Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 20 Juni 2023 | 11:12 WIB
Ilustrasi penganiayaan. Kasus penganiyaan yang menimpa MGG seorang mahasiswa di sekolah kedinasan Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang mendapat perhatian dari lembaga Komnas HAM. [Antara]

SuaraJawaTengah.id - Kasus penganiyaan yang menimpa MGG seorang mahasiswa di sekolah kedinasan Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang mendapat perhatian dari lembaga Komisi Nasional Hak Asasai Manusia atau Komnas HAM.

Saat ini Komnas HAM tengah melakukan pemantauan dan penyelidikan kasus penganiyaan tersebut. Komnas HAM mengutuk keras segala bentuk tindak kekerasan di lingkungan pendidikan.

"Saya meminta Dinas Perhubungan untuk mengevaluasi serta meninjau sistem pendidikan di PIP Semarang. Kenapa masih ada mata rantai kekerasan," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing saat berkunjung ke kantor LBH Semarang, Senin (19/6/2023).

Setelah berkoordinasi dengan LBH Semarang. Komnas HAM akan memberikan rekomendasi hukum untuk kasus penganiyaan yang dialami MGG.

Baca Juga: Erick Thohir Murka, Minta Tindaklanjuti Kasus Penganiayaan pada Binatang di Nunukan: Biadab!

"Kami sudah mendapatkan benang merahnya. Berdasarkan data yang kami punya, kasus kekerasan di PIP bukan yang pertama kali. Nggak hanya PIP Semarang saja," ucap lelaki yang akrab disapa Uli tersebut.

Menurut pandangan Komnas HAM, kekerasan yang sering terjadi di sekolah kedinasan bukan hal yang patut dinormalkan. Harus ada penegakkan hukum untuk mencegah hal tersebut.

"Kekerasan dimana pun tidak boleh dinormalisasikan. Karena ada aturan hukumnya. Ini tidak hanya berlaku untuk orang saja. Bahkan terhadap barang pun tidak diperbolehkan," tegasnya.

Uli berharap pihak PIP Semarang mau mendengarkan masukan dari keluarga korban. Sebab putra-putri yang memilih mengenyam pendidikan disana harus dimanusiakan.

"Mata rantai kekerasan harus diputus. Memberi hukuman disiplin ketika mereka melakukan suatu kesalahan dengan cara kekerasan tidak boleh dinormalkan," paparnya.

Baca Juga: Kejinya 4 Remaja di Lebak Aniaya ODGJ sampai Tewas: Korban Diikat dan Disiram Bensin

Alami Trauma

Kuasa Hukum MGG, Ignatius Rhadite menceritakan kalau kondisi klienya saat ini sangat trauma dengan kejadian yang menimpanya.

Rhadite begitu dia disapa menyayangkan tidak ada rasa empati di lingkungan PIP Semarang setelah pemberitaan penganiyaan MGG mencuat di media masa.

"Korban sekarang jadi public enemy di PIP Semarang. Diguncingkan sesama taruna seangkatannya, senior, direksi dan para pengajar," kata lelaki yang akrab disapa Rhadite tersebut.

"Bahkan di grup-grup orang tua malah menyalahkan korban ngapain lapor-lapor ke pihak luar. Korban yang seharusnya mendapatkan keadilan malah dia disalahkan," lanjut Rhadite.

Diakui Rhadite, kasus MGG yang sedang ditangani Polda Jateng ada permintaan penundaan gelar perkara. Keluarga saat ini memilih fokus penyembuhan psikis MGG.

"Sampai hari ini kami belum memberhentikan perkara," tegasnya.

Berkaca dari kasus meninggalnya seorang taruna dua tahun silam. Rhadite tidak mau terfokus menyelesaikan permasalahan tersebut pada pidana saja.

Dirinya ingin mengubah sistem, kurikulum, dan doktrin-doktrin di PIP Semarang yang mengatakan semua orang bakal jadi korban dan pelaku.

"Padahal kasus yang lalu pelaku sudah ditangkap dan divonis penjara. Harusnya jadi efek jera. Ternyata mana? Proses pidana tidak menjamin kekerasan terulang," pungkas Rhadite.

Sebelumnya, pada tanggal 15 Juni 2023. Suara.com beserta awak media lainnya di sempat mendatangi PIP Semarang di Jalan Singosari. Akan tetapi pihak kampus tidak memberikan keterangan apapun terkait dugaan penganiyaan yang dialami MGG. Mereka beralasan lantaran belum mendapat intruksi dari atasan.

Kontributor: Ikhsan 

Load More