SuaraJawaTengah.id - Wacana pemekaran wilayah di Provinsi Jawa menjadi 9 wilayah telah dibantah oleh Kemendagri pada beberapa waktu lalu.
Meski begitu, isu mengenai pemekaran 9 provinsi di Pulau Jawa sudah kadung ramai diperbincangkan oleh warganet karena sudah ada gambaran mana saja wilayah yang akan dimekarkan termasuk wacana pemekaran Provinsi Banyumasan.
Untuk itu, para akademisi di Purwokerto berkumpul dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) untuk membahas jika wacana tersebut benar-benar bergulir.
Akademisi Sosiologi Unsoed Purwokerto, Dr Arizal Mutahir memandang, ada beberapa aspek yang perlu digarisbawahi bagaimana urgensinya pemekaran wilayah ini.
"Setidaknya ada empat aspek yang dipertimbangkan untuk memekarkan. Apakah secara ekosistem berkaitan dengan tujuan pemekaran itu (batu landasan) atau berdasarkan sosio kultural, atau hanya aspek sosial ekonomi semata atau bahkan untuk urusan politis," katanya dalam pemaparan diskusi di UMP, Selasa (29/3/2022).
Menurut Dr Rizal, secara sosio kultural dan ekosistem empat kabupaten di lingkup Banyumas Raya berada dalam satu-kesatuan Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu. Namun jika digabungkan dengan Kedu, ada kemungkinan memunculkan permasalahan baru.
"Padahal tujuan pemekaran adalah mengurangi masalah, malahan nambahin masalah tata kelola berikutnya. Selain itu Identitas, misalnya saya orang Banyumas tapi harus bergabung dengan Kedu yang ada (aksen) O nya. Itu kedepannya bisa jadi persoalan-persoalan yang akan muncul," jelasnya.
Pada poin sisi sosial kulturalnya, ia juga menekankan jika setiap ekosistem memiliki sistem sosial budaya yang mengikat. Jika berdasarkan DAS Serayu. Ia menilai akan mungkin akan muncul kebanggaan pribadi tiap individu.
"Karena di sana diikat dalam satu-kesatuan. Kaya misalnya Banten, dari hasil kajiannya naik. Karena kemudian orang sana bangga menjadi orang Bante tanpa terkontaminasi budaya lain," terangnya.
Jika dilihat dari aspek sosial, Dr Rizal melihat masalah disparitas kemiskinan juga tinggi. Misal antar dua kabupaten yang berdekatan, Purbalingga dan Banyumas.
"Indeks kemiskinan di Purbalingga lebih tinggi daripada Banyumas. Artinya kan tidak ada efek menetas ke bawah kalau pembangunan itu efeknya menetas ke bawah. Kalau kemudian Purwokerto dijadikan ibukota, orang belum jadi ibukota saja efek netas ke bawahnya lemah itu juga nanti akan jadi problem," ungkapnya.
Secara politis, Dr Rizal memandang ke depannya perlu adanya keterlibatan masyarakat luas dan ini tentu akan memakan waktu dan energi yang banyak.
Untuk itu, Dr Rizal menilai perlu adanya pandangan luas tidak melihat dari kacamata ekonomi saja yang hanya perbicara masalah pembangunan. Jika hanya berbicara ekonomi pembangunan tentunya hanya seputar nilai investasi yang tinggi.
"Hitung-hitungan di atas kertas bisa menaikkan PDB tentu saja akan dilakukan. Tapi ekologinya bagaimana? Misal kaya kasus Wadas. Itu hitung-hitungan ekonominya sangat rasional. Tapi ada sekelompok orang bahkan satu desa yang mengalami langsung kesengsaraan hidup. Kemudian pembangunan yang tujuannya untuk masyarakat dikhianati juga oleh kebijakan itu," tuturnya.
Sementara itu Rektor UMP, Dr Jebul Suroso menjelaskan tujuan diadakannya FGD ini untuk melihat paparan dari akademisi mengenai wacana pemekaran wilayah Provinsi Banyumasan jika suatu saat terjadi.
"Berawal dari pemikiran sederhana bahwa ketika akses ke pimpinan tertinggi atau pusat mengalami hambatan, maka menurut hemat kami berkembangnya suatu wilayah itu akan terhambat. Maka ketika didekatkan akses, regulasi, fasilitasi dan pengambilan keputusan yang cepat menuju ke pusat, mudah-mudahan masalah kemiskinan, terhambatnya pendidikan, tidak majunya suatu wilayah itu akan bisa teratasi," katanya.
Acara ini tentunya bukan untuk bertujuan pengambilan keputusan, sepakat dan tidak sepakat. Hanya saja beberapa kajian dari para akademisi perlu menjadi pertimbangan dilihat dari sisi negatif dan positifnya. Bukan semata-mata kepentingan politis.
"Perkara ada yang setuju dan tidak itu tinjauan masing-masing. Tetapi kami para akademisi memang berpikir lurus bahwa kemajuan barangkali harus diciptakan melalui gagasan-gagasan para akademisi yang komprehensif," tutupnya.
Kontributor : Anang Firmansyah
Berita Terkait
-
Warga Mengeluh soal Pelayanan, Rano Karno Siapkan Solusi Pemekaran Wilayah jika Menang Pilkada
-
Kabupaten Kepulauan Nias Disebut Layak Jadi Provinsi Baru? Begini Kata Legislator PDIP
-
24 Tahun Penantian, Bogor Barat Akhirnya Menuju Pemekaran
-
Jazz Gunung Slamet 2024: Perkuat Pertumbuhan UMKM di Wanawisata Baturraden
-
Edukasi Para Perangkat Desa, LKPP Gelar Sosialisasi PBJ di Desa di Lingkungan Banyumas
Terpopuler
- Kejanggalan LHKPN Andika Perkasa: Harta Tembus Rp198 M, Harga Rumah di Amerika Disebut Tak Masuk Akal
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
- Niat Pamer Skill, Pratama Arhan Diejek: Kalau Ada Pelatih Baru, Lu Nggak Dipakai Han
- Datang ke Acara Ultah Anak Atta Halilintar, Gelagat Baim Wong Disorot: Sama Cewek Pelukan, Sama Cowok Salaman
- Menilik Merek dan Harga Baju Kiano saat Pesta Ulang Tahun Azura, Outfit-nya Jadi Perbincangan Netizen
Pilihan
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
-
Investigasi Kekerasan di Paser: Polisi dan Tokoh Adat Serukan Kedamaian
-
Nyawa Masyarakat Adat Paser Melayang, Massa Demo Minta Pj Gubernur dan Kapolda Kaltim Dicopot
-
Komersialisasi Bandara IKN Tunggu Revisi Perpres 131/2023, Kata Wamenhub Suntana
Terkini
-
Wapres Gibran Dukung UMKM dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Semarang
-
Dari Tambakmulyo untuk Jateng: Mimpi Sanitasi Layak Menuju SDGs
-
Pengamat Nilai Program Pendidikan Gratis dan Rp300 Juta per RW dari Yoyok-Joss Realistis
-
Perebutan Suara NU: Luthfi-Yasin vs Andika-Hendi, Siapa Lebih Unggul?
-
Wapres Gibran Tinjau Program Makan Bergizi di SMKN 7 Semarang, Siswa Sambut Antusias