Budi Arista Romadhoni
Kamis, 06 November 2025 | 06:59 WIB
Putra mahkota Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat KGPAA Hamengkunegoro atau akrab disapa Gusti Purboyo memproklamirkan diri sebagai Paku Buwono (PB) XIV jelang pemberangkatan jenazah PB XIII ke Makan Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Rabu (4/11/2025) [Aris Wasita]
Baca 10 detik
  • Sabda Paku Buwono XIV menandai peralihan takhta dan doa kasih seorang anak bagi ayahnya yang wafat.
  • Prosesi adat disertai gamelan monggang menggambarkan perjalanan arwah raja menuju alam keabadian.
  • Iring-iringan ke Imogiri menjadi simbol kesetiaan rakyat dan refleksi nilai luhur kepemimpinan Jawa.

SuaraJawaTengah.id - Peristiwa wafatnya Sri Susuhunan Paku Buwono XIII menjadi momen penuh haru bagi Keraton Surakarta. Namun di tengah duka, sebuah sabda sakral dari Putra Mahkota, Sri Susuhunan Paku Buwono XIV, menjadi pusat perhatian.

Kalimat yang diucapkan saat melepas kepergian sang ayah menuju Pajimatan Imogiri bukan sekadar formalitas adat, melainkan simbol penting dalam tradisi Mataram yang sarat makna spiritual.

Berikut lima makna mendalam di balik momen tersebut yang memperlihatkan perpaduan antara adat, cinta keluarga, dan nilai luhur Jawa sebagaimana dikutip dari berbagai sumber di YouTube.

1. Sabda yang Hanya Diucapkan oleh Raja Pengganti

Dalam tradisi Keraton Surakarta, sabda pelepasan jenazah raja hanya boleh diucapkan oleh raja yang menggantikan. Ucapan ini menjadi penanda resmi bahwa kepemimpinan telah berpindah sekaligus bentuk penghormatan tertinggi bagi sang pendahulu.

Menurut Abdi Dalem senior, kalimat tersebut melambangkan doa kasih seorang anak kepada ayahnya, sebuah izin agar sang raja sebelumnya dapat beristirahat dengan damai setelah menunaikan tugasnya di dunia.

2. Simbol Transisi Kekuasaan dan Kesetiaan Adat Mataram

Ketika Paku Buwono XIV mengucapkan sabda itu, bukan hanya perasaan pribadi yang ia wakili, tetapi juga legitimasi kekuasaan adat.

Seperti dijelaskan oleh Gusti Kanjeng Ratu Timmerumbai Kusuma Dewayani, kakak tertua sang raja muda, sabda adiknya mencerminkan kesetiaan terhadap tatanan adat Mataram yang menjunjung harmoni antara spiritualitas dan kepemimpinan.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik KGPAA Hamangkunegoro, Kandidat Terkuat Putra Mahkota Keraton Surakarta Naik Takhta

Momen ini menjadi ujian pertama bagi Paku Buwono XIV sebagai penerus takhta yang menunjukkan kemampuannya memimpin dengan ketenangan di tengah suasana berduka.

3. Iringan Gamelan Monggang, Nada untuk Arwah Raja

Usai sabda diucapkan, gamelan monggang berdentum perlahan. Suara ini hanya diperdengarkan dalam upacara kenegaraan tertinggi seperti penobatan atau pemakaman raja.

Dentumannya menggambarkan perjalanan arwah sang raja menuju alam keabadian. Setiap bunyi gong dianggap sebagai penghantar doa, menandai perpindahan dari dunia fana menuju tempat peristirahatan terakhir.

Bagi masyarakat Jawa, gamelan bukan sekadar musik, melainkan bahasa spiritual yang menyatukan manusia dengan semesta.

4. Iring-iringan Penuh Makna: Dari Keraton Menuju Imogiri

Load More