Budi Arista Romadhoni
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:24 WIB
Ilustrasi arwah gentayangan. [Freepik.com/Freepik]

Kejadian demi kejadian semakin membuat warga gelisah. Anak-anak mulai demam tanpa sebab. Ibu-ibu tak berani menjemur pakaian malam hari. Suara langkah cepat di depan rumah menjadi hal biasa.

Bahkan ada satu ibu rumah tangga yang mendengar suara jeritan “Tolong... Tolong saya!” dari balik pintunya setiap pukul dua dini hari.

Puncak kekalutan terjadi ketika Pak RT menghilang selama satu hari penuh. Warga curiga ia diculik makhluk halus. Mereka melakukan pencarian hingga ke pohon randu besar di belakang sekolah dasar.

Namun, malam itu Pak RT ditemukan sedang tidur di rumah temannya setelah seharian mencari angkot untuk acara santunan. Warga pun lega, tapi ketegangan tak langsung sirna.

Lima hari kemudian, polisi menangkap tiga pemuda yang diduga sebagai provokator pengeroyokan. Sejak saat itu, gangguan mulai mereda. Warga mulai berani melintas di lapangan. Doa-doa dibacakan, dan tanah lapang yang menjadi saksi amuk berdarah kini ditimbun dan dijadikan taman bermain.

Namun, trauma masih melekat. Ahmad mengaku masih sering bermimpi buruk.

“Gue pernah lihat siluet orang berdiri di tengah lapangan habis Subuh. Kayak orang megang kayu, diam aja. Gue langsung lari,” kenangnya.

Kini kampung itu sudah berubah. Perumahan baru berdiri megah, jalan diaspal rapi, dan warung-warung buka sampai malam. Tapi cerita tentang arwah maling yang gentayangan masih sering diceritakan warga baru saat malam Jumat.

Sebuah pengingat bahwa amarah yang tak terkendali, bahkan jika niatnya mencari keadilan, bisa meninggalkan luka yang tak terlihat tapi membekas dalam.

Baca Juga: Kisah Sekeluarga Terjebak di Kontrakan Horor, Banyak Hantu yang Menyerupai

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More