SuaraJawaTengah.id - Polemik penolakan rencana kremasi tokoh umat Buddha, Murdaya Widyawimarta Poo di Dusun Ngaran, Desa Borobudur, menghangat.
Meski masih butuh kajian lingkungan, warga meyakini proses kremasi akan menghasilkan residu berbahaya. Mereka menyebut kremasi akan menyebabkan bahan beracun seperti merkuri, karbon, dan timbal terlepas ke udara.
Areal sawah di belakang Graha Padmasambava yang rencananya dijadikan lokasi kremasi, dekat dengan permukiman padat. Warga khawatir kremasi akan mengganggu kesehatan warga sekitar.
Tuntutan itu sesuai catatan pertemuan warga tanggal 15 April 2025 yang disebar melalui pesan WhatsApp. Selain masalah lingkungan, warga juga menyinggung soal pendirian krematorium yang dianggap melanggar Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, soal pendirian rumah ibadah.
Kremasi menurut warga, merupakan perwujudan ibadat umat Buddha. Sehingga tempat kremasi bisa dianggap sebagai fungsi rumah ibadat.
“Lingkungan atau daerah yang akan digunakan sebagai lokasi kremasi merupakan perwujudan peribadatan Buddha, (padahal) tidak memiliki masyarakat yang beragama Buddha. Sehingga perlu merujuk pada Permenag No 9 tahun 2006 dan Permendagri No 8 tahun 2006 agar tidak mencederai kerukunan antar umat beragama,” begitu isi peryataan sikap warga Dusun Ngaran I dan II.
Merujuk pada aturan itu, warga merasa memiliki dasar hukum untuk menolak kremasi. Mereka bersikeras tidak melakukan tindakan intoleransi karena menentang kremasi.
Perwakilan warga, Utoyo justru balik menyebut rencana kremasi Murdaya Poo di Dusun Ngaran sebagai tindakan melawan konstitusi.
“Anggota forum rapat sepakat bahwa rencana kremasi ataupun ngaben bapak Murdaya Poo dan pembangunan krematorium di Ngaran, menurut kajian (kami) inkonstitusi dan melanggar hak ulayat masyarakat,” kata Utoyo.
Baca Juga: Usai Retret di Akmil, Gubernur Jateng Langsung Tancap Gas Kerja untuk Rakyat
“Aturan sudah jelas di dalam forum kerukunan antar umat beragama. Tahu kok gimana caranya ini. Boleh (menjalankan ibadah) asal jangan saling mengganggu.”
Aturan Pendirian Rumah Ibadat
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri seseungguhnya tidak hanya mengatur tentang izin pendirian rumah ibadat. Peraturan ini sendiri digugat Amnesty Internasional karena dianggap mendiskriminasi umat agama minoritas.
Pendirian rumah ibadat menyaratkan minimal 90 orang jemaat tinggal di sekitar calon lokasi rumah ibadat. Pertaruran juga mewajibkan pemberian izin sedikitnya 60 orang beragama lain yang tinggal di sekitarnya.
Judul lengkap peraturan ini adalah Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Pada Pasal 1 Peraturan Bersama, dijelaskan tentang kerukunan umat beragama sebagai hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tudingan bahwa kremasi Murdaya Poo melanggar Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, patah setelah Walubi menegaskan bahwa mereka tidak akan membangun krematorium di Borobudur.
Kremasi Murdaya Poo akan diselenggarakan di lahan milik pribadi dengan fasilitas non-permanen. Ketua DPD Walubi Jawa Tengah, Tanto Soegito Harsono menjelaskan, kremasi di Borobudur atas permintaan pihak keluarga.
Upacara kremasi akan dilakukan secara tradisional tanpa mendirikan fasilitas krematorium. “Kami tidak berencana membangun krematorium,” kata Tanto ditengah mediasi dengan warga Ngaran yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Magelang, pada 16 April 2025.
Hal ini pernah disampaikan oleh Prajna Murdaya, putra kedua Murdaya Poo. Menurut Prajna, kremasi akan menggunakan cara tradisional Buddha India Utara sesuai permintaan mendiang ayahnya.
“Kebetulan kami ada kenalan baik dengan lama dari Phalpung Sherab Ling (India Utara), dibawah nama tinggi, Tai Situ Rinpoche. Beliau mau mempersembahkan lama yang datang dari India untuk bikin kremasi sangat sakti dengan cara tradisional,” kata Prajna Murdaya.
Keluarga kemudian memilih Graha Vipasana Avalokitesvara, Mendut sebagai tempat menyemayamkan jenazah. Sedangkan upacara kremasi rencananya digelar di Vihara Graha Padmasambhava, Dusun Ngaran II.
“Kami rasa ada banyak kaitan dengan Borobudur. Dari agama Buddhis, kalau mau menghormati bapak dengan cara paling bagus, kami rasa di tempat yang sakti (Candi Borobudur).”
Kremasi Tradisional
Tidak seperti di krematorium yang memakai tungku api modern, kremasi tradisional cara India Utara menggunakan kayu untuk membakar jenazah.
“Kremasi di Buddha memakai kayu ditumpuk sekitar dua meter, (jenazah) dibakar di atasnya. Lalu mereka kasih kayu terus dibawahnya. Detailnya para biksu dari India Utara yang mengetahui karena mereka rutin melakukan ini.”
Setelah upacara kremasi selesai, seluruh perlengkapan seperti batu api dan tenda tempat para rinpoche berdoa akan dibongkar. “Proses pembakarannya sekitar 5 sampai 6 jam.”
Kajian dampak lingkungan pada upacara kremasi secara tradisional belum banyak dilakukan. Rata-rata objek penelitian adalah upacara kremasi modern mengunakan retort atau oven kremasi.
Retort membutuhkan energi besar untuk menghasilkan panas setara 750 hingga 1.150 derajat celcius dalam waktu singkat. Pada suhu ini, fragmen tulang pada jenazah akan hancur menjadi abu dalam waktu 1,5 hingga 3 jam.
Sedangkan proses kremasi tradisional membutuhkan waktu lebih lama, karena panas yang dihasilkan diperoleh secara bertahap. Meski penggunaan kayu masih memunculkan polemik, kremasi dengan cara tradisional dianggap lebih ramah lingkungan.
Toleransi Beragama
Warga Ngaran menyebut kremasi Murdaya Poo sebagai ngaben Buddha karena menggunakan kayu dan dilakukan di tempat terbuka. Di luar Bali upacara ngaben jarang dilakukan. Salah satunya di Pura Jagadnatha, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul tahun 2023, ada 475 umat Hindu di Banguntapan. Sedangkan pemeluk Islam mencapai 108.146 jiwa.
Ngaben di Pura Jagadnatha pernah menjadi objek penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Angeliya Mega Melisa, Tutik Sofya, dan Maudi Farah Islamika. Penelitian dibawah pengawasan Dosen Program Doktor Politik Islam, Dr Hasse Jubba.
Kajian yang dimuat dalam “Satya Widya: Jurnal Studi Agama” Vol.4 No.2 2021, menyebutkan bahwa ngaben di Pura Jagadnatha tidak mendapat penolakan dari warga.
Warga sekitar tidak mempermasalahkan kegiatan ngaben rutinan oleh umat Hindu. Mereka menganggap sikap toleran terhadap upacara ngaben sebagai bentuk mempertahankan kerukunan umat beragama.
Warisan Ulama Magelang
“Kultur asli Magelang itu toleran. Penelitian saya, kalau asli Magelang itu orangnya toleran. Nenek moyang kita itu toleran. Pendiri Borobudur itu toleran,” kata M Fatkhan, salah seorang pengurus Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Magelang.
Menurut Fatkhan, sikap toleran orang Magelang diwarisi dari 4 ulama besar: KH Dalhar Watucongol, KH Chudlori Tegalrejo, KH Muhammad Siraj Payaman, dan KH Raden Alwi Bandongan.
Keterangan itu juga dijelaskan dalam buku “Berangkat dari Pesantren” yang ditulis oleh Prof KH Saifuddin Zuhri. Dalam memoarnya, dia menulis empat tokoh kunci umat Islam Magelang abad 19 adalah ulama-ulama yang toleran.
KH Muhammad Siraj misalnya, pernah diminta untuk menyalatkan jenazah orang non Muslim. Kiyai Siraj menyanggupi dan meminta keluarga untuk menyiapkan jenazah di rumah sekitar pukul 12 siang.
Kiyai Siraj yang datang bersama para santrinya kemudian menggelar salat 4 rakaat lengkap dengan rukuk dan sujud. Ini tidak sama dengan salat jenazah biasanya yang dilaksanakan hanya dengan berdiri dan takbir.
Ketika ditanyakan mengapa melaksanakan salat jenazah seperti itu, Kiyai Siraj menjawab bahwa ia melaksanakan salat zuhur. Kiyai Siraj tidak ingin menyakiti hati keluarga mendiang, tapi juga tidak boleh melanggar syariat.
Kisah Kiyai Siraj ini ditulis M Fatkhan dalam desertasinya “Toleransi Beragama dalam Perkembangan Interaksi Umat Islam terhadap Umat Kristiani di Magelang, 1900-1942”. “Dalam rangka pendidikan toleran. Dia (Kiyai Siraj) tidak ingin melukai hati orang non-muslim yang datang.”
Fatkhan yakin bahwa polemik penolakan kremasi ini akan berakhir damai. Atau ada jalan tengah yang dapat diterima oleh kedua pihak untuk menghindari konflik.
Alternatif Kremasi di Borobudur
Pada mediasi tanggal 16 April 2025, muncul tawaran untuk mengkremasi Murdaya Poo di Bukit Dagi yang berada di dalam kawasan Taman Wisata Candi Borobudur.
“Kan pernah terjadi untuk biksu (kremasi di Bukit Dagi) nggak ada gejolak kok. Saya kira itu bisa jadi solusi. Cuma keluarga mau nggak. Kalau bisa, rampung.”
FKUB setuju jika kremasi dilakukan di tempat lain. Wacananya memindahkan tempat kremasi di dalam kompleks Candi Borobudur.
“Kami sempat ada wacana itu. Tapi kalau disitu juga ditolak, berarti ya ada faktor lain. Menolak tapi tidak memberi solusi.”
Hingga tulisan ini dimuat belum ada kepastian dimana jenazah Murdaya Widyawimarta Poo akan dikremasi. Saat ini jenazah masih disemayamkan di Graha Vipasana Avalokitesvara, Mendut hingga tanggal 6 Mei 2025.
Proses kremasi rencananya diadakan pada 7 Mei 2025. Setelah kremasi abu jenazah akan dibawa ke kediaman keluarga di Rancamaya, Bogor untuk menjalani upacara pemakaman.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota