SuaraJawaTengah.id - Pedagang asongan menilai keputusan melarang mereka berjualan di dalam kompleks Candi Borobudur sebagai tindakan diskriminatif. Pedagang membuka diri untuk dialog dan mencari solusi.
Sebanyak 340 pedagang asongan Borobudur dilarang berjualan sejak April 2022. Padahal mereka belum pernah kembali berjualan sejak Borobudur ditutup akibat pandemi pada Maret 2020.
Para pedagang asongan sebelumnya berjualan di depan Museum Karmawibangga. Lokasi itu berada di zona 2 kompleks Candi Borobudur.
Sebelum libur Lebaran kemarin, para asongan dikumpulkan oleh manajemen PT Taman Wisata Candi Borobudur. Dalam pertemuan itu pengelola mengumumkan asongan dilarang berjualan di lokasi semula.
“Menjelang Lebaran biasanya (pedagang) dikumpulkan. Sosialisasi menjelang liburan. Tapi saat itu dibilang liburan ini tidak boleh jualan di tempat itu,” kata Ketua Umum Serikat Pekerja Pariwisata Borobudur, Wito Prasetyo, Rabu (15/6/2022).
Serikat Pekerja Pariwisata menaungi 340 pedagang asongan yang menjual 14 komoditas. Diantaranya kerajinan batik wira wisata serta souvenir ukir bambu dan topeng wayang.
Banyak dari mereka yang sudah berjualan di lokasi itu sejak lama. Bahkan sebelum PT Taman Wisata Candi (TWC) dibentuk sebagai badan usaha pengelola kompleks Candi Borobudur.
Bukan Pedagang Liar
Sebelum aturan larangan berjualan muncul, PT Taman Wisata Candi Borobudur mengakui pedagang asongan sebagai mitra usaha. Mereka memiliki kartu izin berjualan serta tanda pengenal yang ditandatangani oleh kepala unit PT TWCB.
Baca Juga: 5 Fakta Seputar Kasus Stupa Candi Borobudur yang Diedit Mirip Jokowi, Kini Polisi Usut Pelaku
Kepada SuaraJawaTengah.id, mereka menunjukkan bukti setoran uang sewa pengguna sebesar Rp10 ribu untuk bulan Februari dan Maret. Bukti setor berkop Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan itu diterima dan ditandatangani Nur Jamah.
Bukti setoran itu tak lagi utuh. Kertas robek pada bagian tahun pembayaran setoran. Namun di balik kertas kusam itu tertera rekapan berupa tulisan tangan yang menunjukkan setoran dibayar sejak 1994 hingga 1996.
Selain bukti setor, para pedagang asongan juga menunjukkan kartu tanda anggota paguyuban. Sri Maryatin, anggota kelompok batik wirawisata misalnya memiliki kartu anggota yang berlaku hingga 31 Desember 2019.
“Jadi kita itu sesuai rel. Nggak ngawur. Kalau kami dilarang jualan, bagaimana kami mencari nafkah,” kata Kodiran, salah seorang pedagang asongan souvenir patung perunggu dan batu.
Para pedagang mengajukan keberatan dan mempertanyakan keputusan pengelola yang melarang asongan berjualan di zona 2 Borobudur.
“Sudah (pernah mengajukan protes). Tapi mereka nggak menanggapi. Justru divonis sudah dilarang tidak boleh berjualan di tempat itu,” kata Ketua Umum Serikat Pekerja Pariwisata Borobudur, Wito Prasetyo.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Mobil Bekas yang Lebih Murah dari Innova dan Fitur Lebih Mewah
Pilihan
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
Terkini
-
Waspada! Malam Tahun Baru di Jateng Selatan Diwarnai Hujan dan Gelombang Tinggi
-
BRI Blora Gelar Khitan Massal, Meriahkan HUT ke-130 dengan Bakti Sosial
-
Mobilio vs Ertiga Bekas di Bawah Rp150 Juta: 7 Pertimbangan Penting Sebelum Membeli
-
BRI BO Slawi Gelar Cek Kesehatan dan Donor Darah Gratis, Wujud Peduli Masyarakat
-
7 Tempat Wisata Rembang Viral dan Hits Ini Siap Jadi Favorit Libur Akhir Tahun 2025