kue pia itu kini juga tak hanya dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa, tetapi juga warga pribumi dan menjadi salah satu makanan khas Tegal yang bisa menjadi oleh-oleh bagi para pelancong.
Menurut Wijanarto, latopia menjadi bukti meleburnya tradisi masyararakat Tionghoa dengan tradisi masyarakat pribumi di Kota Tegal.
"Latopia adalah satu makanan yang diterima masyarakat Tegal walaupun berasal dari tradisi masyarakat Tionghoa. Kalau di Jogja itu bakpia, di Brebes itu telur asin," ucapnya.
Baca Juga: Aneh, Pasar di Kota Tegal Boleh Buka Tapi Saat Tengah Malam hingga Pagi
Munculnya Kampung Pecinan di Kota Tegal sendiri menurut Wijanarto berawal ketika terjadi kerusuhan etnis di Batavia (sekarang Jakarta) pada 1740.
Berita Terkait
-
Novel Gongka: Pengalaman Masa Kecil di Lingkungan Pecinaan di Era 1980-an
-
Unik! Masjid Arab di Tengah Pecinan Makassar, Jemaahnya Hanya Pria
-
Lestarikan Budaya Tionghoa-Indonesia: Kisah Inspiratif Elsa Novia dan Benteng Walking Tour
-
Sejarah Cap Go Meh, Tradisi 2000 Tahun dari Ritual Kuno Hingga Festival Lampion
-
Semarak Perayaan Pawai Cap Go Meh di Pecinan Glodok
Terpopuler
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Rekrutmen Guru Sekolah Rakyat Sudah Dibuka? Simak Syarat dan Kualifikasinya
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Marah ke Direksi Bank DKI, Pramono Minta Direktur IT Dipecat hingga Lapor ke Bareskrim
Pilihan
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB, Terbaik untuk April 2025
Terkini
-
PSIS Semarang Siap Hadapi Persik, Targetkan Kemenangan untuk Jauhi Zona Degradasi
-
Tanjakan Sigar Bencah: Misteri Jalan Angker di Tengah Hutan Jati Semarang
-
Pemutihan Pajak Kendaraan: Nafas Baru bagi Warga, Jadi Pendongkrak PAD Jawa Tengah
-
UMKM Asal Sidoarjo Ini Sukses Raup Omzet Ratusan Juta Berkat Pemberdayaan BRI
-
Pertamina Tindak Tegas Kasus BBM Tercampur Air: Dua Awak Mobil Tangki Dipecat, SPBU Trucuk Dibekukan