SuaraJawaTengah.id - Peta politik dan administrasi Jawa Tengah berpotensi berubah drastis. Sebuah wacana lawas kembali mengemuka dengan kuat: pembentukan provinsi baru bernama Provinsi Banyumasan.
Tak main-main, Kabupaten Cilacap, salah satu wilayah industri terbesar di selatan, disebut-sebut siap 'angkat kaki' dari Provinsi Jawa Tengah untuk bergabung dengan provinsi baru ini.
Kabar mengenai pemisahan diri Cilacap ini sontak menjadi perbincangan hangat, terutama di kalangan masyarakat wilayah Banyumasan atau yang dikenal dengan sebutan 'Barlingmascakeb' (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen).
Wacana ini bukan sekadar isapan jempol, melainkan sebuah aspirasi yang didasari oleh berbagai faktor, mulai dari kesamaan budaya hingga persoalan efektivitas pembangunan.
Bukan Hanya Cilacap, Ini Daftar Daerah yang Diajak Bergabung
Provinsi Banyumasan digagas untuk menyatukan sejumlah kabupaten dan kota yang memiliki akar budaya dan dialek yang sama, yakni Bahasa Jawa dialek Banyumasan atau yang akrab disebut 'ngapak'.
Berdasarkan usulan yang beredar, provinsi baru ini akan mencakup wilayah-wilayah strategis di bagian selatan dan barat Jawa Tengah. Selain Kabupaten Cilacap, daerah lain yang masuk dalam proposal Provinsi Banyumasan adalah:
- Kabupaten Banyumas
- Kabupaten Purbalingga
- Kabupaten Banjarnegara
- Kabupaten Kebumen
- Kabupaten Tegal
- Kabupaten Brebes
- Kota Tegal
Jika terwujud, maka provinsi baru ini akan memiliki kekuatan ekonomi dan demografi yang signifikan, menggabungkan potensi industri, agraris, hingga kelautan.
Alasan Kultural dan Ekonomi Jadi Pemicu Utama.
Baca Juga: Suhu Dingin di Jawa Tengah Masih Dalam Batas Normal, BMKG Minta Warga Tak Cemas
Lantas, apa yang mendorong wacana ini terus hidup?
Alasan utamanya adalah perasaan 'dianaktirikan' dan rentang kendali pemerintahan yang dianggap terlalu jauh.
Ibu kota Provinsi Jawa Tengah di Semarang dinilai lebih fokus pada pembangunan di wilayah pantura timur dan sekitar ibu kota.
Akibatnya, wilayah Banyumasan merasa potensi besar mereka, baik dari sisi sumber daya alam maupun sumber daya manusia, belum tergarap secara maksimal.
Dengan membentuk provinsi sendiri, diharapkan alokasi anggaran dan fokus pembangunan akan lebih merata dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
Kesamaan identitas budaya 'ngapak' menjadi perekat kuat yang memuluskan gagasan ini di tingkat akar rumput.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Lewat RUPSLB, BRI Optimistis Perkuat Tata Kelola dan Dorong Kinerja 2026
-
Kinerja Berkelanjutan, BRI Kembali Salurkan Dividen Interim Kepada Pemegang Saham 2025
-
Ini Tanggal Resmi Penetapan UMP dan UMK Jawa Tengah 2026: Siap-siap Gajian Naik?
-
Melalui BRI Peduli, BRI Hadir Dukung Pemulihan Korban Bencana di Sumatra
-
Mitigasi Risiko Bencana di Kawasan Borobudur, BOB Larang Pengeboran Air Tanah dan Penebangan Masif