SuaraJawaTengah.id - Terbongkarnya skandal besar beras premium oplosan oleh Kementerian Pertanian bukan sekadar potret kecurangan produsen, melainkan borok dalam sistem tata niaga beras nasional.
Praktik ini subur akibat adanya celah fatal dalam regulasi, di mana pengawasan terhadap distributor menjadi titik paling lemah dan mudah dieksploitasi.
Temuan Kementan bersama Satgas Pangan Polri menjadi pukulan telak. Dari 268 merek beras premium yang diuji laboratorium karena terindikasi curang, sebanyak 212 merek atau nyaris 80 persen terbukti menjual produk yang tidak sesuai standar mutu yang dijanjikan.
Fakta ini diperparah dengan data bahwa 85,59 persen beras premium tersebut tidak memenuhi ketentuan mutu, 59,78 persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21 persen kemasannya memiliki bobot yang kurang.
Kondisi ini tecermin hingga ke tingkat daerah. Di Kabupaten Magelang, misalnya, pemerintah daerah mengakui kesulitan melacak dan mengawasi peredaran beras oplosan tersebut hingga ke akar-akarnya.
Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Magelang, Pancaraningtyas Putranto, mengungkapkan bahwa beberapa merek yang masuk daftar 'merah' Kementan sempat terdeteksi di pasar lokal.
“Dari merek yang disinyalir oleh Menteri Pertanian dan Satgas Pangan Polri itu kita temui ada di pasar. Di Pasar Muntilan, Mungkid, Talun, Borobudur, dan Bandongan. Tapi jumlahnya tidak banyak,” kata Pancaraningtyas saat ditemui di kantornya pada 14 Juli 2025.
Merek-merek yang terendus antara lain Sania, Sovia, dan Fortune. Namun, keajaiban terjadi. Hanya dalam dua hari, produk-produk tersebut raib dari peredaran.
“Ketika kita cek di pasar-pasar itu sudah tidak ada. Karena stoknya kemarin juga sedikit. Yang masih ada itu di Pasar Mungkid dan Pasar Muntilan. Di Borobudur dan Bandongan sudah tidak ada,” tambahnya setelah pemeriksaan ulang pada 16 Juli 2025.
Baca Juga: Bahan Pangan Melejit, Jawa Tengah Alami Inflasi Sebesar 0,57 Persen
Hilangnya produk secara misterius ini diamini oleh pedagang. Putri Sri Sulistiani, pemilik toko beras Ibu Hj Tri di Pasar Muntilan, menyebut salah satu merek bahkan sudah lama menghilang.
“Ini beras premium merek Sania sudah satu bulan ini kosong,” kata Hj Tri, yang mengaku hanya berhubungan dengan sales, bukan distributor langsung.
Izin Pusat, Pengawasan di Daerah Lumpuh
Di sinilah celah terbesar itu menganga. Pancaraningtyas menyebutkan kendala utama pengawasan terletak pada sistem perizinan distributor yang kini terpusat melalui Online Single Submission (OSS).
Sistem ini membuat pemerintah daerah seringkali tidak memiliki data akurat dan terkini mengenai para pemain distribusi di wilayahnya.
“Sehingga kadang kita agak kecolongan. Distributor beras kita biasanya dapat info (perizinan) dari provinsi. Termasuk yang karena begini izin distribusi itu tidak di kabupaten/kota saja, tetapi ke pusat melalui OSS itu,” jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025
-
5 Rental Mobil di Wonosobo untuk Wisata ke Dieng Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Stefan Keeltjes Enggan Gegabah Soal Agenda Uji Coba Kendal Tornado FC
-
7 Poin Kajian Surat Yasin tentang Ilmu, Adab, dan Cara Beragama menurut Gus Baha
-
7 City Car Bekas Rp50 Jutaan yang Cocok untuk Keluarga Baru di 2025