SuaraJawaTengah.id - Anak kelas 6 SD, Wahyu Agus Nurtino harus seberang sungai untuk bisa belajar online. Dia tidak bisa menerima tugas gurunya yang dikirim dari WhatsApp.
Wahyu anak orang miskin yang tidak punya ponsel pintar. Guru memantau lewat WA grup, sekaligus memberikan tugas lewat aplikasi perpesanan itu.
Wahyu Agus Nurtino, anak berusia 12 ini adalah siswa kelas VI SDN Brumbun, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun. Saban hari Sekolah Wahyu memiliki kebijakan belajar daring karena pandemi Covid-19.
Karena tak punya HP pintar, Wahyu nebeng di rumah temannya, Arya. Dia lihat HP Arya agar mengetahui pelajaran atau pun tugas yang diberikan guru.
Baca Juga:Dear Mas Nadiem, Wahyu Tak Punya HP Buat Belajar Online, Nebeng Sama Teman
Wahyu pun harus menyeberang sungai untuk sampai lebih cepat ke rumah Arya. Jika tak potong jalan, kakinya bisa gempor karena jarak yang jauh.
Wahyu melewati aliran Sungai Catur yang memisahkan antara Dusun Sukorejo dan Dusun Malang, Madiun.
“Kalau lewat jalan ada, tapi muter. Jauh. Jadi saya seringnya nyabrang di sungai,” kata Wahyu.
Arya, teman satu kelasnya itu berbaik hati untuk membagikan informasi tugas kepadanya.
Jadi saat ada tugas dari guru, Wahyu datang ke rumahnya untuk melihat apa saja tugas yang diberikan guru. Kemudian mereka mengerjakannya secara bersama-sama.
Baca Juga:Siswa Miskin Sulit Belajar, Anies Diminta Pasang WiFi Gratis di Tiap RW/RT
Dengan polos, Wahyu ini bercerita kalau dirinya tidak memiliki smartphone untuk mengikuti KBM online dari sekolah. Begitu juga kedua orang tuanya, tidak memiliki smartphone yang bisa untuk mengunduh aplikasi WA.
“Sejak masuk kelas VI, itu kan guru ngasih tugas lewat WA. Saya tidak punya WA, jadi ikut ke teman, Arya. Saat ada tugas, saya pergi ke rumahnya,” ujarnya saat ditemui di rumahnya.
Namun, usahanya untuk tetap terus memantau tugas belajar itu justru ditentang oleh pihak sekolah. Guru dari SDN Brumbun justru melarangnya untuk ke rumah Arya dengan alasan mematuhi protokol kesehatan, tidak berkerumun.
Padahal di tempat temannya itu, Wahyu mengaku paling banter hanya ada tiga siswa yang ikut belajar kelompok.
Karena dilarang, saat ini ia hanya belajar mengandalkan buku LKS dari sekolah. Ia pun tidak memantau lagi kegiatan belajar mengajar dan tugas yang diberikan guru melalui grup WA yang dibuat oleh pihak sekolah.
“Harusnya kemarin [Senin], saya melihat tugas guru di grup WA. Tapi, karena tidak boleh. Saya belajar lewat LKS. Untuk tugas ya tidak mengerjakan,” ucapnya. Mengenai kunjungan dari pihak guru, Wahyu mengaku selama ini belum pernah dikunjungi oleh guru.
Saat dikonfirmasi, pihak SDN Brumbun enggan memberikan keterangan terkait nasib Wahyu setelah dilarang belajar kelompok di rumah Arya. Saat itu, wartawan yang datang ke sekolah ditemui kepala SDN Brumbun dan beberapa guru.
Kepala sekolah pun enggan berkomentar terkait adanya larangan belajar kelompok yang dilakukan oleh Wahyu. Ia hanya bilang dalam kondisi pandemi, kegiatan belajar kelompok memang tidak diperbolehkan.
Pihak SDN Brumbun Madiun pun mengklaim sudah menginventarisir seluruh siswa yang memiliki gadget. Dari seluruh siswa kelas VI, semuanya diklaim memiliki gadget.
Ayah Wahyu, Slamet Nursanto, 50, mengaku tidak memiliki smartphone berbasis Android.
Ia juga tidak sanggup membelikan anaknya HP, karena memang kondisi perekonomian keluarganya sedang sulit.
Untuk urusan belajar, kata dia, biasanya Wahyu memang belajar kelompok di rumah temannya.
Slamet mempersilakan anaknya belajar kelompok karena memang di rumah tidak ada fasilitas gadget untuk mengetahui tugas dari guru.
“Saya tidak punya HP kayak gitu [smartphone]. Saya juga tidak bisa membelikan HP untuk belajar anak saya. Jadi saat belajar, anaknya memang pergi ke rumah temannya,” ujar dia seperti dilansir Solopos.com.
Pria yang bekerja sebagai kuli bangunan ini mengaku tidak mempunyai cukup uang untuk membeli smartphone. Belum lagi nanti kuota internet yang harus diisi.
“Kondisinya kan ada corona gini, jadi banyak nganggurnya. Penghasilan juga tidak seberapa. Kemarin sepuluh hari kerja, tetapi setelah itu `dua pekan libur karena tidak ada kerjaan,” jelasnya.