SuaraJawaTengah.id - Siapa sangka pemuda yang dua kali drop out dari dua SMK berbeda ini bakal sukses dengan usaha pembuatan drum yang dijual hingga lintas benua? Dari tangan kreatifnya kayu pohon Mahoni, Sonokeling, Sonokembang dan Mangga disulap jadi satu set jazz drum kit berkualitas tinggi.
Bahtiar Zulham, pemuda 25 tahun asal Dusun Cigulingharjo, RT 03 RW 07, Desa Padangjaya, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap adalah pelakunya. Dari kediamannya yang bersekat anyaman bambu, dia menceritakan kisahnya.
"Saya sudah empat tahun belakangan membuat drum ini. Kalau jumlahnya sudah tidak bisa dihitung lagi. Yang jelas awalnya saya hanya iseng karena memang hobi saya bermain musik dari kecil," kata pemuda yang akrab dipanggil Tiar kepada Suara.com pada Senin (6/1/2020).
Ia mengaku menyukai musik keturunan dari kakeknya. Kakeknya dahulu adalah seorang musisi. Namun sang kakek tidak menyarankan Tiar untuk memainkan alat musik tiup, dengan alasan rentan terkena penyakit seperti teman seangkatan kakeknya.
Baca Juga:Terbuat dari Kerang Laut, Mengenal Tahuri, Alat Musik Khas Maluku
"Malah menurun ke saya, bapak saya tidak tahu musik sama sekali. Karena keterbatasan biaya, jadi saya berpikir bagaimana caranya bisa punya alat musik tapi tidak beli. Ya jadilah saya membuat alat musik sendiri. Lalu saya iseng posting di facebook untuk berjualan produk drum saya, enggak tahunya yang pertama menawar adalah warga negara Amerika," katanya.
Beruntung, bapaknya yang dahulunya pernah bekerja pelayaran di Amerika sedikit mengetahui pasaran kerajinan berbahan kayu jika dijual di sana.
"Awalnya saya ragu berjualan dengan harga dolar. Tapi berkat saran dari bapak saya akhirnya saya berani mematok harga dan alhamdulillah laku. Tidak pernah kepikiran sih produk perdana saya malah laku sama orang luar negeri. Di pikiran saya hanya orang Indonesia yang akan beli," katanya.
Bukan tanpa alasan Tiar membuat drum dari bahan kayu, ia menjelaskan usaha tersebut tak lepas dari peran bapaknya yang memang sudah menapaki usaha kayu lebih dahulu.
"Kebanyakan yang dibuat pabrikan itu berbahan triplek. Tapi kalau produk saya ini bahannya kayu gelonggongan. Jadi tidak ada perekat sama sekali. Berani diadu lah kualitasnya sama drum dari keluaran pabrikan," lanjut Tiar.
Baca Juga:Menkop dan UKM: Alat Musik Buatan Lokal Patut Diapresiasi
Menurutnya kayu dari pohon Sonokeling, menjadi bahan baku paling bagus jika dibuat drum. Untuk kayu jati menurutnya malah tidak bagus untuk dijadikan produk drum.
"Kayu Sonokeling punya tone yang khas. Jenisnya kayu tapi bisa berbunyi kaya besi jika diketuk. Berbeda sama kayu jati, meski harganya tinggi tapi tidak memiliki tone. Kalau dari kayu mangga malah saya pernah buat," lanjutnya.
Ia mengaku bisa menghasilkan omzet paling sedikit Rp 100 juta dalam satu tahun. Jika terbanyak pernah mencapai Rp 250 juta.
"Kalau dihitung per bulan tidak bisa pasti. Karena membuat kerajinan seperti ini per periode. Bisa dalam sebulan saya dapat orderan hingga 10 pesanan. Lama waktu pengerjaannya sekitar tiga bulan dengan dibantu bapak. Harganya berbagai macam tergantung bahan kayu dan tingkat kesulitan. Kerangka dari kayu mahoni saya hargai 350 dolar berikut ongkir. Kalau snare yang sudah jadi 750 dolar. Bahkan ada juga yang saya hargai 2.000 dolar." ujarnya.
Pembeli produk Tiar rata-rata pembuat dan kolektor drum. Belum pernah ada musisi komersil yang membeli produknya. Ia berharap produknya ini juga dapat dibeli oleh musisi lokal.
"Saya baru pernah membuat satu set jazz drum kit dua kali. Yang satu pesanan dari China terus satunya dari Italia. Kebanyakan pesan hanya per satuan," lanjutnya.
Minim Dukungan Pemerintah
Namun, akhir-akhir ini Tiar mengeluhkan naiknya harga ongkos kirim ke lur negeri. Pada bulan Oktober 2019 lalu, ia harus mengeluarkan ongkos dua kali lipat untuk sekali kirim ke luar negeri dengan volume yang sama dan kualitas pengemasan yang menurun.
"Pemerintah katanya bakal mendukung produk UMKM dalam negeri. Faktanya sekarang malah biaya pengiriman ekspor itu mahal banget. Ongkos kirim snare drum dahulu kisaran Rp 1,2 juta terus sekarang jadi hampir Rp 2,2 juta dengan volume yang sama. Ini baru saja klien saya dari China komplain ada kerusakan pada snare drum. Padahal dari sini tidak ada kerusakan sama sekali. Berarti kemungkinan saat proses pengiriman pengemasannya tidak baik," ungkapnya.
Tiar mengakui hingga saat ini menyayangkan dukungan pemerintah pusat maupun daerah yang masih minim. Pernah pada suatu waktu di akhir tahun 2016, ia mendapat tawaran untuk berangkat mengikuti pameran di California, Amerika Serikat. Namun keinginannya harus pupus.
"Dahulu pernah ditawarin tahun 2016 akhir ikut pameran di California. Tapi karena keterbatasan biaya jadi tidak berangkat. Konsul sama pemerintah daerah malah tidak dikasih solusi yang konkrit. Padahal, ini secara tidak langsung membawa nama daerah," ujarnya.
Ia punya impian suatu saat nanti bisa memproduksi secara massal produk drum buatannya ini. Namun tentu impian ini tidak akan mudah dicapai tanpa adanya dukungan dari pemilik modal besar maupun pemerintah daerah.
"Saya yang hanya lulusan SMA paket C di Ciamis pada tahun 2013 ini, punya impian suatu saat bakal menggandeng orang sekitar agar bisa ikut bekerja membanggakan produk lokal. Karena selama ini saya hanya bekerja dengan dibantu bapak saya."
Sementara itu, bapak dari Tiar, Yasin Mustamid mengaku selama ini membantu mencarikan bahan baku drum buatan anaknya.
"Saya karena memang suka dengan produk olahan kayu, jadi ya hitung-hitung membantu bisnis anak saya. Pernah saya mencari kayu hingga Palembang. Saya langsung dateng ke lokasi untuk memastikan. Selain itu juga saya pernah ke Kalimantan untuk mencari kayu terbaik," katanya.
Untuk daerah lokal, menurut Yasin, mencarinya di daerah Dayehluhur, Sidareja, Patimuan hingga Pangandaran dan Kuningan.
Ia bersama anaknya sepakat untuk menamai produk drum buatannya dengan nama Y&T. Singkatan dari Yasin dan Tiar. Bahkan belakangan, bapak dan anak ini tengah merintis produk gitar akustik dan elektrik. Hanya saja, ia berkolaborasi dengan rekannya di Bandung dan Depok.
Kontributor : Anang Firmansyah