SuaraJawaTengah.id - Pemerintah Kota Semarang bakal membuat peraturan daerah (Perda) untuk menyikapi pengambilan air dalam tanah yang menyebabkan penurunan tanah di Kota Semarang.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, jika suplai air dari PDAM sudah cukup pihaknya akan membuat pembatasan atau bahkan pelarangan untuk mengambil air tanah.
"Seharusnya memang ada Perda, kalau persediaannya sudah cukup, kita akan melakukan pembatasan atau bahkan pelarangan," jelasnya saat ditemui di Kantor Wali Kota Semarang, Selasa (18/10/2021).
Sampai saat ini suplai air dari PDAM sudah mencapai 80 persen dari hitungan kepala keluarga maupun industri. Menurutnya, sebagian banyak sudah bisa dicukupi suplai dari PDAM.
Baca Juga: Bocah Asal Jetis Korban Laka Air, BPBD Bantul Ingatkan Warga Pahami Karakteristik Sungai
"Dengan selesainya spam Semarang Barat sudah menambah kapasitas suplai air PDAM," ujarnya.
Untuk mencapai 100 persen, pihaknya akan membuat beberapa spam lagi. Untuk saat ini sudah ada beberapa titik yang potensial dibangun spam air bersih berikutnya.
"Sistem penyediaan air bersih yang saat ini sedang lelang ada di Pudakpayung dan Jatisari"paparnya.
Sebelumnya, Departemen Sistem Air Terpadu dan Tata Kelola pada IHE Delft Institute for Water Educatio, Michelle Kooy mengatakan, pesisir Kota Semarang akan hilang dalam waktu 10 tahun yang akan datang jika tak ada perubahan.
"Ini tergantung dengan pilihan-pilihan yang diambil oleh pemangku jabatan," jelasnya beberapa waktu yang lalu.
Baca Juga: Polisi Terus Selidiki Kasus 11 Siswa Mts Tewas Terbawa Arus Sungai
Selain itu, dia mengingatkan agar Pemerintah Kota Semarang membuat perencanaan dan arah kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah di Kota Semarang, terutama yang ada di kawasan pesisir.
"Pemerintah harus membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi di daerah-daerah pesisir," ucapnya.
Sejak Oktober 2020 - Januari 2021, Konsorsium Ground Up yang terdiri dari akademisi dan kelompok masyarakat sipil (IHE Delft Institute for Water Education, University of Amsterdam, Universitas Gadjah Mada, Amrta Institute dan KruHA) melakukan penelitian mengenai akses terhadap dan risiko terkait air di Kota Semarang.
Menurutnya, beberapa temuannya relevan dengan kejadian banjir yang terjadi di Semarang pada awal Februari 2021. Penelitian dilakukan di enam lokasi yang ditentukan berdasarkan beberapa kriteria spesifik.
"Yaitu zona air tanah (kritis, rentan dan aman), akses terhadap jaringan PDAM, risiko banjir dan amblesan tanah. Metode yang digunakan adalah survey dengan 319 responden yang berada di 6 lokasi terpilih dan dilengkapi dengan observasi lapangan dan studi literatur," paparnya.
Penemuan pertama yang relevan dengan banjir yang baru saja terjadi adalah ketergantungan Semarang yang besar pada air tanah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari 79,7 persen.
"Dari 79,7 persen tersebut, sebanyak 48.6 persen menggunakan air tanah dalam (ATDm) dan 31.1 persen menggunakan air tanah dangkal (ATDl)," imbuhnya.
Sementara itu, peneliti tata kelola air dan kota University of Amsterdam, Bosman Batubara mengatakan, ketergantungan pada air tanah relevan dengan pengelolaan banjir karena pengambilan air tanah yang berlebihan.
"Dari akuifer tertekan dapat menyebabkan terjadinya amblesan tanah (land subsidence)," jelasnya.
Menurutnya, amblesan tanah berdampak pada peningkatan risiko banjir. Banjir yang dimaksud adalah bajir lokal akibat curah hujan di satu lokasi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada.
"Yang kedua yaitu banjir rob yang terjadi akibat aliran dari air pasang atau aliran balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang," ujarnya.
Beberapa penyebab amblesan tanah selain pemanfaatan air tanah berlebihan adalah pembebanan bangunan, kompaksi (pemadatan) tanah aluvial, aktivitas tektonik.
Selain itu, pengerukan berkala yang dilakukan di Pelabuhan Tanjung Emas juga membuat sedimen di bawah Kota Semarang bergerak ke arah laut.
"Penyedotan air tanah berlebihan biasanya menyebabkan terjadi amblesan tanah dalam skala luas sedangkan pembebanan bangunan menyebabkan amblesan yang lebih lokal," katanya.
Beberapa daerah yang masih memakai air tanah di Semarang yaitu, Pandean Lamper, Siwalan, Sambirejo, Kangtempel, Rejosari, Lamper Lor, Lamper Kidul dan Lamper Tengah.
Kontributor : Dafi Yusuf
Berita Terkait
-
Adu Mekanik Tim Kampanye Ahmad Luthfi vs Andika Perkasa, Dukungan Jokowi Lawan PDIP
-
Cara Selamatkan Anak Tenggelam di Kolam Renang, Orang Tua Wajib Waspada!
-
Lapas Overkapasitas 89 Persen, DPR Desak Pemerintah Tambah Fasilitas dan Berantas Pungli
-
3 Tim BRI Liga 1 dengan Penampilan Amburadul: Ada Klub yang Incar Pratama Arhan
-
Tiga Klub Indonesia Terseret Sponsor Rumah Judi, Salah Satunya Berakhir Ngenes
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
Terkini
-
Wapres Gibran Dukung UMKM dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Semarang
-
Dari Tambakmulyo untuk Jateng: Mimpi Sanitasi Layak Menuju SDGs
-
Pengamat Nilai Program Pendidikan Gratis dan Rp300 Juta per RW dari Yoyok-Joss Realistis
-
Perebutan Suara NU: Luthfi-Yasin vs Andika-Hendi, Siapa Lebih Unggul?
-
Wapres Gibran Tinjau Program Makan Bergizi di SMKN 7 Semarang, Siswa Sambut Antusias