SuaraJawaTengah.id - Penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa masih mendapatkan diskriminasi saat mengurus surat-surat keterangan di Pemerintah Daerah. Hal diungkapkan oleh Program Manager Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Tri Noviana.
Ia menilai regulasi terkait dengan penghayat kepercayaan kerap mentok di level pemerintah daerah dalam implementasinya.
"Maksudnya, kadang mentok di kabupaten. Di pusat sudah ada, clear, tetapi di tingkat kabupaten atau provinsi terusannya enggak tahu. Apakah diteruskan ke kecamatan atau kelurahan atau tidak?" kata Tri Noviana dikutip dari ANTARA pada Kamis (27/6/2024).
Hal tersebut disampaikannya saat Diskusi Publik: Pemenuhan Hak Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa: Antara Komitmen Negara dan Realitasnya di kampus Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
Baca Juga: Waspada! Alergi Susu Sapi Ancam Tumbuh Kembang Anak
Novi mencontohkan kasus penghayat kepercayaan di Cilacap yang masih dipersulit mengurus data kependudukan, termasuk mengubah kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) menjadi "penghayat kepercayaan".
"Contoh kasus di Cilacap, tidak semua (pejabat, red.) kecamatan dan kelurahan memahami apa itu penghayat kepercayaan, dan bagaimana sistem administrasi ketika mereka mengajukan KK atau KTP," katanya.
Diakuinya bahwa saat ini apa yang dialami para penghayat kepercayaan memang sudah lebih baik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 mereka masih mengalami diskriminasi yang cukup signifikan.
Meskipun sekarang sudah relatif lebih baik bagi penghayat kepercayaan untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara, Novi mengingatkan bahwa masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi.
"Teman-teman penghayat kepercayaan mulai mendapatkan pemenuhan haknya sebagai warga negara terkait dengan pendidikan, perkawinan, pemakaman, dan kebijakan cukup banyak melindungi teman-teman seperti putusan MK dan Permendikud," katanya.
Baca Juga: 5 Wisata Air Terjun di Jawa Tengah yang Cocok Dikunjungi Saat Liburan Sekolah
Namun, diakuinya bahwa kondisi yang dialami penghayat kepercayaan di masing-masing daerah berbeda. Misalnya, di Yogyakarta lebih baik karena bisa langsung terakses advokasi kelompok masyarakat sipil, berbeda dengan wilayah lain.
Berita Terkait
-
Puncak Arus Mudik Terjadi Hari Ini, Polda Jateng Terapkan One Way dari Tol Kalikangkung hingga Bawen
-
Kabar Gembira! Pemprov Jateng Hapus Tunggakan Pajak Kendaraan pada Lebaran 2025
-
Info Mudik 2025: Daftar Harga Tiket Bus DAMRI Terbaru Tujuan Jawa Timur
-
Info Mudik 2025: Daftar Harga Tiket Mudik Bus DAMRI ke Jawa Tengah
-
Jelang Mudik 2025: Kapolda Jateng Sidak Tol Trans Jawa, Soroti Hal Ini...
Terpopuler
- Menguak Sisi Gelap Mobil Listrik: Pembelajaran Penting dari Tragedi Ioniq 5 N di Tol JORR
- Kode Redeem FF SG2 Gurun Pasir yang Aktif, Langsung Klaim Sekarang Hadiahnya
- Dibanderol Setara Yamaha NMAX Turbo, Motor Adventure Suzuki Ini Siap Temani Petualangan
- Daftar Lengkap HP Xiaomi yang Memenuhi Syarat Dapat HyperOS 3 Android 16
- Xiaomi 15 Ultra Bawa Performa Jempolan dan Kamera Leica, Segini Harga Jual di Indonesia
Pilihan
-
Link Live Streaming AC Milan vs Inter Milan: Duel Panas Derby Della Madonnina
-
FULL TIME! Yuran Fernandes Pahlawan, PSM Makassar Kalahkan CAHN FC
-
Libur Lebaran, Polresta Solo Siagakan Pengamanan di Solo Safari
-
Dipermak Nottingham Forest, Statistik Ruben Amorim Bersama MU Memprihatinkan
-
Partai Hidup Mati Timnas Indonesia vs China: Kalah, Branko Ivankovic Dipecat!
Terkini
-
Pemudik Lokal Dominasi Arus Mudik di Tol Jateng, H+1 Lebaran Masih Ramai
-
Koneksi Tanpa Batas: Peran Vital Jaringan Telekomunikasi di Momen Lebaran 2025
-
Hindari Bahaya, Polda Jateng Tegaskan Aturan dalam Penerbangan Balon Udara
-
Wapres Gibran Mudik, Langsung Gercep Tampung Aspirasi Warga Solo!
-
Tragedi Pohon Tumbang di Alun-Alun Pemalang: Tiga Jamaah Salat Id Meninggal, Belasan Terluka