SuaraJawaTengah.id - Masa depan pendidikan dokter di Indonesia dinilai berada di ujung tanduk menyusul pengesahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Potensi dualisme kewenangan antara perguruan tinggi dan rumah sakit dalam mencetak dokter spesialis memicu langkah hukum serius dari kalangan akademisi.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. M. Mukhlis Rudi Prihatno, menjadi salah satu garda terdepan yang membawa polemik ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bersama seorang dokter spesialis dan dua mahasiswa kedokteran, ia secara resmi mengajukan permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Kesehatan yang dianggap krusial.
Langkah ini diambil demi mendapatkan kepastian hukum atas sistem pendidikan kedokteran yang selama puluhan tahun berjalan di bawah naungan Kementerian Pendidikan.
"Undang-Undang Kesehatan ini sebenarnya bukan undang-undang yang buruk, undang-undang yang bagus. Tapi untuk khusus pendidikan itu memang berbeda," kata Rudi dikutip dari ANTARA di Purwokerto, Selasa (19/8/2025).
Didampingi tim kuasa hukumnya, Azam Prasojo Kadar, Rudi menjelaskan bahwa pencabutan UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran telah membuka kotak pandora yang menimbulkan masalah baru.
Salah satu yang paling disorot adalah munculnya skema pendidikan spesialis berbasis rumah sakit atau hospital-based.
Ancaman Dualisme dan Kewenangan Gelar Akademik
Menurut Rudi, sistem hospital-based mengancam tatanan yang sudah mapan, di mana pendidikan adalah ranah universitas (university-based) yang diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi.
Dengan adanya UU Kesehatan, kini rumah sakit seolah diberi karpet merah untuk menyelenggarakan pendidikan spesialis secara mandiri.
Hal ini menimbulkan pertanyaan fundamental: siapa yang berwenang memberikan gelar akademik?
"Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pendidikan Tinggi, yang berhak memberikan gelar akademik adalah perguruan tinggi. Namun, dengan adanya skema hospital-based dalam pendidikan dokter spesialis, muncul pertanyaan apakah rumah sakit memiliki kewenangan tersebut," tegas Rudi.
Ia meragukan kemampuan rumah sakit sebagai entitas pelayanan untuk memenuhi kewajiban tridharma perguruan tinggi, yang meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Aspek penjaminan mutu dan kurikulum pun berpotensi menjadi kabur jika tidak lagi menjadi domain utama perguruan tinggi.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Nasib Khairul Anwar di Ujung Tanduk, Rangkap Jabatan Ancam Kursi Panas Ketua PSSI Jateng?
-
Jawa Tengah Dinobatkan sebagai Provinsi Sangat Inovatif dalam IGA Award 2025
-
7 Rekomendasi Mobil Hybrid Terbaik, Bisa Dibeli Di Akhir Tahun 2025 Ini
-
Tangan Dingin Anne Avantie di Bisnis Kuliner, Gandeng BRI Lestarikan Jajanan Legendaris
-
10 Komponen Mobil yang Harus Dicek Sebelum Berkendara Biar No Drama di Jalan!