Cerita Perjuangan Suharto, Tukang Parkir yang Gagal Naik Haji Tahun Ini

Dengan penghasilan sekedarnya dia tetap bersikukuh menabung untuk berhaji. Akhirnya tahun 2011 dirinya memiliki kesempatan itu.

Chandra Iswinarno
Kamis, 04 Juni 2020 | 17:00 WIB
Cerita Perjuangan Suharto, Tukang Parkir yang Gagal Naik Haji Tahun Ini
Suharto, tukang parkir yang sudah menunggu berhaji sejak tahun 1980, Solo, Jawa Tengah (4/6/2020). [Suara.com/Rara Puspita]

SuaraJawaTengah.id - Impian Sri Suharto bersama dengan istrinya, Suminem, untuk menjadi tamu Allah ke Tanah Suci tahun ini harus tertunda. Lantaran, pemerintah melalui Menteri Agama menetapkan, jika tahun ini tidak akan ada pemberangkatkan haji karena kondisi pandemi Covid-19.

Berita penundaan ini didapat Suharto dari anaknya. Selama ini anaknyalah yang selalu memberikan kabar terkait perkembangan haji.

"Saya nggak punya dan nggak tahu juga. Biasanya yang ngasih kabar anak saya, dia yang ikut dalam grup manasik," ucap Sri Suharto saat ditemui Kontributor Suara.com di kawasan parkir jalan Yosodipuro, Solo, Jawa Tengah, Kamis (4/6/2020).

Saat ditemui di salah satu toko, Suharto terlihat tengah duduk. Dirinya berteduh di emperan toko.

Baca Juga:Kisah Penantian Tukang Sayur yang Gagal Naik Haji Tahun Ini

Mengenakan seragam parkir ala kota Solo yang berwarna biru muda, Suharto menutupi kepalanya dengan menggenakan caping. Meski terlihat sedikit menyembul peci kecil dari dalam capingnya. Tak lupa dia mengenakan masker layaknya semua orang di tengah Pandemi Covid-19 sekarang ini.

Sembari berteduh, Suharto mulai bercerita mengenai pengalamannya. Dulunya dia menjadi tukang sapu dan bersih-bersih di SDN Yosodipuro. Bekerja di sekolah tersebut sejak tahun 1980.

Lalu pada tahun 1987 dirinya ditawari untuk menjadi tukang parkir di SMA Muhammadiyah 2 yang berada tepat di seberang SD.

"Saya mulai jadi tukang parkir sejak tahun '87 sampai sekarang," ucapnya.

Hingga tahun 2006 Suharto masih bertugas bersih-bersih di SD. Pada pagi hari, dirinya bersih-bersih di SD, lalu siangnya dilanjutkan menjadi tukang parkir. Tapi setelah itu Suharto memutuskan untuk menjadi tukang parkir saja.

Baca Juga:Bersabar 10 Tahun, Pasutri Calhaj Asal Kendal Ini Dua Kali Gagal Naik Haji

"Sejak tahun '80-an gaji bulanan saya Rp 2 ribu. Sebulan saya dapat segitu terus. Lalu tahun 2006 saya berhenti," ujarnya.

Setelahnya, Suharto hanya menjadi tukang parkir. Dengan penghasilan sekedarnya dia tetap bersikukuh menabung untuk berhaji. Akhirnya tahun 2011 dirinya memiliki kesempatan itu.

"Tahun 2011 saya mendaftar. Kalau sehari dapat Rp 50 ribu ya buat makan Rp 10 ribu. Sisanya saya tabung terus," ucapnya.

Saat dirinya memberikan pelunasan uang, Suharto sudah sangat lega. Bahkan, dia dikabari oleh petugas bank ada sisa uang Rp 7 juta.

"Jadi kan saya itu bayarnya Rp 35 juta lebih sedikit, hampir Rp 36 juta. Berdua dengan istri saya jadi Rp 72 juta. Kemarin dikabari masih ada sisa uang Rp 7 juta," ucap warga Ngemplak, Boyolali ini.

Rencananya uang tersebut akan digunakan untuk membeli oleh-oleh dan syukuran bersama handai taulan. Sebab selama ini Suharto dan istri hanya diam-diam merencanakan berangkat haji. Bahkan anaknya pun tidak tahu kabar ini.

"Awalnya anak saya nggak tahu," ucapnya.

Tidak ada persiapan khusus dari pria 66 tahun ini. Dia hanya menyiapkan pakaian alakadarnya dan tidak punya persiapan apapun. Kekurangannya bukan menjadi halangan dirinya untuk bertamu ke rumah Allah.

"Sebenarnya saya itu minder dan malu. Kalau manasik haji semua bawa mobil, ceritanya juga macam-macam. Hanya saya dan istri saja yang tidak menyiapkan apapun. Tapi istri selalu menguatkan saya untuk tetap semangat dan tawakal," katanya.

Meski tekad dan semangatnya sudah bulat, Suharto dan istrinya harus bersabar satu tahun lagi. Dirinya berharap bisa menunaikan ibadah dengan baik.

"Bagaimanapun haji itu panggilan Allah. Saya percaya yang bisa berangkat adalah yang dapat undangan dari Allah. Makanya setiap selesai solat saya terus berdoa," ucapnya.

Suminem, istrinya, juga selalu memberikan semangat agar tetap bersabar dan tawakal. Suharto dan istrinya sudah tidak sabar untuk berangkat haji.

"Saya itu selalu semangat. Kata dokter saat manasik, saya yang paling sehat di golongan usia 60 tahun dibanding teman-teman lainnya," ucapnya.

Saat ini, Suharto menyemangati anaknya untuk bisa menabung agar bisa ibadah haji. Dirinya mengatakan agar bisa menabung seawal mungkin. Kalaupun tidak bisa haji, minimal beribadah umroh.

"Anak saya kan dua, yang bungsu kan sekolah D3 pariwisata. Sebulan setelahnya dia menikah, waktu tinggal di rumah istrinya dia kecelakaan dan meninggal. Makanya anak saya tinggal satu, saya semangati untuk menabung agar bisa berhaji," ucapnya.

Kontributor : Rara Puspita

REKOMENDASI

News

Terkini