- Sabda Paku Buwono XIV menandai peralihan takhta dan doa kasih seorang anak bagi ayahnya yang wafat.
- Prosesi adat disertai gamelan monggang menggambarkan perjalanan arwah raja menuju alam keabadian.
- Iring-iringan ke Imogiri menjadi simbol kesetiaan rakyat dan refleksi nilai luhur kepemimpinan Jawa.
SuaraJawaTengah.id - Peristiwa wafatnya Sri Susuhunan Paku Buwono XIII menjadi momen penuh haru bagi Keraton Surakarta. Namun di tengah duka, sebuah sabda sakral dari Putra Mahkota, Sri Susuhunan Paku Buwono XIV, menjadi pusat perhatian.
Kalimat yang diucapkan saat melepas kepergian sang ayah menuju Pajimatan Imogiri bukan sekadar formalitas adat, melainkan simbol penting dalam tradisi Mataram yang sarat makna spiritual.
Berikut lima makna mendalam di balik momen tersebut yang memperlihatkan perpaduan antara adat, cinta keluarga, dan nilai luhur Jawa sebagaimana dikutip dari berbagai sumber di YouTube.
1. Sabda yang Hanya Diucapkan oleh Raja Pengganti
Dalam tradisi Keraton Surakarta, sabda pelepasan jenazah raja hanya boleh diucapkan oleh raja yang menggantikan. Ucapan ini menjadi penanda resmi bahwa kepemimpinan telah berpindah sekaligus bentuk penghormatan tertinggi bagi sang pendahulu.
Menurut Abdi Dalem senior, kalimat tersebut melambangkan doa kasih seorang anak kepada ayahnya, sebuah izin agar sang raja sebelumnya dapat beristirahat dengan damai setelah menunaikan tugasnya di dunia.
2. Simbol Transisi Kekuasaan dan Kesetiaan Adat Mataram
Ketika Paku Buwono XIV mengucapkan sabda itu, bukan hanya perasaan pribadi yang ia wakili, tetapi juga legitimasi kekuasaan adat.
Seperti dijelaskan oleh Gusti Kanjeng Ratu Timmerumbai Kusuma Dewayani, kakak tertua sang raja muda, sabda adiknya mencerminkan kesetiaan terhadap tatanan adat Mataram yang menjunjung harmoni antara spiritualitas dan kepemimpinan.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik KGPAA Hamangkunegoro, Kandidat Terkuat Putra Mahkota Keraton Surakarta Naik Takhta
Momen ini menjadi ujian pertama bagi Paku Buwono XIV sebagai penerus takhta yang menunjukkan kemampuannya memimpin dengan ketenangan di tengah suasana berduka.
3. Iringan Gamelan Monggang, Nada untuk Arwah Raja
Usai sabda diucapkan, gamelan monggang berdentum perlahan. Suara ini hanya diperdengarkan dalam upacara kenegaraan tertinggi seperti penobatan atau pemakaman raja.
Dentumannya menggambarkan perjalanan arwah sang raja menuju alam keabadian. Setiap bunyi gong dianggap sebagai penghantar doa, menandai perpindahan dari dunia fana menuju tempat peristirahatan terakhir.
Bagi masyarakat Jawa, gamelan bukan sekadar musik, melainkan bahasa spiritual yang menyatukan manusia dengan semesta.
4. Iring-iringan Penuh Makna: Dari Keraton Menuju Imogiri
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
BRI Perkuat Peran Kemanusiaan Lewat Relawan dan Posko BUMN Peduli
-
Banjir Bandang Sapu Wisata Guci Tegal di Tengah Liburan, Pancuran 13 Tertutup Lumpur dan Batu
-
Libur Nataru Lebih Tenang, Pertamina Siagakan Motorist, hingga Serambi MyPertamina
-
Pemprov Jateng Pulangkan 100 Warga Terdampak Banjir Sumatera
-
Danantara dan BP BUMN Hadirkan 1.000 Relawan, Tegaskan Peran BUMN Hadir di Wilayah Terdampak