Puluhan Tahun Tak Dibantu Negara, Janda Tua Sumiyem Dikasih Beras Miskin

Bantuan berupa sembako itu diberikan setelah pihak Dinsos Sragen mendengar kisah Sumiyem yang hidup sebatang kara.

Pebriansyah Ariefana
Rabu, 29 April 2020 | 21:35 WIB
Puluhan Tahun Tak Dibantu Negara, Janda Tua Sumiyem Dikasih Beras Miskin
Sumiyem, janda tua asal Sragen. (Solopos)

SuaraJawaTengah.id - Sumiyem, janda tua asal Sragen mengaku tidak pernah diberikan bantuan oleh negara selama puluhan tahun hidup miskin. Setelah pengakuannya diberikan, Sumiyem pun langsung dapat bantuan beras miskin dari pemerintah Sragen.

Sumiyem tinggal di gubuk reyot di Kampung Sidomulyo, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen. Petugas dari Dinas Sosial Sragen memberikan beras miskin dan sembako ke Sumiyem, Rabu (29/4/2020) hari ini.

Bantuan berupa sembako itu diberikan setelah pihak Dinsos Sragen mendengar kisah Sumiyem yang hidup sebatang kara.

“Begitu mendengar ada informasi itu, saya menindaklanjutinya meminta petugas untuk menyalurkan bantuan sembako,” terang Kepala Dinsos Sragen, Joko Saryono, kepada Solopos.com (jaringan Suara.com).

Baca Juga:Nestapa Sawinah Sang Janda Miskin Dipasung di Lebak sampai Ditinggal Suami

Ketua RT 50, Kampung Sidomulyo, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, Suraji, membenarkan selama ini Sumiyem jarang mendapat bantuan dari pemerintah.

Sumiyem memang pernah tercatat sebagai penerima bantuan beras untuk warga miskin (raskin) beberapa tahun silam. Namun, tanpa alasan yang jelas, bantuan raskin itu tiba-tiba dihentikan.

"Dulu ada enam warga saya yang rutin dapat bantuan raskin. Salah satunya Mbah Cip [sapaan akrab Sumiyem] itu. Seiring berjalannya waktu, penerima bantuan berkurang jadi tiga warga lalu jadi satu warga. Mbah Cip sempat protes karena bantuan beras dihentikan. Saya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena memang ada pengurangan kuota penerima bantuan beras,” paparnya.

Selain itu, Suraji mengatakan rumah Sumiyem yang berusia 72 tahun pernah diusulkan mendapat bantuan renovasi rumah tidak layak huni (RTLH) sekitar tiga tahun lalu.

Sayangnya program RTLH itu urung direalisasikan karena Sumiyem tidak bisa menyediakan dana pendamping sekitar Rp 15 juta.

Baca Juga:Dear Pak Jokowi, Sumiyem Jadi Janda 35 Tahun Belum Pernah Cicipi Bansos

Suraji tidak menampik bila kondisi rumah Sumiyem sangat memprihatinkan. Sehingga ia pernah diusulkan menerima bantuan renovasi rumah sekitar 2017.

“Saat itu saya dapat kabar dari kelurahan lalu saya sampaikan kepada Mbah Cip [sapaan Sumiyem] kalau rumahnya diusulkan direhab. Kalau mau dibangun, Mbah Cip harus bersedia menyiapkan dana pendamping sekitar Rp15 juta,” terang Suraji.

Kala itu Sumiyem mengatakan hendak menyampaikan perihal bantuan itu kepada anak-anaknya. Namun, ternyata janda sebatang kara di Sragen itu tidak mampu menyediakan dana pendamping. Namun dia tidak tahu persis apakah bantuan renovasi RTLH itu dialihkan kepada warga lain.

“Waktu itu, Mbah Cip bilang mau disampaikan ke anak-anaknya dulu di perantauan. Selang beberapa hari, saya mendapat jawaban kalau anak-anak Mbah Cip belum bisa sediakan dana pendamping itu. Sehingga batuan rehab rumah urung digelar. Saya tidak tahu apakah bantuan rehab rumah itu kemudian dialihkan kepada warga lain,” sambung Suraji.

Suraji mengaku tidak mengetahui sumber bantuan RTLH tersebut. Menurutnya, dana RTLH pada saat itu hanya cukup untuk membeli material bangunan seperti kayu, pasir, besi, batako dan lain-lain. Dibutuhkan dana pendamping untuk membayar jasa tukang dan kebutuhan lain.

Suraji menambahkan, sebenarnya dana bantuan RTLH itu bisa dipakai untuk merenovasi gubuk reyot milik janda sebatang kara di Kampung Sidomulyo, Sragen. Namun, risikonya kemungkinan renovasi hanya dilakukan di sebagian rumah.

“Kalau di desa, warga bisa bergotong royong. Misal kayunya kurang bisa tebang pohon sendiri. Kalau mau dipaksakan dengan dana seadanya, sebenarnya bisa. Tapi, risiko nanti rumahnya hanya setengah jadi. Kalau dia mau, tidak masalah,” paparnya.

Selain karena tak bisa menyediakan dana pendamping Rp15 juta, Suraji mengatakan Sumiyem dianggap punya pekarangan cukup luas, sekitar 300 meter persegi. Sehingga ia batal mendapatkan bantuan RTLH. Sekitar seperempat bidang tanah di antaranya sudah diwakafkan oleh anaknya yang tinggal di Jember untuk dibangun musala.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini