SuaraJawaTengah.id - Permasalahan anak tidak sekolah (ATS) di sejumlah daerah di Jawa Tengah menjadi sorotan serius yang menuntut perhatian berbagai pemangku kepentingan.
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Sarif Abdillah, menegaskan bahwa pendidikan kesetaraan adalah kunci untuk membuka kembali peluang pendidikan bagi ribuan anak yang terpaksa keluar dari jalur pendidikan formal.
Pemerintah daerah, menurutnya, memiliki tanggung jawab besar untuk menggencarkan program ini secara lebih sistematis dan terarah.
Sarif menekankan bahwa pendidikan kesetaraan tidak hanya sekadar program alternatif, melainkan bentuk konkret dari keberpihakan negara terhadap warganya yang termarjinalkan secara pendidikan.
"Pendidikan kesetaraan pada hakekatnya bertujuan memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan peserta didik yang tidak memiliki kesempatan belajar pada pendidikan formal," tegasnya, Minggu (15/6/2025).
Ia juga menambahkan, kehilangan akses terhadap pendidikan bukan hanya berdampak pada kehidupan individu, melainkan turut memperbesar potensi kemiskinan struktural dalam masyarakat.
“Hal ini tentu menjadi perhatian serius pemerintah daerah agar anak-anak tersebut tidak kehilangan kesempatan untuk memperoleh kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik,” tambah politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa persoalan ATS masih cukup signifikan, terutama di wilayah pedesaan.
Sarif mencontohkan, di Kabupaten Banyumas saja, berdasarkan data pokok pendidikan dari Dinas Pendidikan setempat per akhir 2024, terdapat 15.229 anak yang tergolong ATS.
Baca Juga: Unik! Bapak dan Anak Dilantik Jadi Anggota DPRD Jateng, Ternyata Dapilnya Sama
Angka ini tersebar di 27 kecamatan dan mencerminkan adanya kesenjangan yang belum tertangani secara menyeluruh.
“Ini bukan hanya sekadar angka, melainkan sebuah tantangan besar yang harus dihadapi, serta diselesaikan bersama-sama,” ujarnya.
Pendidikan kesetaraan mencakup berbagai program seperti Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA), yang selama ini menjadi andalan jalur pendidikan non-formal di Indonesia.
Program-program tersebut, menurut Sarif, harus dioptimalkan agar benar-benar menjangkau sasaran secara efektif.
Namun demikian, Sarif menekankan bahwa solusi tidak cukup hanya dengan menyediakan fasilitas belajar. Pemerintah daerah diminta proaktif dalam mengidentifikasi penyebab utama mengapa anak-anak tersebut keluar dari sistem pendidikan formal.
“Pemerintah daerah juga harus mampu melakukan identifikasi akar masalah dari masih adanya ATS ini. Setelah dilakukan validasi maka dilakukan tindak lanjut,” jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota
-
Bukan Cuma Sepak Bola! Intip Keseruan dan Kekompakan Jurnalis Semarang di Tiba Tiba Badminton 2025
-
7 Jalur Trek Lari di Purwokerto, Syahdyu untuk Melepas Penat dan Menjaga Kebugaran