Budi Arista Romadhoni
Selasa, 02 Desember 2025 | 22:39 WIB
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Pujiyono Suwadi saat Diskusi Publik bertema 'KUHAP Baru dan Tantangan Pemberantasan Korupsi' yang digelar Kejaksaan Negeri Sragen bersama Solusi Indonesia di MPP Sragen, Selasa (2/12/2025). [Istimewa]
Baca 10 detik
  • Ketua Komjak berharap Kejagung memberikan kejutan pengusutan korupsi dan pengembalian kerugian negara pada 9 Desember.
  • Pengembalian uang korupsi dinilai sama pentingnya dengan hukuman penjara; KUHAP baru mengakomodasi hal ini.
  • Masyarakat didesak fokus mengkritisi kemampuan Kejaksaan menyita aset daripada hanya puas koruptor dipenjara.

SuaraJawaTengah.id - Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Pujiyono Suwadi berharap ada kejutan dari Kejaksaan Agung pada Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember. 

‎"Saya berharap Kejaksaan Agung akan ada kejutan pengusutan korupsi terutama pengembalian kerugian negara (dari hasil korupsi)," ungkapnya saat Diskusi Publik bertema 'KUHAP Baru dan Tantangan Pemberantasan Korupsi' yang digelar Kejaksaan Negeri Sragen bersama Solusi Indonesia di MPP Sragen, Selasa (2/12/2025). 

‎Prof Puji sapaan akrab Guru Besar UNS itu melanjutkan, perampasan uang korupsi dinilai sama pentingnya dengan hukuman penjara. Saat diputus pengadilan, penjaranya tetap kemudian harta rampasan jiga menjadi perhatian dan dikembalikan ke negara, selanjutnya dari negara digunakan untuk kemakmuran rakyat. 

‎"Ada yang salah persepsi. Disebut pelaku kasus korupsi tidak dipenjara dalam aturan KUHAP baru?  Salah. Koruptor tetap dipenjara," terang dia. 

‎Hanya saja menurut dia, paradigma dalam hal pemidaan harus bergeser. Yakni bukan sekedar menghukum orang atau memenjarakan orang tetapi gagasan dalam pemberantasan korupsi juga mementingkan pengembalian uang hasil korupsinya. PItu membuat kualitas pemberantasan korupsi naik kelas dan Corruption Perceptions Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) meningkat karena kerugian negara bisa kembali. 

‎"Di KUHAP yang baru sudah diakomodasi. Karena kalau orangnya dipenjara kemudian uangnya gak kembali, yang rugi kita. Koruptor dipenjara, uangnya pun bisa kembali ke negara," jelas dia. 

‎"Bahkan dalam UU Tipikor pun disebutkan, pengembalian keuangan negara tidak menghapus hukuman badannya (penjara)," tuturnya. 

‎Dikatakan dia, mengenai hukuman pelaku korupsi, dalam KUHAP baru tersebut, ada tiga alternatif yakni penghentian penuntutan atau denda damai untuk tidak pidana ekonomi, penundaan penuntutan untuk korporasi dan Restorative Justice. 

‎"Saya menekankan Kejari manapun ketika menangkap orang yang korupsi. Juga untuk masyarakat jangan puas dan teriak hore ketika koruptor dipenjara. Tapi yang harus dikritisi kira-kira Kejaksaan bisa menyita asetnya apa tidak. Bisa mengembalikan uang jarahan koruptor apa tidak," karanya dia. 

Baca Juga: Mbak Ita Divonis 5 Tahun Bui, Terbukti Kompak Korupsi dengan Suami hingga Bayar Denny Caknan

‎Pakar Ilmu Hukum itu mencontohkan, pengembalian kerugian negara oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam sitaan korupsi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dengan nilai triliunan rupiah. Dari total kerugian negara Rp 271 triliun, baru bisa disita Rp 13,255 triliun. 

‎"Kalau kita lihat misalnya, korupsi macam-macamlah. Kita senang saat dipamerkan mobil mewah (hasil korupsi), senang lihat orangnya dipertontonkan, pakai masker. Itu gak cukup," jelasnya. 

‎"Yang seharusnya kita tepuk tangan itu, jika aset-aset yang dimiliki dari hasil korupsi kembali ke negara. Misal kerugian yang dihitung BPKP Rp 200 miliar, maka yang dirampas oleh Kejaksaan ya Rp 200 miliar. Harus setara," paparnya. 

‎Dia menambahkan, soal KUHAP, Indonesia akan memakai KUHAP baru yang akan berlaku 2 Januari 2026. Selama ini kata dia, Indonesia memakai hukum pidana warisan dari Belanda. 

‎Di mana Belanda yang menjajah kala itu, sejak tahun 1848 memberlakukan hukum pidana di Hindia Belanda dan diteruskan ketika oleh negara Indonesia setelah merdeka dengan pasal peraturan peralihan. Itu kemudian sampai tahun 2025 masih berlaku. 

‎"Apa yang diharapkan ke depan saat penanganan kasus korupsi adalah fokus pada pengembalian kerugian negara. Pidana penjara sebagai efek jera pribadi, sementara kerugikan negara bisa dikembalikan sepenuhnya," katanya. 

Load More